Kebohongan kadang bukan tentang memelintir fakta tetapi memenggalnya sedemikian rupa demi keuntungan tertentu.
“Seekor tikus bertemu dengan kucing jantan besar di loteng kecil di bawah atap. Tikus itu terdesak ke pojok, tak bisa melarikan diri. Sambil gemetaran, tikus berkata,’Tuan Kucing, kumohon, jangan makan aku. Aku harus pulang ke keluargaku. Anak-anakku menunggu dengan perut ksong. Mohon biarkan aku pergi.’ Kata kucing,’Jangan khawatir. Aku takkan memakanmu. Diam-diam, sebenarnya aku ini vegetarian. Tidak makan daging sama sekali. Kamu beruntung hari ini bertemu denganku.’ Tikus berkata,’Cihuy, alangkah indahnya hari ini! Betapa beruntungnya aku bertemu dengan Tuan Kucing vegetarian!’ Tapi sebentar kemudian, kucing itu menerkam si tikus, mencengkeram badannya kuat-kuat, lalu menusukkan gigi tajam ke tenggorokannya. Dalam penderitaannya, tikus bertanya pada kucing dengan napas penghabisan,”Tapi, katamu tadi kau vegetarian, tidak makan daging sama sekali. Apa kau bohong?’ Sambil menjilati sekitar mulutnya, kucing berkata,’Tidak bohong. Aku memang tidak makan daging. Kau akan kubawa pulang dan kutukarkan dengan daun selada.” (Dikutip dari 1Q84 karya Haruki Murakami, hal 94-95)