Di Jakarta, makanan khas Tiongkok cakwe sudah merakyat. Pagi-pagi sekitar pukul 6 saya sering mendengar seorang pedagang menawarkannya dengan berteriak lantang,”Cakweeeee!!!” Ia seolah tahu di sini banyak penduduk keturunan Tionghoa yang akan tertarik membeli. Pemilik kos saya orang keturunan. Pun demikian 4 keluarga pemilik 4 rumah di depan kos. Praktis bisa dikatakan mayoritas pemilik rumah kos di lingkungan ini adalah warga keturunan Tiongkok.
Cakwe memiliki kaitan dengan kisah hidup Yue Fei, seorang pahlawan Tiongkok yang diperkirakan hidup 900 tahun lalu. Ia dikisahkan berasal dari Dinasti Song Selatan. Yue Fei lahir di Hangzhou, provinsi Hunan (tempat Jet Li belajar kungfu juga) dan sejak kecil sudah diperkenalkan dengan bela diri lokal, kungfu, di kuil Shaolin setempat.
Karena dulu Tiongkok terbagi dalam berbagai kerajaan kecil, sering terjadilah peperangan antarkerajaan itu. Para pemuda yang menginjak usia 18 tahun pun diharuskan mengikuti wajib militer. Mereka harus mau maju ke medan laga membela negara kapan saja dibutuhkan.
Kala itu Tiongkok masih bernama kerajaan Ching. Rajanya menguasai dana air Tiongkok sebanyak 80 persen. Yue Fei bekerja sebagai serdadu militer di Hangzhou setelah lolos ujian berkat kelihaiannya bela diri. Sebagai imbalan, jika Yue Fei menang di medan tempur, ia diberi hadiah berupa dana air tersebut. Karena memang berbakat besar dalam kungfu, ia terus menerus menuai kemenangan dalam bertempur.
Semua keberhasilan Yue Fei tidak lepas dari restu sang ibu. Menjelang kepergiannya mengabdikan diri pada negaranya, ia mengenakan pakaian yang di belakangnya ditulisi “Ching chung pao kuo”, yang maknanya harapan agar sang pemuda bisa mengembalikan dana air Tiongkok.
Karena bakat dan kerja kerasnya serta doa sang bunda, Yue Fei berhasil naik pangkat menjadi seorang jenderal. Yue Fei makin lama dianggap sebagai ancaman oleh sang raja dari Ching. Ia tidak mau semua dana air negerinya jatuh ke tangan Yue Fei.
Teman Yue Fei, Ching Huei, kurang berbakat dalam bela diri. Namun, ia pandai dalam tipu muslihat. Raja pun mencoba menggunakan Ching Huei sebagai senjatanya menahan kejayaan Yue Fei.
Raja berkata pada Ching Huei,”Saya akan bantu kamu jadi penguasa, dengan syarat kamu harus membantu saya melenyapkan temanmu Yue Fei secepatnya. Kalau kau menolak, nyawamu akan menjadi taruhannya.” Ching Huei yang penakut itu pun akhirnya pasrah, tunduk pada perintah raja yang zalim itu.
Dengan taktik liciknya, Ching Huei menjebak Yue Fei kemudian mengurungnya sementara sesuai permintaan raja.
Istri Ching Huei urun pendapat pada sang suami yang merasa sudah hampir menang,”Suamiku, Yue Fei itu mirip harimau. Maksud saya, ia akan makin menyusahkan jika dibiarkan terlalu lama hidup. Makin cepat ia mati, makin bagus.” Mendengar saran si istri, Ching Huei menghunus pedangnya dan mencabut nyawa temannya sendiri tanpa ampun. Akhirnya Yue Fei tewas di tangan Ching Huei.
Dianggap sebagai pahlawan bangsa, mendiang Yuei Fei banyak dirindukan kaum petani Hangzhou yang merasa kehilangan pelindung penghidupan mereka. Tanpa dana air itu, mana mungkin tumbuhan seperti padi bisa tumbuh dan menghasilkan?
Ching Huei akhirnya diangkat sebagai penguasa. Membalas dendam pun menjadi sulit karena ia selalu dikawal ketat. Dari ketidakberdayaan membalas kematian sang pahlawan itulah, dibuatlah makanan cakwe yang digoreng dalam kuali. Setelah itu, bisa langsung dilahap. Cakwe mempunyai dua bagian yang diibaratkan sebagai dua orang jahat: Ching Huei dan istrinya. Maka dari itu, saat Anda makan cakwe, artinya Anda sedang membantu rakyat China memberantas orang-orang jahat.
inconsistency spotted!
pertama nyebut Tiongkok, di akhir sekali nyebutnya jadi China 😀
Haha, inkosistensi yang dimaksudkan untuk menjadi variasi demi menghindari kebosanan bro!