Tidak biasanya saya menanyakan pertanyaan yang ‘riskan’ pada narasumber. Tetapi tadi, saya mencobanya.
Startup itu sedang mengalami masalah dengan publik. Citra perusahaan mereka sedang mengalami sorotan tajam. Ada yang mencaci, seperti Sarah Lacy yang mengecam karena menganggap pendirinya tidak mengutamakan keselamatan pengguna terutama kaum perempuan. Ada yang bersikap biasa-biasa saja seperti Ashton Kutcher, salah satu investornya. Ada yang belum tahu apapun sehingga tidak bisa berkomentar banyak.
Karena ia tampil terakhir dalam event yang saya hadiri tadi, saya pun tergoda untuk meminta wawancara singkat. Saya sudah menyiapkan ‘amunisi’, sebuah pertanyaan tentang krisis humas tadi.
Kami pun duduk. Ia menjawab beberapa pertanyaan dari saya. Semuanya standar. Semuanya biasa. Semuanya lancar ia jawab.
Hingga satu pertanyaan terakhir saya muntahkan dari mulut. “Terkait krisis humas yang saat ini dihadapi startup Anda, bagaimana perusahaan Anda menghadapinya?” Ia tampak tersentak tetapi berhasil menampilkan ketenangan. Sedetik, dua detik, ia tak memberikan jawaban. “Startup kami masuk ke kota-kota….” Hening kembali. Waktu lama sekali berlalu rasanya. Saya menunggunya dengan ponsel teracung ke depan mulutnya. Pria yang masih berpikir itu masih diam. “Tunggu sebentar,”tangannya terkepal dan menempel ke mulutnya. Sangat kentara sekali ia sedang merangkai kata, menimbang-nimbang. Mungkin tentang akibat yang akan ditimbulkan dari perkataannya.
Lalu ia menegakkan kepala dan membuka mulut,”Startup kami masuk ke kota-kota baru dan kami berupaya memberikan layanan yang terbaik dan aman bagi konsumen. Begitu saja.” Pria muda itu tersenyum kecut. Ia bukan seperti pendirinya yang lantang berbicara. Jelas, risikonya terlalu tinggi, dan ia tidak mau memperparah kondisi di pasar yang penuh potensi ini.
Jawaban yang sama sekali tidak relevan. Kami berdua merasa sangat kikuk. Mata kami liar mengembara ke berbagai sudut ruangan, dan saat beradu, bergerak-gerak tak terkendali karena grogi.
Kami saling melempar senyum kecut. Ini sungguh akhir wawancara yang aneh. Saya pikir ia akan mengelak dengan berkata “no comment” atau semacamnya, tetapi memberikan isyarat yang penuh ketegangan semacam ini malah seolah membenarkan apa yang sedang beredar di luar sana.
Dan saya tidak akan mengatakan siapa dan apa startup ini. Karena mungkin ia akan melacaknya di Google atau Yahoo!, sebab di akhir wawancara ia berkata,”Kamu akan terbitkan kapan dan di mana?” Nada suaranya penuh kecemasan, seperti terancam. Ia sangat defensif. Dan saya sangat kasihan. Karena itulah, saya akhiri saja wawancara yang aneh itu.
Saya jawab singkat, “Di situs X…mungkin minggu depan dipublikasikan…” (Image credit: Wikimedia)
Postingan yang bikin penasaran…