
Beberapa tahun terakhir ini, kita bisa merasakan makin banyaknya generasi muda kita yang makin tertarik menjadi entrepreneur atau wirausaha. Sebagian dari mereka mau menjadi kaya raya dan juga tersohor. Generasi muda inilah yang disebut generasi Y, bayi-bayi yang lahir di dan setelah tahun 1980. Mereka adalah orang-orang muda nan dinamis dan aktif, berpikiran terbuka dan sangat haus prestasi dan pengakuan.
Saya sendiri harus mengatakan secara jujur bahwa mereka terbuai dengan ilusi yang kurang tepat dengan entrepreneurship. Mereka menurut pengamatan saya mengedepankan aspek keuntungan jangka pendek. Agar apa? Agar cepat kaya. Mereka mau kaya lebih cepat. Mereka mau mapan lebih cepat, pensiun lebih dini, menikmati hidup lebih banyak dan lama. Mereka mau lebih leluasa bersenang-senang. Mereka ini juga tipikal anak muda yang terbius cerita sukses startup a la PayPal (yang kini sudah bukan startup lagi) , Facebook, Twitter, Instagram, dan sebagainya.
Sayangnya hanya sedikit yang menyadari bahwa menjadi kaya secara bertahap itu lebih sehat ditinjau dari berbagai aspek (misalnya karir dan kehidupan secara umum) daripada ‘kejatuhan durian runtuh’.
Inilah 4 alasan mengapa menjadi kaya terlalu cepat bisa berdampak destruktif bagi kehidupan seseorang.
Rasa malas
Saat kita telah menjadi begitu kaya tanpa atau dengan hanya sedikit berusaha, kita cenderung akan lebih malas bekerja. Saat kekayaan begitu melimpah, mencari nafkah mati-matian adalah hal paling akhir yang terlintas dalam benak. Kita bisa melakukan apapun yang kita suka memang tetapi esensinya tidak ada. Di sinilah kekayaan itu menghancurkan perkembangan pribadi Anda. Dan kenyataan bahwa kita bisa membeli apa saja yang kita inginkan dengan mudah, membuat kita lebih malas dalam melakukan kegiatan sederhana sekalipun dan kita menjadi lebih santai, cenderung tidak mau bekerja keras semaksimal mungkin.
Rasa rakus
Kerakusan akan muncul perlahan tetapi pasti setelah seseorang menjadi kaya dengan mudah. Banyaknya kekayaan yang sudah ada terasa tetap kurang, tetapi hasrat untuk bekerja dan menciptakan manfaat bagi orang sudah sirna.
Rasa berhak atas keistimewaan
Orang kaya lebih merasa berhak untuk diistimewakan dan diperlakukan berbeda dari orang lain karena mereka punya uang. Amarah bisa muncul tanpa disadari saat perlakuan setara atau lebih buruk terjadi.
Hilangnya tujuan hidup
Saat miliaran orang fakir miskin dan kelas menengah memiliki tujuan hidup saat bangun setiap pagi hari untuk bekerja keras menafkahi keluarganya, membangun kehidupan yang lebih baik dan sebagainya, orang-orang kaya malah merana karena mereka merasa telah berada di puncak dunia. Bisa dibayangkan kebingungan mereka ini dalam menjalani hidup. Sebagian orang kaya beruntung karena mau menerjunkan diri ke bidang sosial kemasyarakatan dan hal-hal yang mendatangkan manfaat bagi masyarakat lapisan bawah tetapi sebagian lainnya hanya berfoya-foya dan menimbulkan kecemburuan sosial yang makin berakumulasi dari hari ke hari. Dan meskipun orang kaya bisa saja menghabiskan waktu untuk beramal, itu sama sekali bukan pekerjaan yang menantang dan memberikan kepuasan secara intelektual.
Sekali lagi, manusia memang terlahir sebagai manusia yang tidak pernah puas dengan kondisinya sekarang, bagaimanapun baiknya kondisi itu di mata orang sekitarnya atau bagi dirinya sendiri di masa lalu.
Leave a Reply