Dia Lagi Belajar. Biarin Aja…

rear view of boy sitting at home
Photo by Pixabay on Pexels.com

Seorang teman pernah mengeluhkan dirinya tidak pernah ingin membaca buku saat sedang naik bus yang sedang bergerak. “Pusing,” katanya.

Mungkin ia benar. Tetapi tidak semua bus bergerak di atas jalanan yang rusak dan berlubang juga kan? Jadi kalau itu adalah bus kota yang sedang bergerak di jalanan ibukota yang mulus dan lebih banyak tersendat daripada melaju lancar, pastinya pengalaman membaca teman saya itu tidak akan sememusingkan yang ia pernah alami.

Sekalipun membaca di kendaraan membuat sedikit pusing, tetapi membaca di kendaraan umum di Jakarta membuat saya lebih bisa mengamankan kursi (tidak cuma anggota DPR, penumpang bus Trans Jakarta pun harus tahu strategi mengamankan tempat duduknya jika tidak mau tersingkir oleh yang lain).

Orang-orang seperti saya di kendaraan umum seperti bus Trans Jakarta memang kerap dimarjinalkan. Bukan karena saya golongan pariah, dekil, atau semacamnya. Namun, karena saya adalah pria bertubuh sehat dan rambut di kepala saya masih hitam legam. Karena saya pria, begitu ada perempuan yang lebih tua dari saya – entah itu terlihat sebaya dengan tante atau ibu atau nenek saya – otomatis ada pandangan menuduh pada saya juga. “Kok tega-teganya duduk saat ada wanita lebih tua berdiri? Dasar anak muda zaman sekarang….”

Salah kan?

Lalu kalau saya duduk, dan ada laki-laki yang tampak lebih tua dari saya, apalagi yang sudah renta dan rambut kepalanya memutih, maka saya seolah ikut menjadi golongan ternista jika tidak menampakkan simpati apalagi sampai pura-pura tertidur pulas di kursi.

Salah lagi kan?

Hal yang sama kalau masuk ke dalam bus, anak-anak yang masih kecil sehingga mereka (dianggap) lebih lemah dan lebih cepat lelah (padahal justru mereka ini tidak mau diam duduk begitu saja berlama-lama).

Satu strategi yang saya baru saja temukan untuk bisa tetap duduk di kendaraan umum yang penuh sesak tanpa harus terlihat jahat dan egois ialah membaca buku. Bukan membaca artikel Line Today di ponsel ya! Baca buku. Kalau perlu yang tebal dan meyakinkan seperti buku teks sekolah.


Taktik ini saya temukan saat dalam sebuah perjalan di bus Trans Jakarta. Karena bawaan saya lumayan berat, saya duduk dan menghela napas serta berdoa agar tiba di tujuan tanpa harus berdiri. Sebab saya habis berolahraga, berdiri sampai tujuan akan membuat saya makin lelah.
Nah, saat itu saya sedang membawa buku sehingga otomatis saya membukanya dan langsung bersandar ke jendela bus. Kadang-kadang saya memang menyengajakan diri untuk tidak menyentuh ponsel apalagi saat hari libur karena berusaha untuk melepas penat mata dari layar elektronik yang melelahkan otot-otot mata. Jadi kalaupun saya mau mengisi waktu dengan membaca, saya ingin memegang buku saja. Bukan e-book di gawai. Seakan ada keasyikan tersendiri dengan membuka lembaran-lembaran kertas dan melihat cetakan alfabet dari tinta hitam di kertas yang agak menguning itu.

Seorang pria baru saja masuk ke dalam bus. Saya tak begitu memperhatikan seperti apa dia. Tapi memang dia tampak lebih tua dari saya.

Sekonyong-konyong kondektur bus menghampiri saya yang sedang terpaku di buku. Saya sedang mencerna kalimat-kalimat rumit yang ada di dalam novel Jonathan Franzen ini. Begitu rumitnya sampai saya perlu mengulangi beberapa kali membaca untuk bisa mematrikan pesannya ke dalam pikiran. Ada beberapa bagian yang mudah dikunyah dan dicerna, seperti sepotong buah matang. Sementara sisanya membuat tenggorokan tercekat dan usus bekerja keras mengurai.

“Mas, bisa berdiri saja? Bapaknya mau duduk,” tegur si kondektur penuh dengan nada simpatik dan peduli untuk si bapak dan sedikit menghardik bagi saya.

Sontak seisi bus mengarahkan pandangan ke saya, seolah saya pelaku kriminal bernama anak millennial yang tidak memiliki nurani karena membiarkan seorang pria yang lebih tua berdiri sementara ia sendiri enak duduk-duduk membaca novel.

Sementara saya gelagapan karena kebingungan antara ingin mendahulukan jawaban atau perbuatan, pria itu malah mengatakan hal yang tak pernah saya duga akan dilontarkannya:”Sudah nggak apa-apa, pak. Dia belajar. Biarin aja…

Jadi, karena saya memegang buku kertas, saya dianggapnya sedang belajar. Apapun buku itu, tampaknya sama saja asumsinya: belajar. Terlintas dalam pikiran saya, apakah ia berkata demikian karena penampilan saya juga yang lebih mirip anak sekolah dari les atau anak kuliah dari rumah teman untuk belajar kelompok untuk mengerjakan makalah?

Dasar saya sudah capek dan tidak ingin berdiri membawa tas punggung yang berat, saya pun meletakkan kembali bokong ini ke kursi. Sedikit bersorak dalam hati, saya akui. Bukan karena saya tidak ingin menolongnya untuk duduk, tetapi karena meskipun pria itu lebih tua, ia masih terlihat sehat, tegap berdiri dan tidak sedang membawa beban berat di tangan dan tubuhnya. Sementara saya baru berolahraga dan lelah dan lapar dan membawa beban di punggung (pakaian kotor dan laptop).

Anyway

Karena ucapan si bapak itu, saya menjadi bertanya dalam hati karena ia sepertinya tidak bisa membedakan kumpulan kertas seukuran apa yang biasanya adalah buku teks pelajaran sekolah dan mana yang ukuran lazim sebuah novel atau karya fiksi.

Tetapi mungkin begitulah kesan jika Anda membawa buku dan membacanya di dalam kendaraan umum. Kemungkinan besar Anda pasti dikira seorang siswa sekolah atau mahasiswa yang sedang mempersiapkan diri menuju ujian penting. Dosen atau guru? Kecil kemungkinan. Kan mereka sudah mengajar. Pastinya sudah lebih pintar jadi kenapa mesti baca di mana-mana sampai di kendaraan umum juga? Begitu mungkin logika kebanyakan orang.

Membawa dan membaca buku di dalam kendaraan umum memang seharusnya jangan dijadikan kedok untuk mempertahankan tempat duduk. Tetapi setidaknya itulah bonus yang pantas didapatkan para kutu buku yang lelah. (*/)

Published by

akhlis

Writer & yogi

2 thoughts on “Dia Lagi Belajar. Biarin Aja…”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.