Saya masih ingat suatu siang di tahun 1997, saat kaset dan perangkat teknologi yang bernama tape player masih meraja. Saya menggenggam kaset “Come On Over” Shania Twain yang beberapa waktu kemudian sampul albumnya disobek dengan sengaja oleh seorang teman yang sungguh lancang dan durjana karena tergoda foto cantik Shania. Saya tak akan melupakan dosa teman saya itu begitu saja. Saat itu, benda itu salah satu aset yang saya anggap sungguh berharga.
Tiga belas tahun berselang, Shania Twain mengalami banyak perubahan dalam hidupnya. Ia tidak hanya sanggup menulis lagu-lagu hits, tetapi juga sebuah buku autobiografi. “From This Moment On”, judul buku yang ia ambil dari salah satu lagu paling populernya, pernah diangkat ke Oprah Winfrey Show dan dibahas. Shania dalam kata pengantarnya menulis bahwa buku itu sebagai sarananya untuk membersihkan diri dari masa lalu yang rumit, traumatis dan kelam. Dan yang utama, ia hendak membagikan sejumlah pelajaran dan hikmah hidup. Ia ingin memperkuat jiwa siapapun yang ada di luar sana, yang merasakan persamaan dalam kondisi-kondisi sulit yang ia pernah jalani itu. Menghadapinya tanpa harus mencederai diri atau mengakhiri hidup karena depresi berkepanjangan, atau karena konsumsi obat-obatan. Shania beruntung anaknya semata wayang Eja dan saudara kandungnya Carrie masih bisa menjadi pemberi energi positif nan berlimpah dalam hidupnya. Saat selebriti-selebriti lain tersungkur dalam kubangan kriminalitas, penyalahgunaan narkoba dan miras, serta gaya hidup gila-gilaan yang membangkrutkan diri saat mereka dirundung masalah berat dalam hidup, Shania lain. Dan ia berhasil menunjukkan semangat positifnya kembali dalam hidup. Bukan hal mudah.
Buku ini diklaim memberikan potongan-potongan fakta yang tak pernah terungkap sebelumnya. Termasuk bahwa 42 adalah angka sial bagi Shania. Ibu kandungnya, Sharon Twain, tewas di usia 42 tahun akibat kecelakaan lalu lintas bersama suaminya Jerry Twain yang pemabuk dan abusif. Kepergian Sharon membuat Shania amat terguncang. Kehidupannya sudah keras saat anak-anak dan ditinggal ibu kandung dan ayah angkat di usia yang masih muda membuatnya kembali terhuyung. Shania harus belajar menafkahi diri dan adik-adik angkatnya juga agar tak mati kelaparan dengan satu ketrampilan hidupnya yang paling berharga: menyanyi.
Satu cukilan yang menarik bagi saya yang belum kaya raya atau sukses adalah ini:
“I have been on both sides of a few fences in life, and I can tell you with certainty that there is always someone worse off and someone better off no matter what your lot in life. Your fortune or misfortune is relative to whatever surrounds you.” (From This Moment On, page 404)
Sebagai seorang manusia, seperti sampul album saya tadi, jiwa Shania pastinya sudah terobek-robek parah. Di masa kecil, kemiskinan dan kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan ayah angkatnya Jerry Twain sungguh membekas. Lalu stres yang diakibatkan tuntutan karirnya sebagai penyanyi juga terus berekskalasi. Dan puncaknya adalah saat Mutt mengkhianatinya bersama sekretaris Shania sendiri. Akibat terkuaknya perselingkuhan itu, Twain merasa sulit untuk mempercayai orang lain lagi. Hingga Fred, mantan suami sang asisten itu menjadi suami barunya.
Menemukan dan membaca buku ini akan memperkaya pengetahuan Anda sebagai penggemar Shania – sebagaimana saya – dalam menikmati karya-karyanya. Saat Anda mendengarkan lagu “From This Moment On” misalnya, Anda akan lebih dapat merasakan kedalaman cinta Sharon pada Jerry yang meski sudah berkali-kali menghajarnya tetap saja mencintai karena Shania sendiri menggubahnya sebagai sebuah lagu cinta untuk orang tuanya. Membaca buku ini membuat Anda lebih memahami unsur yang tidak bisa dipahami dalam cinta mencinta yang rumitnya luar biasa.
Leave a Reply