Burung Pertapa

‎Kantin ini alami. Bukan karena makanannya yang bebas vetsin, atau disajikan oleh chef asing yang bersekolah di Paris yang menganut paham raw food, atau makanannya dipanen dari lahan organik yang sudah disertifikasi badan tertentu sehingga membuatnya berhak dibanderol mahal.

Kantin ini alami karena kita bisa bersantap pagi, siang dan malam dengan ditemani kicau burung. Burung hidup. Yang hidup bebas. Tanpa sangkar. Atau diikat oleh tali. Ia terbang ke sana ke mari tanpa takut dengan semua manusia yang lalu lalang di bawah. Sesekali ia ke langit-langit. Entah mungkin membangun sarang yang nyaman di atas pipa-pipa yang malang melintang di atas kepala kami‎ atau hanya sekadar membuat sebuah tempat beristirahat yang sesuai keinginannya.

Burung yang malang, atau malah senang, pikirku. Malang, karena siapa tahu di otaknya yang kecil itu ia meratap ingin keluar dari ruangan yang mirip akuarium ini. Senang, sebab ia bisa jadi sengaja masuk ke sini mencari tempat yang hangat dan terlindung dari cuaca yang mendera gila di luar sana dan mendapat pasokan makanan yang ‎stabil dan berlimpah dari sisa-sisa makanan orang.

Entah mana yang benar, tetapi yang pasti ia sangat tahu bagaimana menjadi burung pertapa. Mengasingkan diri dari dunia dan sesamanya. Kini kicauannya tak bermakna di tengah kerumunan manusia. Kami tak paham makna cuitnya, ia juga musykil mengerti makna celotehan kami di antara suapan makanan. Burung dan manusia saling ada di tempat yang sama tanpa harus membuat sengketa‎. Alangkah indahnya…



Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: