Belajar ‘Ilmu Monyet’ dalam Penerjemahan

Ilmu monyet dalam menerjemahkan? Aliran dan jenis ilmu apa itu? Mungkin ini pertama kali Anda menemukan istilah aneh ini. Akan tetapi, itulah terminologi khusus Maria E. Sundah, seorang pakar dan praktisi penerjemahan yang terlontar dalam perbincangan santai kami siang itu di acara Kopi Darat anggota Himpunan Penerjemah Indonesia (HPI) yang bertempat di Kafe Dedaunan, Kebun Raya Bogor, 12 Maret 2013 yang lalu.

Ilmu monyet Maria gunakan untuk merujuk pada kiat yang menurutnya sangat efektif memecahkan teks yang sebelumnya ia tak begitu pahami karena tingkat pemahamannya yang kurang di disiplin ilmu yang berkaitan dengan teks tersebut. “Saat di kelas (pen- Maria dulu bekerja sebagai pengajar di Universitas Indonesia) dulu saya selalu ngomong ilmu monyet. Niruuu!” celetuk Maria yang diiringi gelak tawa kami semua yang mendengarkan paparannya dengan  seksama. Sebenarnya ia belum memberikan uraian pengalamannya di penerjemahan kuliner di sesi berbagi kepada semuanya tetapi di percakapan santai kami ini pun banyak ilmu bertebaran yang bisa dituai.

Mari berkata, pernah ia harus menerjemahkan teks bertema sosiologi. “Padahal saya tidak terlalu mengerti sosiologi,” ujarnya. Solusinya menurut Maria ialah seorang penerjemah harus tidak segan untuk banyak membaca dan melakukan riset sendiri. Caranya meriset ini cukup sederhana, hanya dengan banyak membaca teks-teks sosiologi dalam bahasa Indonesia (atau bahasa lain yang relevan) dengan tujuan untuk mengakrabkan otak dengan istilah-istilah serta jargon yang digunakan dalam disiplin ilmu sosiologi. Dengan membaca kita juga secara perlahan memahami cara gagasan dituangkan dalam teks-teks bertema sosiologi. “Kita jadi tahu cara ngomong mereka. Kita juga menebak-nebak arti istilah-istilah asing dalam teks,” paparnya. Internet juga membantu untuk memeriksa akurasi, dengan menggunakan Google Translate, kamus online berbagai bahasa, dan situs layanan kamus elektronik lain yang lebih spesifik. Dengan demikian, kita bisa mengetahui lumrah tidaknya, lazim tidaknya, berterima tidaknya hasil penerjemahan kita nantinya karena percuma saja jika kita sudah bekerja keras menerjemahkan tetapi akhirnya pembaca hasil terjemahan kebingungan karena semua istilahnya aneh dan sama sekali asing di telinga mereka mesti itu disajikan dalam bahasa ibu mereka.

Seorang penerjemah yang baik, menurut Maria, harus bisa mempertanggungjawabkan hasil penerjemahannya dan itu berlaku untuk semua teks, fiksi atau non-fiksi. “Penerjemah harus memiliki simpati pada pembaca terjemahannya, sehingga ia tidak bekerja asal-asalan, karena pembaca tidak memiliki ‘kemewahan’ untuk membaca dan memahami teks sumber,” tandas Maria.

Published by

akhlis

Writer & yogi

2 thoughts on “Belajar ‘Ilmu Monyet’ dalam Penerjemahan”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.