DI ANTARA SEKIAN banyak tempat di Vietnam, tiada yang setara dengan Museum Perang di Ho Chi Minh City dalam hal tingkat kengerian. Jika Kompleks Terowongan Bawah Tanah Cu Chi membuat Anda lemas, menyaksikan foto-foto detil perang di museum yang berlokasi di tengah kota ini akan membuat Anda serasa kehilangan seluruh tulang belulang
kemanusiaan Anda.
Suasana yang depresif melingkupi kami yang masuk ke sini. Gedung bercat kuning itu hening dan akhirnya kesunyian itu dipecahkan oleh suara Noni. Gadis Vietnam 25 tahun yang pernah bermukim di Indonesia itu bercerita dengan kecepatan tinggi, seolah ingin secepatnya menyelesaikan narasi kekejaman peperangan yang menorehkan luka yang tak terperi di catatan sejarah bangsanya.
Ada nada kebencian dalam nada bicara Noni saat berbicara tentang negeri Paman Sam, yang bisa dimaklumi. Prancis masih mencoba mempertahankan pengaruhnya dengan memerangi Vietnam hingga tahun 1954 meski kemerdekaan Vietnam telah dideklarasikan sang bapak bangsa Ho Chi Minh pada tanggal 2 September 1945. Hal yang sama juga dialami bangsa kita yang harus mengalami Agresi Militer Belanda dua kali.
Hanya saja kita sedikit lebih beruntung. Vietnam kembali didera peperangan berkepanjangan begitu Amerika Serikat muncul atas nama pemberantasan kaum komunis yang di Vietnam disebut Viet Kong (Viet Cong).
Kekejaman perang lagi-lagi terjadi begitu garis batas antara para serdadu dan pihak-pihak yang terlibat perang (combatants) dan warga sipil yang lemah (non-combatants) begitu kabur. Pembantaian massal pun terjadi: kampung-kampung diberangus, anak-anak dan perempuan turut menjadi sasaran, kaum pria setempat disiksa kalau tak berpihak pada Amerika. Kira-kira 3 juta jiwa rakyat Vietnam melayang sepanjang perang. Sementara AS harus merelakan puluhan ribu nyawa prajuritnya pula. Brutal.
Dari foto pria lokal yang meringis saat serdadu Amerika memuntir lengannya hingga melebihi rotasi sendi bahu yang wajar, tubuh seorang manusia yang menjadi serpihan setelah terkena ranjau yang kemudian diangkat seorang prajurit AS, pesakitan yang dibuang dari helikopter AS, hingga miniatur sumur kecil tempat bersembunyinya 3 anak kecil dan 1 orang wanita hamil yang diberondong peluru AS dalam suatu serangan malam di sebuah kampung rakyat Vietnam sudah lebih dari cukup bagi siapa saja untuk membuktikan kengerian perang selama dua dekade yang berujung pada kemenangan kaum komunis lokal.
Ada komparasi bernada guyonan tetapi mengiris hati di antara warga negara-negara bekas jajahan seperti Indonesia dan Vietnam. Jika bisa memilih negara penjajah, kami mungkin akan lebih memilih Inggris. Itu mungkin karena meski dijajah, perekonomian masih berkembang dan buktinya negara-negara jajahan Inggris tak begitu keok di era perdagangan bebas seperti sekarang. Begitu juga Noni. Saat ia membandingkan Prancis yang menjajah negerinya 100 tahun dan AS yang memerangi bangsanya cuma 20 tahun, ia berkata,”Saat penjajahan Prancis, ekonomi Vietnam masih berkembang. Tapi begitu AS datang, cuma 20 tahun saja sudah rusak semuanya. Semua peninggalan Prancis di Vietnam juga dirusak AS kecuali yang berada di kota Saigon karena di sini basis pertahanan mereka.”
Kejinya peperangan masih membekas di lubuk hati rakyat Vietnam. Dan butuh waktu lama untuk memulihkannya. Atau mungkin tidak akan pulih untuk selama-lamanya, seperti cacat yang diderita sekelompok orang Vietnam akibat terpapar bom dan toksin yang kami temui setelah tur museum usai di dekat gerbang depan museum.
Permanen…
Contoh bagaimana tiap agresor akan mengalami kekalahan.