Menulis sebuah buku sama sekali lain dari menulis konten web. Misalnya saja dalam kasus saya. Saya sudah banyak menulis dan menghasilkan artikel untuk blog dan situs tetapi semua itu jauh berbeda saat saya mengerjakan sebuah buku, entah itu novel, antologi, non-fiksi dan sebagainya. Prosesnya jauh lebih memakan pikiran, tenaga dan waktu. Bahkan kalau mau betul-betul menulis karya yang komprehensif, detil, akurat dan mendekati sempurna, kita mungkin baru akan berhasil menerbitkan karya itu setelah lebih dari 5 tahun menulis berulang kali.
Sebuah proyek menulis novel fiksi semi biografi yang sekarang misalnya, kendala utamanya ialah menemukan konflik dari perjalanan hidup tokoh utama yang terkesan datar, tanpa konflik. Tentu saja saya yakin seseorang, setiap orang mungkin, yang tampak tenang di permukaan bisa menyimpan segunung konflik di dalamnya. Bisa saja karena belum banyak informasi yang tergali melalui observasi, riset dan interviu dengan si tokoh utama. Ini menjadi pekerjaan rumah bagi penulis.
Mengenai riset, saya pikir ini sangat penting sebelum menulis buku. Dalam menulis artikel, riset barangkali hanya memakan waktu 5 sampai 10 menit saja. Sumbernya mungkin hanya 2-3 bahkan kalau waktu tak mencukupi bisa 1 saja. Saya harus berpacu dengan waktu. It is all about quantity. Jadi saya tak punya banyak waktu untuk bereksperimen dengan kata dan kalimat. Tujuan utama ialah menyampaikan pesan utama dan menarik sebanyak mungkin pengunjung.
Namun, dalam menulis novel, saya tidak bisa menggunakan pola kerja instan dan express seperti ini. The emphasis is on the quality. Revisi berulang kali harus dilakukan karena merevisi jika sudah dicetak akan lebih susah lagi. Berbeda dari artikel web yang bisa diedit kapan saja di mana saja semau kita. Kalau ada yang keliru padahal buku sudah diedarkan, mana bisa ditarik lagi? Tingkat toleransi terhadap kesalahan lebih tidak terampuni di dunia penulisan buku.
WordPress for Android
Leave a Reply