
Turun dari ojek online yang saya tumpangi sore ini, saya terkejut.
Bukan karena saya menyaksikan pengemudi saya sedang menabrak sesuatu di depan kami. Ia mengendara dengan baik dan tertib. ia juga mengantarkan saya tepat di depan tempat tinggal saya.
Hanya saja, di depan kami ada seorang pria tinggi besar.
Bukan karena perawakannya yang demikian tetapi lebih karena barang bawaannya.
Barang bawaannya ini sangat menjulang. Bahkan sampai melampaui ubun-ubun kepalanya yang ditutupi oleh topi berwarna biru tua.
Sementara itu, barang bawaan di tas punggung besar tadi juga berwarna biru tua dan tampaknya sebuah kamera.
Kamera untuk apa?
Nah, karena penasaran saya terus ikuti gerak gerik pria itu hingga di ujung gang.
Benar saja dugaan saya. Alat yang ia bawa adalah perangkat kamera khusus dari Google untuk merekam lekuk-lekuk permukaan ‘tubuh’ Jakarta.
Saya jadi teringat dengan keisengan teman-teman kerja saya yang di suatu sore membuka Google Maps di komputer mereka dan secara virtual menelusuri rute dan lokasi rumah tempat tinggal masing-masing.
Area Jakarta dan sekitarnya tentu sudah bisa dirambah karena pada dasarnya semua sudah terekam jelas via satelit di atas bumi.
Hanya saja yang belum terekam adalah area permukiman yang masih belum ada akses memadai. Gang-gang sempit di permukiman urban yang kumuh dan padat penduduk.
Yang menurut saya agak mengejutkan adalah akurasi detailnya yang cukup ‘mengerikan’.
Betapa tidak?
Meskipun rumah asal saya bukan di ibukota, saya ternyata sudah bisa menemukannya di Google Maps. Itu artinya seseorang dengan mengendarai mobil (karena rumah orang tua saya tepat di depan jalan kampung) yang dilengkapi peralatan kamera Google Maps sudah melintas dan merekam tampilan fisik depan rumah kami. Tampak jelas properti yang dimiliki, misalnya berapa kendaraan pribadi yang dimiliki, berapa lantai di rumah tersebut, warna catnya, jenis gaya arsitektur rumahnya, dan kalau ‘beruntung’, terekam juga para penghuninya yang sedang berdiri atau duduk santai di teras rumah. Sekalian ‘mejeng’ dan terkenal di Google.
Untuk mereka yang hanya berpikir soal bagaimana menjadi terkenal dengan bisa dilacak orang lain dengan tampil di Google Maps, tentu hal ini dipandang sebagai suatu kecanggihan teknologi yang patut disyukuri. Belum ada teknologi semacam ini sebelumnya. Dan sangat membanggakan jika kita bisa menjadi bagian darinya. Setidaknya jika bukan sebagai produsen, menjadi konsumen juga tidak masalah. Asal tidak ketinggalan zaman!
Namun, tidak semua orang berpikiran demikian juga. Ada yang menyingkirkan pola pikir semacam itu dan justru berpikir sebaliknya, bahwa apa yang dianggap sebagian orang sebagai “kemajuan teknologi” ini adalah ancaman bagi privasi diri dan keluarganya.
Alasan ketakutan ini tentunya bukan tanpa alasan.
Ada risiko penyalahgunaan data tersebut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab dan juga parahnya akan susah dilacak.
Keterbukaan akses menuju Google Maps ini patut menjadi perhatian kita semua.
Karena siapa yang mau rumahnya bisa diintai oleh oknum-oknum yang berniat kurang baik?
Kebetulan saja teman saya yang membuka Google Maps tidak berniat buruk dan cuma iseng ingin mengetahui seperti apa rumah saya. Bagaimana jika orang itu adalah mereka yang berniat mencuri, membobol rumah kita di musim Lebaran nanti?
Tentu saja skenario ini terkesan paranoid atau berlebihan. Namun, harus diakui bahwa ini celah yang bisa dimanfaatkan oleh para kriminal.
Dengan semakin ‘telanjangnya’ kita di depan Google, rasanya kita mesti mulai memikirkan bagaimana mengatasi risiko ini agar tidak menyesal di kemudian hari. (*/)