Dalam beberapa kelas yoga, istilah “fascia” kadang disebut oleh pengajar. Secara sederhana, fascia merupakan sebuah lapisan atau selubung tipis yang berwujud jaringan mirip serat yang menyelimuti sebuah otot atau organ tubuh lainnya. Fascia bisa ditemukan dalam badan manusia dan hewan. Menurut penjelasan Wikipedia, fascia tersusun sebagian besar dari zat kolagen yang terbentuk di bawah lapisan kulit kita. Fungsi fascia sendiri ialah untuk merekatkan, menstabilkan, membungkus dan memisahkan otot-otot dan organ dalam tubuh lainnya.
Dr. Robert Schleip, seorang ahli bedah dari Universitas Ulm Jerman, menggunakan kamera khusus dan meneliti fascia dengan lebih mendalam. Sebelumnya, fascia hanya dikenal sebagai jaringan pembungkus organ dan otot tubuh, tetapi baru-baru ini fascia mendapatkan perhatian lebih banyak dari sejumlah kalangan. Apa pasal? Karena fascia juga memiliki potensi menjadi sumber sakit di tubuh kita.
Untuk mengetahui bagaimana bentuk dan warna fascia, Anda tidak perlu mengunjungi ruang operasi di rumah sakit terdekat. Cukup lihat kios-kios penjual daging sapi, kerbau atau kambing (atau masjid terdekat, karena sekarang Idul Adha). Tukang daging biasanya membuang semacam lapisan putih yang menyelimuti daging sebelum dijual pada Anda. Itulah yang namanya fascia.
Fascia, menurut penuturan Schleip, memiliki peran yang penting dalam transmisi kekuatan otot dan ia juga berguna sebagai organ sensorik. Bahka sebenarnya fascia adalah organ sensorik yang paling kaya dan vital dalam penerimaan rangsangan. Sehingga jika ada gangguan pada fascia, disfungsi dalam tubuh bisa terjadi atau rasa sakit kronis bisa muncul.
Saat dilepaskan dari tubuh, fascia diketahui (melalui uji laboratorium) masih memiliki kemampuan untuk berkontraksi (menegang) dan mengendur secara independen.
Bagi para peneliti dari Universitas Ulm Jerman tersebut, disimpulkan bahwa rasa sakit dan ketegangan bisa muncul dari jaringan fascia.
Fascia menyelimuti semua otot dan organ kita dan berpartisipasi dalam semua gerakan tubuh kita. Jaringan ini juga mengandung syaraf dan pembuluh darah. Di samping itu, cairan juga mengalir dan beredar dalam fascia sehingga memungkinkannya bekerja bak pompa hidrolik yang halus.
Fascia bisa membentuk adhesi atau kerekatan, mengalami pelubangan (perforasi), atau ketegangan yang kompleks.
“Itulah yang kami ingin teliti, mengenai bagaimana fascia sesungguhnya bekerja,” ungkap Schleip. Ia dan tim penelitinya ingin menemukan cara bagaiman membuat fascia yang tegang menjadi kembali rileks.
Meski letak fascia di bawah kulit, ia bisa dimanipulasi dari luar. Caranya dengan menggunakan Metode Rolfing. Metode yang melibatkan intervensi pada fascia ini biasa dipakai untuk mengatasi keluhan sakit di leher dan bahu.
Menurut Schleip yang berasal dari Divisi Neurofisiologi Universitas Ulm Jerman itu, metode ini juga bermanfaat membantu penyembuhan gangguan dalam sistem otot dan rangka tubuh seperti pengerasan jaringan dan sensasi subjektif (misalnya rasa pegal dan kaku).
Para praktisi metode Rolfing menggunakan teknik-teknik pemijatan yang menyasar jaringan fascia agar kembali ke kondisi sediakala.
(sumber foto: Wikimedia Commons)