Samsung Health: Cara Asyik Makin Bugar dengan Ponsel Samsungmu

intro_ss

Jujur saja tulisan ini BUKAN pesanan dari pihak produsen. Cuma ulasan apa adanya dari pengalaman pribadi saya sendiri dalam memakai fitur-fitur di aplikasi bawaan di ponsel cerdas Samsung A6 yang saya miliki. Menurut saya, aplikasi bawaan di ponsel ini meski tanpa dipakai dengan arloji pintar (smartwatch) pun sudah cukup berguna bagi saya. Apalagi jika dipakai dengan gawai pasangannya. Tetapi sekali lagi, hal itu tidak wajib sebab dengan memanfaatkan aplikasi bawaan ini di ponsel Samsung kita saja, sudah banyak manfaat yang bisa dituai.

Pertama-tama, mungkin banyak orang yang tidak tahu bahwa ponsel mereka sudah secara default memiliki aplikasi ini. Dengan kata lain, aplikasi Samsung Health ini sudah terpasang secara sendirinya di ponsel begitu kita membeli ponsel baru Samsung. Entah apakah aplikasi ini hanya terbatas pada seri A keluaran terkini saja atau ada di seri lainnya, saya belum tahu persis.

Aplikasi Samsung Health ini bisa dipakai oleh setiap orang dengan beragam tingkat kebugaran. Baik bagi mereka yang baru berniat memulai gaya hidup sehat dan aktif sampai para atlet yang sudah terbiasa berolahraga hampir tiap hari (kecuali hari istirahat).

Untuk Anda yang baru memulai, saya sarankan coba hitung langkah kaki dengan Samsung Health karena jalan kaki ialah jenis olahraga paling dasar dan mudah (kecuali Anda sudah memiliki keterbatasan fisik yang membuat berjalan susah). Jika jalan kaki terlalu ringan, coba jalan cepat (brisk walking) dan jika itu pun masih belum banyak berkeringat dan Anda mau meningkatkan intensitas, maka berlari dengan pelan dan teratur (jogging). Bila masih belum juga merasa tertantang, cobalah sprint atau lari cepat sehingga denyut nadi lebih kencang jadinya.

Selain mengukur jumlah langkah, Anda bisa menetapkan target jumlah langkah harian. Saya misalnya menetapkan target saya 6000 langkah per hari. Ini termasuk naik turun tangga pula. Bahkan loncat pun terhitung. Intinya, kaki kita bergerak dan ponsel yang kita pegang, kantongi atau bawa di tas sudah diatur untuk menghitung. Ponsel telah dirancang untuk peka pada gerakan sehingga saban ada guncangan ritmis saat ia dibawa, secara otomatis ia mencatat sebagai langkah kaki. Hanya saja, Anda kadang naik kendaraan bermotor dan guncangan itu pun dihitung. Jadi, supaya lebih akurat hasilnya, atur agar aplikasi tidak menghitung langkah dulu saat Anda naik kendaraan bermotor. Baru saat turun kendaraan, Anda atur lagi agar aplikasi bisa menghitung langkah. Agak repot memang tapi mau bagaimana lagi karena ponsel tak bisa membedakan guncangan akibat jalan kaki atau dudk di dalam mobil yang bergerak. Hasil pengukuran jumlah langkah akan disertai dengan jumlah kalori yang dibakar dan juga jarak yang ditempuh dalam kilometer. Menarik, bukan?

Bosan jalan kaki? Butuh ide latihan fisik lain agar Anda lebih bersemangat? Coba beragam jenis latihan fisik di repertoire Samsung Health. Klik di “Exercise” dan Anda akan temukan banyak jenis latihan fisik yang lazim dilakukan orang seperti Lateral Raises, Front Raises, sampai yang tidak lazim seperti Alpine Skiing, Archery, Canoeing, bahkan Hula-hooping. Lucu kan? Kalau Anda tinggal di alam bebas, mungkin itu semua bisa dilakukan tapi kalau tinggal di kawasan permukiman padat penduduk, tentu cuma angan-angan. Tapi tak masalah, Anda lakukan saja yang bisa dilakukan. Itulah intinya berolahraga yang sukses. Tidak cuma buat target dan akhirnya omong kosong. Do what you can do.

Semua waktu yang Anda isi dengan berjalan kaki, jogging atau lari, atau berolahraga semua itu, akan diakumulasikan secara harian ke dalam “Active Time”. Di tab “Track”, Anda akan bisa melacak pencapaian di hari yang sedang dijalani, sedang di tab “Trends” Anda akan disajikan dengan catatan/ riwayat waktu aktif Anda selama menggunakan ini. Turut diukur di dalamnya ialah taksiran jumlah kalori yang dihabiskan untuk melakukan seluruh aktivitas fisik tadi (tentunya jangan mengharapkan akurasi dan presisi) dan perkiraan jarak tempuh.

Di samping semua pencatatan kegiatan fisik tadi, Anda juga bisa mencatat asupan harian (sekaligus estimasi jumlah kalori yang masuk ke tubuh), jumlah jam tidur setiap malam, berat badan, jumlah air putih yang diminum dalam ukuran gelas, manajemen berat badan, asupan kafein, glukosa darah, tekanan darah.

Jika masih ingin memaksimalkan aplikasi ini, Anda bisa memilih salah satu dari sejumlah program yang dirancang untuk mencapai tingkat kebugaran atau kondisi fisik tertentu. Untuk menemukannya, Anda bisa tap “Manage Items” => “Find More Programs”. Dan untuk memasang aplikasi kesehatan lainnya (dari penghitung kalori sampai pengukur jarak lari), Anda bisa ke “Find More Apps”. Anda akan digiring ke Google Play untuk memasang aplikasi yang Anda inginkan.

Untuk mengingatkan pengguna ponsel supaya menjaga gaya hidup aktif, aplikasi Samsung Health akan mengeluarkan pemberitahuan saban pagi yang dinamai “Daily Briefing”. Fungsinya untuk memberikan ulasan atas pencapaian kemarin dan mengingatkan target waktu aktif harian. Untuk lebih memacu semangat, pengguna juga akan disajikan dengan riwayat waktu aktif selama minggu sebelumnya. Dengan demikian, mereka akn terpacu untuk setidaknya memelihara pencapaian yang telah dibuat dan kalau bisa melebihinya dan menstabilkan itu agar terus konsisten dan menjadi kebiasaan dan cara hidup.

Saya misalnya menetapkan target untuk aktif secara fisik 60 menit setiap hari, berjalan 7000 langkah sehari. Ada kalanya saya sangat jauh melampaui target karena kebetulan saya sedang dalam suasana hati yang mendukung untuk berolahraga dan kadang jika hari sedang mendung dan cuaca dingin dan hujan deras, target itu menjadi tak tercapai.

Selain tab “Home”, ada tab “Together” yang membuat olahraga dan gaya hidup sehat ini menjadi lebih mengasyikkan karena bersifat sosial. Pencapaian Anda akan dibandingkan dengan rerata dalam kelompok pengguna aplikasi Samsung Health. Misalnya saya melangkah dalam sehari lebih banyak dari rata-rata langkah harian pengguna Samsung Health lainnya. Untuk kelompok usia, saya masuk di bawah rata-rata.

Samsung dengan cerdas menggabungkan gamifikasi untuk mendorong pengguna ponselnya berolahraga dengan memberikan tantangan global pada pengguna Samsung health setiap bulannya. Misalnya mereka akan ditawari untuk mengikuti tantangan Igloo yang bertujuan mendorong kita berjalan kaki sebanyak 150.000 langkah dalam dua hari! Sangat ambisius. Dan uniknya ada sistem ranking di sini sehingga bagi mereka yang kompetitif, hal ini cukup menantang. Sebetulnya akan menarik bila kita bisa berinteraksi dengan sesama pengguna Samsung Health di belahan bumi lain tetapi karena entah kenapa, saya tidak bisa menemukan teman di sini. Saya harus mengirimkan ajakan dulu pada teman-teman yang ada di kontak saya untuk menggunakan Samsung Health, barulah kami bisa berkompetisi di Samsung Health.

Bagi saya aplikasi ini cukup bagus dan patut diapresiasi, meskipun kelemahannya menurut saya adalah akurasinya. Jarak langkah setiap orang menurut saya berbeda-beda sehingga akumulasi jarak langkah pun juga nantinya berbeda-beda. Akan tetapi, untuk sebuah aplikasi digital yang bertujuan untuk mendorong pengguna agar lebih banyak bergerak dibandingkan duduk memelototi layar ponsel, aplikasi ini hemat saya relatif efektif. Cuma, Samsung perlu mempublikasikannya lebih luas agar lebih banyak orang tertarik.  (*/)

Sekresi Seperempat Mati

Pernah tidak kamu bertanya ke petugas kondektur dan sopir bus transjakarta begini:”Pak/ mbak/ mas, kalau situ mau buang air, solusinya gimana?”

Saya belum pernah bisa mengumpulkan keberanian untuk melontarkan pertanyaan yang terkulum di lidah selama beberapa lama ini.

Pertanyaan ini wajar saja karena selama sejarah saya menaiki bus TJ, tidak pernah saya menemukan seorang petugas yang berdiri membungkuk dan memegang-megang pinggang sambil berteriak histeris:”Brentiiii pirrr, aye mo berakkk/ kencinggg!!!”

Padahal kondisi dalam banyak bus TJ tergolong dalam kategori dingin yang tidak wajar. Pendingin udaranya dengan ganas merambah seluruh bagian tubuh sampai merasuk ke sumsum tulang dan membuat kandung kemih keluberan air seni. Kalau tak terbendung lagi, ambrollah katup-katup pertahanan dan harga diri.

Urusan air seni sering membuat perjalanan menjadi agak kurang nyaman. Pernah suatu ketika saya naik taksi bersama rekan kerja ke sebuah hotel di Jakarta Utara untuk meliput sebuah acara seminar. Perjalanan darat yang cuma belasan kilometer dari kantor itu berujung petaka. Begitu taksi masuk ke jalan Gunung Sahari, lalin berubah super seret bak nasi aking yang ditelan secara paksa di tenggorokan kering. Kejengkelan karena terlambat sampai lokasi acara makin memuncak tatkala air di perut ingin keluar segera. Ditahan, semenit, dua menit. Bisa. Berpura-pura normal, masih bisa. Begitu memasuki menit ke 10, 20, 30, akhirnya pertahanan mulai luruh. Kecemasan karena tak sampai ke lokasi berubah menjadi kecemasan karena tak kunjung menemukan toilet. Tapi karena tidak realistis untuk menemukan toilet yang bisa dimasuki di tengah permukiman dan perkantoran padat, saya terpaksa menurunkan standar sampai ke pepohonan besar atau semak-semak. Di sini, saya merasa amat beruntung terlahir sebagai seorang laki-laki di masyarakat patriarki. Buang air kecil dan besar tak wajib di toilet, apalagi di kondisi darurat. Saya putuskan segera mengumumkan pada rekan kerja saya dan sopir taksi bahwa saya harus memenuhi ‘panggilan alam’dan segera menggunakan hak prerogatif sebagai pria untuk berdiri menghadap pohon dengan risleting celana terbuka. Begitu taksi tersendat dan di samping ada pohon besar, saya bergegas membuka pintu taksi dengan beringas, dan berdiri dengan khusyuk menghadap pohon tadi sembari berdoa agar taksi itu tak begitu cepat melaju menjauh. Menghembuskan napas lega yang panjang, saya segera menutup apa yang harus ditutup lalu membayangkan diri saya sebagai sprinter kaliber dunia Usain Bolt yang melayang dengan kayuhan kedua kaki jenjangnya ke depan mengejar taksi. “Fiuh, masalah sudah teratasi!” Senyum saya ke rekan kerja yang kebetulan perempuan. Saya mendengar dengusan irinya. Saya menatap ke depan. Lega dan jumawa.

Masih soal buang air di tengah perjalanan, saya pikir orang-orang yang bekerja jauh dari kantor mereka di Jakarta dan sekitarnya pasti sedikit banyak tahu rasanya menahan berak atau kencing sampai rasanya ingin memaki-maki seluruh orang di sepanjang jalan. Saya duga orang yang suka memencet klakson dengan gila-gilaan adalah mereka yang tergopoh-gopoh hendak ke rumah untuk melepas hajat.

Untuk mengatasi hal ini, ternyata ada orang yang dengan cerdas merancang sebuah produk yang cukup berfaedah untuk membuang air di tengah perjalanan. Foto produknya ada di atas. Saya sendiri cukup terkejut ada produk seperti itu yang diiklankan secara terang-terangan di situs belanja online di penghujung tahun lalu.

Alatnya sendiri cukup sederhana konsepnya. Tidak ada yang baru. Saya sendiri juga sudah pernah menggunakan botol air mineral untuk menampung air seni. Tapi memang bedanya, yang ini lebih ‘pas’ sehingga risiko tumpah (bayangkan saja) saat buang hajat akan minimal. Sayangnya, lagi-lagi ini pispot yang sepertinya cuma bisa dipakai oleh kaum Adam. Dan tetap saja, Anda mesti memastikan supaya air buangan mengalir sempurna ke dalam botol, bukannya tumpah ke celana. Dan ini sungguh sangat sulit apalagi jika ada di posisi duduk di mobil. Dan yang terpenting, alat ini cuma bisa dipakai saat pemakainya sendirian untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, atau jika ada orang lain di mobil itu, harus meminta izin agar tidak timbul kecanggungan dan ketidaknyamanan dalam hubungan selanjutnya. Menggunakan alat ini tatkala di mobil yang sama-sama ditumpangi pria mungkin bukan kendala. Tinggal buka resleting, cari posisi, alirkan. Lain halnya jika bersama dengan kenalan atau teman wanita. Saya yakin Anda akan mengangguk antusias, mengamini saya.

Saran saya untuk memperbaiki kinerja alat ini ialah dengan membuat botol penampung berdiri tegak lurus, bukan miring seperti yang ada di foto di atas. Karena jika miring, lalu tumpah ke celana, tamat riwayat kita.

Untuk itulah kenapa kaum Hawa sangat perlu untuk tinggal di dekat tempat kerja mereka. Supaya tidak seperti teman saya, yang saban hari bolak-balik ke tempat tinggalnya di pinggiran Jakarta hanya untuk menumpang tidur dan pagi buta kembali ke kantor. Dan sialnya karena jalur kantor dan rumah adalah jalur neraka yang dilewati proyek pembangunan infrastruktur transportasi massal Jakarta, ia pun kerap terjebak macet. Dan seperti jutaan orang yang terjebak macet di Jakarta, ia harus menahan kencing. Dan karena ia perempuan Indonesia yang beradab dan risih buang air di toilet umum (apalagi di semak-semak atau pepohonan pinggir jalan), tentu tak bisa ia sembarang jongkok dan melampiaskan ‘panggilan alam’.  Alhasil, ia divonis dokter terkena radang saluran kemih. Yah, ia menyerah kalah dengan lalu lintas Jakarta dengan menyewa sebuah kamar kos mahal di dekat kantor. Kini ia cuma pulang sepekan sekali atau saat ada keperluan mendesak saja. (*/)

BumbleBee: Oke Tapi Klise (Reviu Ala-ala)

Jujur, saya sebelumnya tidak tahu apa itu film “Transformers”. Saya cuma pernah dengar dari – sebut saja – Fisco, seorang anak laki-laki yang menjadi murid les bahasa Inggris saya. Disuruh mengerjakan ini itu, susah sekali. Kalau sekalipun bisa konsentrasi, sebentar sebentar ia meracau,”Seru banget film Transformers. Jagoanku Optimus Prime…” Dan ia berlanjut mengoceh soal beragam nama karakter lain yang saya bahkan tidak ingat lagi.

Baru pada kesempatan bulan ini, saya bisa menonton film yang termasuk dalam seri Transformers yang menurut banyak orang termasuk fenomenal.

Usut punya usut, serial Transformers sudah pernah diputar di RCTI pada tahun 1990-an. Sehingga namanya seharusnya sudah lumayan familiar. Tapi setelah sekian lama, agaknya saya sudah lupa.

“The best transformers movie ever…” – Scott Mantz/ Collider

Karena saya belum pernah menonton seri sebelumnya, saya tidak bisa menyanggah atau mengiyakan klaim di atas, tetapi setelah menonton, saya patut memberikan 8 bintang dari 10 untuk film ini.

Tak peduli apapun pernyataan para ‘media moguls’ atau endorser itu, menurut saya film ini cukup bagus menggabungkan antara dunia fiksi dan nyata. Robot-robot hasil imajinasi dan kerja keras efek visual itu digabungkan dengan apik bersama kehidupan manusia.

Akting Hailee Steinfeld sebagai Charlie Watson terbilang tidak mengecewakan. Pilihan yang tepat memang.

Tetapi yang paling mengesankan di sini menurut saya ialah ketangguhan BumbleBee yang digambarkan sutradara Travis Knight sebagai robot dengan nama kode B-127 dan berwarna kuning. Diburu dibanting, dicekik, ditembaki, jatuh berguling-guling, dirusak memorinya, suaranya dibuat hilang oleh musuh tetapi tetap saja bisa bertahan. Karena ini film fiksi ilmiah (science fiction), saya jadi bertanya dari mana semua energi robot itu berasal? Kok tidak ada habisnya?

Sebuah film paling diingat jika tidak cuma mengandung unsur fisik tetapi juga emosi. Nah, di sini film satu ini patut diacungi jempol. Dengan memanfaatkan latar belakang Charlie yang sedang puber dan baru setahun kehilangan ayahnya dan merasa amat kesepian dan tidak tahu bagaimana hidupnya akan berlanjut, film ini menunjukkan bagaimana robot yang notabene makhluk mati tanpa perasaan juga bisa membangun ikatan emosional dengan manusia. Adegan-adegan saat BumbleBee dilatih oleh Charlie layaknya seekor anjing peliharaan menurut saya agak terlihat konyol. Bagaimana bisa robot dilatih seperti binatang? Tetapi kemudian mengingat robot ini dikatakan dari planet yang lebih maju dari bumi kita, dugaan saya mereka memiliki sistem Artificial Intelligence yang lebih canggih juga.

Dari ulasan Chris Stuckmann di YouTube, film ini dikritik karena memiliki banyak kesamaan alur dengan film ET (Extra Terrestrial) yang juga pernah populer. Keduanya sama-sama menceritakan seorang remaja yang sedang dalam masa pemberontakan kemudian tanpa sengaja bertemu dengan makhluk asing dari galaksi atau planet lain dan mereka pun berteman dan melakukan banyak hal-hal ajaib. Lalu semua pertemanan itu runtuh begitu ada pihak orang tua dan masyarakat mengetahui pertemanan yang tak lazim itu. Konflik pun tercipta. Lalu akhirnya makhluk asing itu harus direlakan untuk kembali ke tempat asalnya. Untuk aspek plot ini, saya memang akui agak klise. Tidak ada unsur kejutan. Predictable, intinya.

Beberapa detail cerita yang agak tidak masuk akal yang saya temukan ialah bagaimana Charlie bisa memiliki keahlian otomotif yang sedemikian baik sehingga ia bisa memperbaiki BumbleBee yang mangkrak di garasi sebuah toko mobil bekas? Dan yang paling ‘mengganggu’ logika ialah jari-jemari lentik Charlie yang tetap resik meskipun ia baru memperbaiki BumbleBee. Apakah ia memakai sarung tangan saat memperbaiki BumbleBee?

Karena diluncurkan saat Natal dan Liburan Tahun Baru 2019, saya pikir film ini cocok untuk ditonton sebagai film keluarga karena memang tidak ada adegan-adegan seronok yang patut dihindari penonton di bawah usia 17 tahun. Kalaupun ada adegan telanjang hanyalah adegan saat Memo (diperankan Jorge Lendeborg Jr.), sahabat Charlie, melepas kaosnya saat berkendara dan saat Tripp (diperankan Rocardo Hoyos) melepas kaosnya juga dua kali saat tertabrak Charlie yang membawa makanan dan saat ia terjun ke pantai dari tebing. Selebihnya, film ini ‘bersih’. Bahkan adegan nyaris ciuman antara Memo dan Charlie pun digambarkan dengan agak kikuk karena Charlie menampik dan Memo menjadi salah tingkah.

Yang tak kalah menarik perhatian ialah akting pegulat John Cena yang memerankan karakter Agent Burns. Lumayan bagus juga. Ia digambarkan sebagai pribadi yang penuh kewaspadaan dan bisa menghargai perjuangan sesama prajurit, terbukti dari apresiasinya terhadap perjuangan BumbleBee di akhir film. Ia menjadi penyeimbang bagi karakter Dr. Powell yang lebih mudah terperdaya oleh robot Shatter dan Dropkick yang memburu BumbleBee sampai ke bumi. (*/foto: Variety.com)

Begini Cara Jadi Pemilih Cerdas dan Bersih di 2019

person dropping paper on box
Photo by Element5 Digital on Pexels.com

Selamat datang di tahun 2019!

Tahun politik yang begitu gegap gempita di Indonesia. April nanti kita semua akan merayakan pesta demokrasi yang menyedot perhatian dunia. Apakah Joko Widodo akan bertahta kembali atau akan ditumbangkan oleh Prabowo? Pertarungan sengit mungkin akan terjadi kembali.

Tetapi di samping semua kericuhan politik itu, kita juga akan dihadapkan pada pemilu legislatif yang rencananya akan digelar tanggal 17 April 2019 juga, bersamaan dengan pemilihan presiden. Taktik menghemat biaya? Mungkin juga.

Yang menarik ialah ada banyak parpol yang mengajukan calon legislatif yang memiliki rekam jejak ternoda sebagai pesakitan kasus korupsi di masa lalu mereka. Hal ini memang sempat menjadi polemik beberapa waktu lalu, perihal etis tidaknya seorang bekas tahanan korupsi mencalonkan diri sebagai anggota legislatif negeri ini.

Kalau Anda bertanya pada saya, tentu ini sebuah fenomena yang memprihatinkan. Entah kenapa bisa diloloskan peraturan semacam ini di negeri kita. Apakah kita begitu kekurangan manusia yang bisa dijadikan caleg sampai harus menerima kembali orang-orang yang sudah jelas terbukti secara meyakinkan di depan hukum bahwa mereka melakukan sebuah tindakan yang merugikan orang banyak dan melanggar hukum? Jelas ada diskriminasi. Bayangkan saja Anda rakyat jelata yang ingin melamar pekerjaan dan Anda diwajibkan menyertakan SKCK (Surat Keterangan Catatan Kepolisian yang sebelumnya disebut Surat Keterangan Kelakuan Baik). Jika rakyat yang mantan napi saja harus mengalami kesulitan mendapatkan pekerjaan di sektor formal, ini kita malah memberikan celah bagi mantan napi yang dari golongan elit untuk kembali ke jajaran atas lagi! Sangat memprihatinkan.

Karena itu saya ingin menuliskan ini sebagai bentuk keprihatinan mendalam pada lolosnya mantan-mantan koruptor ini.

Mengutip dari laporan Kompas.com, ternyata dari 16 parpol peserta pemilu 2019, hanya 3 yang menyodorkan para caleg yang memiliki rekam jejak bersih dari tindak korupsi. Partai-partai ini ialah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), dan PSI (Partai Solidaritas Indonesia).

Berikut ini adalah daftar partai politik yang kekurangan kader bersih karena masih saja mengajukan para caleg yang mantan koruptor (sumber:Kompas.com). Menurut Tribunnews.com, jumlah total caleg korup ini ada 38 orang dan tersebar di DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota juga.

 

Partai Gerindra

Mohamad Taufik, dapil DKI Jakarta 3

Herry Jones Kere, dapil Sulawesi Utara

Husen Kausaha, dapil Maluku Utara

Alhajad Syahyan, dapil Tanggamus

Ferizal, dapil Belitung Timur

Mirhammuddin, dapil Belitung Timur

 

PDI-P

Idrus Tadji, dapil Poso 4

 

Partai Golkar

Hamid Usman, dapil Maluku Utara 3

Heri Baelanu, dapil Pandeglang

Dede Widarso, dapil Pandeglang

Saiful T Lami, dapil Tojo Una-Una

 

Partai Nasdem

Abu Bakar, dapil Rejang Lebong 4

Edi Ansori, dapil Rejang Lebong 3

 

Partai Garuda

Julius Dakhi, dapil Nias Selatan

Ariston Moho, dapil Nias Selatan

 

Partai Berkarya

Meike Nangka, dapil Sulawesi Utara 2

Arief Armaiyn, dapil Maluku Utara 2

Yohanes Marinus Kota, dapil Ende 1

Andi Muttamar Mattotorang, dapil Bulukumba 3

 

PKS

Maksum DG Mannassa, dapil Mamuju 2

 

Partai Perindo

Samuel Buntuang, dapil Gorontalo 6

Zukfikri, dapil Pagar Alam 2

 

PAN

Abd Fattah, dapil Jambi 2

Masri, dapil Belitung Timur 2

Muhammad Afrizal, dapil Lingga 3

Bahri Syamsu Arief, dapil Cilegon 2

 

Partai Hanura

Midasir, dapil Jawa Tengah 4

Welhelmus Tahalele, dapil Maluku Utara 3

Ahmad Ibrahim, dapil Maluku Utara 3

Warsit, dapil Blora 3

Moh Nur Hasan, dapil Rembang 4

Partai Demokrat

Jones Khan, dapil Pagar Alam 1

Jhony Husban, dapil Cilegon 1

Syamsudin, dapil Lombok Tengah

Darmawaty Dareho, dapil Manado 4

 

PBB

Nasrullah Hamka, dapil Jambi 1

PKPI

Matius Tungka, dapil Poso 3

Joni Cornelius Tondok, dapil Toraja Utara

 

Bisakah mengenali koruptor?

Nah, saya menemukan temuan sebuah studi yang mengatakan bahwa sebenarnya kita bisa memprediksi apakah seorang politisi jujur dan bersih atau korup hanya dengan memandang foto mereka. Semudah itukah???

Tim peneliti di balik studi yang dilakukan California Institute of Technology dan hasilnya dipublikasikan pada 12 September 2018 itu menyatakan bahwa subjek penelitian dapat membedakan politisi jujur dari yang kotor dengan hanya melihat potret mereka.

Bagaimana kita bisa mendeteksi kejujuran seorang politisi dengan hanya memandang wajahnya?

Begini penjelasannya: Saat subjek penelitian diperlihatkan sejumlah foto yang memuat wajah politisi yang tidak mereka kenal sebelumnya, mereka justru bisa memberikan penilaian yang lebih baik mengenai bersih tidaknya si politisi. Subjek dapat membuat perkiraan ini bahkan tanpa tahu apapun mengenai karier sang politisi. Dan yang menarik, para politisi itu makin bisa diendus keculasannya jika wajah mereka makin lebar.

Yang dimaksud lebar di sini adalah rasio tinggi dan lebarnya wajah. Lebar wajah memang di stdui lain sebelumnya dikaitkan dengan perilaku agresif pada kaum laki-laki. Dengan kata lain, pria yang memiliki wajah lebih lebar memiliki kecenderungan untuk bersikap agresif dan intimidatif dibandingkan para pria yang memiliki wajah yang lebih sempit/ tirus. Studi lain juga menunjukkan bahwa ada persepsi bahwa pria yang berwajah lebar dianggap sebagai ancaman daripada mereka yang lebih tirus.

Kesan pertama ini rupanya berguna sekali dalam mengasah intuisi kita dalam mengenali koruptor. Mungkin sulit dipahami mengapa ini bisa terjadi tetapi menurut Chujun Lin (mahasiswa Caltech sekaligus salah satu anggota tim penelitian) tidak diragukan lagi bahwa manusia membentuk kesan pertama dari wajah seseorang. Itulah mengapa situs media sosial menggunakan foto profil sebagai pengenal. Namun, tentu saja tidak semua orang yang memiliki wajah yang lebar pasti korup.

Dari situ kemudian saya mencoba mengkritisi bahwa meskipun temuan ini bisa dikatakan ilmiah, masalahnya ada unsur subjektivitas di sini juga, yang pastinya tidak bisa memprediksi secara akurat apakah seseorang memang korup atau bersih.

Sehingga kalau mau benar-benar objektif, kita bisa menggunakan tren teknologi terkini, yakni Artificial Intelligence (AI) sebagai instrumen peramal korupsi. Dari sebuah hasil riset yang dilaksanakan tim peneliti dari University of Valladolid (Spanyol), diketahui bahwa sekarang telah berhasil dibuat sebuah model komputer berdasarkan pada jaringan syaraf yang memberikan prakiraan mengenai lokasi tempat ditemukannya kasus-kasus korupsi plus informasi kondisi yang memungkinkan hal itu terjadi. Sistem pemberi peringatan ini mengkonfirmasi bahwa probabilitas tersebut akan meningkat saat partai politik yang sama duduk di pemerintahan lebih lama.

Cara lain untuk memerangi korupsi di negeri ini ialah dengan memberdayakan para politisi perempuan. Pernyataan ini bukan semata-mata hipotesis tanpa dasar tetapi sudah ditegaskan oleh temuan sebuah studi ilmiah dari Virginia Tech yang dipublikasikan tahun 2018. Studi yang dilakukan oleh peneliti Chandan Jha dari Le Moyne College dan Sudipta Sarangi dari Virginia Tech ini menyatakan bahwa dari analisis lintas negara yang meliputi lebih dari 125 negara, diketahui bahwa korupsi lebih rendah di negara-negara yang komposisi DPR-nya memiliki lebih banyak anggota perempuan. Ini mungkin bisa menjadi alasan untuk memilih para politisi perempuan yang bersih agar bisa masuk menjadi bagian badan legislatif kita. Jadi, agar bisa mewujudkan Indonesia yang lebih bersih, cobalah memilih caleg perempuan yang memiliki rekam jejak bersih pula. (*/)

Referensi:

https://www.sciencedaily.com/releases/2018/09/180912144411.htm

https://news.detik.com/berita/4221480/ini-38-eks-koruptor-yang-masuk-daftar-caleg-2019

https://nasional.kompas.com/read/2018/09/21/18175041/infografik-daftar-41-caleg-eks-koruptor-yang-ikuti-pileg-2019

Sumber foto:

Kompas.com (Foto Moh. Taufik)

KlikNews.net (Foto Herry Johny Kereh)

Tribunnews.com (Foto kolase caleg)