Cara terbaik untuk memeriahkan acara internal kantor adalah dengan menyewa sepasang pembawa acara eksternal, yang tidak tahu menahu siapa menjabat sebagai apa. Dari sinilah, berbagai kemeriahan terjadi hingga agak tidak terkendali. Para bawahan dan rekan dengan leluasa bisa melepas tawa, menertawakan hal dan orang yang tidak sepatutnya mereka tertawakan di situasi formal khas korporasi besar.
Direktur kami yang bernama Tulus
menjadi salah satu korbannya. Saat dipanggil sebagai salah satu pemenang dalam kategori karyawan terlama di perusahaan, karena ia sudah mengabdi selama 29 tahun 3,5 bulan, ia menjadi bulan-bulanan pasangan pembawa acara itu.
Kami tergelak karena si pembawa acara perempuan itu menggiring kami untuk meyakini bahwa nama-nama pemenang ini sungguh tepat dengan kategori yang dimaksud. Pengabdian dengan penuh ketulusan, begitu mungkin ia bermaksud. Apa daya bagi audiens rasanya menjadi lelucon yang menghibur di tengah kepenatan?
“Belum tahu si pembawa acara itu, Pak Tulus direktur keuangan? Mampus dia kalau cek honornya gak ditandatanganin…”celetuk seorang teman.
Pak Tulus ke depan dan naik ke panggung. Lalu mereka memanggil satu orang lainnya yang juga pemenang kategori karyawan terlama itu. Mereka menemukan satu mangsa lagi.
“Pemenang satunya adalah Ibu Surela Kusmiyati, yang sudah bekerja selama 28 tahun 6 bulan…”
Seorang wanita paruh baya beranjak dari tempat duduknya dan berjalan di tangga menuju ke panggung, menyambut penghargaan yang sudah disiapkan untuknya bersama rekannya. Lain dari rekannya, wanita itu belum menjadi direktur.
“Terima kasih ibu Rela. Panggilannya bu Rela kan?”goda si pembawa acara perempuan yang ingin mencairkan suasana itu.
Entah apa yang kedua pemenang ini pikirkan dalam benak mereka setelah turun dari panggung. Yang jelas, saya sendiri sudah menerima giliran maju ke panggung.
Bukan. Saya bukan karyawan terbaik. Saya juga bukan karyawan berpenampilan paling menarik. Saya dipanggil ke depan hanya sebagai pengganti seseorang yang absen, yang telah menikmati makan siang, lalu dengan santainya kembali ke meja kerjanya karena alasan yang hanya dia yang tahu. Dan mungkin karena sayalah yang berada paling dekat dengan panggung.
Teman programmer pernah berceletuk jauh-jauh hari sebelum insiden itu,”Yang kerja siapa, yang dapat hadiah siapa…” Ia berkata sembari memandang sebuah tas berisi merchandise dari sebuah event.
Saya pikir saya pantas mendapatkannya, bukan karena saya yang sudah mengerjakan semua itu tetapi karena saya sudah TULUS dan RELA meninggalkan kenyamanan kursi dan meja kantor untuk ke lapangan, mondar mandir, hilir mudik. Berusaha sedikit lebih keras untuk mengumpulkan informasi yang bisa menjadi materi tulisan daripada duduk di dalam, mengistirahatkan kecerdasan, berpura-pura kerja demi menyenangkan atasan.