Pemijat Izin Curhat

man lying on bed
Pemijat sering bungkam. Sekali buka mulut, langsung nggak bisa berhenti. (Foto oleh Pexels.com)

“Sekarang mau pakai aplikasi ini harus setuju aturan baru ya, pak?”

“Oh iya. Hari ini ya mulainya?”

“Iya, saya tadi pas order dapet gituan.”

“Ya habis ada dua kasus dugaan perkosaan itu di Batam dan Bandung, pak. Semua terapis disuruh datang ke kantor.”

“Oh…” [Keenakan menikmati pijatan]

“Disuruh tandatangan di atas materai.”

“Oh…” [Enak bego]

“Sebagai bukti nggak akan kasih servis yang ‘plus-plus’.”

“Oh…” [Masa bodo]

“Sekarang aja jam 10 nggak bisa.”

“Jam 10 malem???”

“Iya, jam 10 malem udah tutup. Nggak bisa order lagi.”

“Ya harusnya sih.”

“Tadinya jam 12 malem. Sekarang mundur lagi jam 10.”

“Uhm…”

“Sekarang lagi pada meeting. Semua terapis di beberapa area ada yang mau jam 12 tutup, ada yang maunya jam 10.”

“Tergantung kesepakatan?”

“Iya.”

“Itu yang dilaporkan cewek? Eh?”

“Kastamernya [sic] cowok, terapisnya cewek.”

“Owh..”

“Terapisnya ngaku diperkosa tapi kata kastemer pas dipanggil mau sama mau.”

“Uhmm…waduh…”

“Kadang ada terapis yang bandel juga sih, pak.”

“Iya sih.”

“Kalau kayak gini kan yang nggak ikut-ikutan jadi kebawa-bawa.”

“Kalau masnya sendiri selama ini nggak aneh-aneh gitu kan yaaa?”

“Ehm, kalau laki-laki ada…” [tersipu-sipu]

“Oh…oke.” [tersentak, lalu rileks lagi]

“Maksudnya, tanda kutip ‘mintak’ gitu, pak.” [memelankan pijatan]

“Uhh….”

“Cuman saya udah nggak heran sih. Ceritanya kan, kalau kita bilang nggak bisa dan ngomongnya sopan kan nggak mungkin kastemernya memaksa kan ya, pak?”

“Oh gitu…”

“Kastemer perempuan juga ada.”

“Eh?”

“Kalau yang kejadian di Batam sama Bandung itu, nggak mungkin juga kalau tamu sampai berlebihan begitu. Mungkin kastemernya menyambut karena si terapis juga ..”

“Membuka diri?”

“Ngasih lampu kuning…”

“….? Kok kuning.”

“Dia juga ngasih tarifnya lebih ke kastemer. Sementara si kastemer nggak mau rugi. Ya kalau pijat biasa dilebihin sedikit mah wajar. Kalau kebanyakan, jadi tanda tanya.”

“Mungkin kastemernya mintanya kebanyakan jadi terapisnya nggak rela gitu?”

“Mungkin aja karena merasa kurang begitu kelar. Nah, kastemernya ambil kesempatan,’Nih terapis kayaknya mau.’ Cuma bayaran aja yang kurang jadi dipaksa. kalau feeling saya gitu. Jadinya pengaduannya gitu.”

“Wadu, puyeng…”

“Ya kalo terapisnya bilang,’Maaf pak, nggak bisa.’, kan nggak mungkinlah tamu sampai segila itu.”

“Biasanya sih harusnya rikuh ya kalau sudah ditolak dengan sopan.”

“Iya.”

“Kasusnya sudah sampai meja hijau atau gimana?”
“Sudah di polisi tapi masalahnya kekurangan saksi. Peristiwanya di dalem kamar. Tetangga nggak denger. Tapi terapisnya ngaku sudah teriak-teriak. Saksinya kurang banget. Alhasil, sampe sekarang nggantung.”

“Owhh…”

“Kecuali dia punya rekaman gitu ya, pak.”

“Uhmmmm….”

“Kastemer laki-laki juga ada yang…,’Mas, bisa nggak ngocokin saya?’ Sambil narik-narik kita kan gimana ya…”

“Ugh…”

“Ada yang orangnya super gokil ada juga. Saya udah bilang nggak bisa, eh dia yang ngocok sendiri. Itu ada juga.” [Menghela napas]

“Ohh….”

“Cuman abis itu kita tandain lah, kalao masuk ordernya lagi jangan diambil.”

“Bisa dilaporin kan pak bukannya kalau ada kastemer kayak gitu?”

“Bisa pak. Tapi kalau nggak sampai parah banget, misalnya saya sampai dipaksa, nggak bakal saya laporin juga.”

“Soalnya saya pernah diceritain terapis cowok juga, dia sampe dipaksa, bajunya sampe dibredel. Kan ngeri pak.”

“Pernah juga yang dipijit bapak-bapak, sepanjang dipijit ngobrolnya topik seks melulu. Seminggu berapa kali gituan, gayanya gimana… Cuman saya jawab ala kadar lah. Tapi masih untung cuman ngobrol. Untung saya orangnya masih toleran. Asal dia tangannya nggak megang-megang ke mana, saya sih nggak masalah. Ada yang pas dipijit, kamarnya digelapin. Terus tangannya ke arah saya, saya tepis terus. ‘Pak maaf ya…'”

“Waduh…”

“Ya namanya orang beda-beda pak ya.”

“Iya…”

“Kalau ada terapis yang nawarin macem-macem juga bisa dilaporin, pak. Pijat kejantanan lah,  vitalitas lah…”

“Oh gitu.”

“Plus terapis yang membuat kastemer trauma. Membuat kastemer yang nggak pernah dikasih layanan gituan jadi risih dan nggak mau order terapis laki-laki lagi. Akhirnya yang rame orderannya terapis cewek terus. Kan terapis laki-laki yang kerjanya mau yang bener dan lurus kayak saya bisa rugi.”

“Ho’oh…”

“Pernah juga dapet kastemer yang meski sudah punya istri tapi malah nawarin istrinya ke saya. ‘Mas, mau nggak gituin istri saya?’ Lhah!”

“Wow!”

“Perempuan juga ada tuh. Kerja kantoran gitu, umur 35 tapi belum nikah. Wah, awalnya malu-malu. Lama-lama dibuka semua pakaiannya, pakkk! Saya napasnya ngos-ngosan.”

“Kenapa ngos-ngosan???”

“Ya bingung. Mau konsen mijit apa….”

“Ohhh….No!”

(Tamat)

 

Published by

akhlis

Writer & yogi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.