Menjajal Buat Podcast

Sejak akhir tahun lalu, saya tertarik untuk membuat podcast.

Selama ini saya pikir membuat podcast rumit. Ya memang rumit karena harus tahu tetek bengek teknisnya Dan melihat orang podcast dengan memakai mikrofon, saya pun berkata dalam hati,”Harus ya pakai mikrofon?” Ya karena saya tidak punya. Dan masak beli mikrofon hanya cuma karena mau iseng bikin podcast yang cuma berdasarkan iseng.

Nah, begitu suatu hari saya temukan aplikasi “Anchor”, saya girang. Ternyata aplikasi tersebut bisa membantu saya membuat rekaman podcast cuma dengan berbekal ponsel cerdas.

Langsung saja saya unduh aplikasi itu di Google Play dan menggunakannya.

Sebagai pengganti mikrofon, saya cuma pakai mikrofon ponsel saya. Praktis.

Dan karena saya bisa menggunakan ponsel untuk merekam suara saya sendiri, saya akhirnya bisa melakukan perekaman podcast di mana saja asal suasananya tenang sehingga ucapan saya terekam dengan baik.

Kemudian saya mencoba merekam dengan menggunakan Anchor.

Rekaman suara saya bisa dibagi-bagi lagi dan diedit dan dipotong-potong. Awalnya saya tidak pakai script. Alhasil kadang saya terbata-bata, kadang melantur ke mana-mana dan membosankan.

Setidaknya itulah kata teman-teman kerja saya yang mendengarkan podcast saya itu.

Saya sendiri memilih topik kesehatan dan tidur sebagai tema besarnya. Kenapa? Ya, karena saya punya passion di bidang kesehatan/ wellbeing jadi saya merasa lebih nyaman membicarakannya.

Kelebihan merekam tanpa script ialah saya bisa mengupas puas topik yang dipilih. Panjang lebar tidak masalah.

Masalahnya saya kemudian menyadari bahwa jalannya pikiran saya ternyata bisa ‘ngalor-ngidul’ jika tidak diberi panduan script. Jadinya durasi podcast saya panjanggg sekali. Sampai 30 menitan dan menurut pendengar, menjadi agak membosankan meskipun sudah diberi musik latar dan jeda.

Karena itu, saya disarankan seorang teman yang pernah bekerja di dunia penyiaran untuk memangkas durasi dan membuat script yang bis dibaca saat podcast. Setidaknya sebagai panduan agar tidak melantur. Berikut contoh script podcast tersebut.

CONTOH SCRIPT PODCAST

Music intro (Sex and the city soundtrack)

Opening: Hi Akhlicious, welcome to my podcast channel. Boleh tanya ga? Siapa yang ga suka nonton film? Saya rasa semua orang suka nonton film, if I may ask myself, Saat diajak menonton film-film fantasi seperti Gundala atau The End Game punya Marvel, saya tidak merasakan tertarik. Namanya juga pecinta film realis/

Jadi saat saya diajak menonton film satu ini, saya merasa lumayan ingin tahu. Sebab film ini dibuat berdasarkan kisah nyata. Ada sesuatu dalam kisah nyata yang terasa lebih menggugah daripada film-film fantasi bertema superhero. Bukan saya bermaksud merendahkan genre itu, tetapi ini cuma berbeda selera semata/

Di situs Rotten Tomatoes, saya mendapati para kritikus sepakat dengan vonis “lucu, menyayat hati, dan cerdas” dalam konsensus mereka. Dan saya sendiri merasakan sensasi yang mirip/

Film ini diilhami oleh kisah cinta Kumail Nanjiani dan Emily V. Gordon ini diputar hampir 120 menit, tepatnya 119 menit/

Sebetulnya isu yang diangkat klise saja: perbedaan budaya dan kebangsaan yang cukup lebar di antara kedua manusia yang terlibat romansa/ Who doesn’t like romance?/

Kumail seorang pemuda yang sudah memasuki usia matang dan pantas menikah namun belum menemukan perempuan yang sesuai. Ia sendiri terus menerus disuguhi ibunya yang Pakistan totok untuk menikahi wanita-wanita pilihannya. Mereka ini sudah dipilih bobot, bibit, dan bebetnya oleh si ibu yang bersikeras bahwa anak-anaknya harus menikahi orang Pakistan juga meskipun mereka sudah tinggal lama di Inggris Raya/

(SARAN: persingkat cerita nya, lalu kasi punch line dibelakang story, kayak key take outs gitu)

Banyak pergulatan batin yang dialami oleh karakter utama Kumail di sini. ia mengalami pergulatan spiritual. Kumail berpura-pura masih meyakini agam Islam yang diyakini oleh semua anggota keluarganya. Ada adegan yang lucu, yakni saat ia disuruh oleh orang tuanya untuk salat di basement rumah mereka. Ia menurut saja, menggelar sajadah seolah sedang salat tetapi kenyataannya ia duduk dan menonton video di iPhonenya dan keluar dengan menenteng sajadah yang terlipat seolah habis salat dengan khusyuk. Kumail belum berani mengatakan ia ingin mencari keyakinan spiritualnya sendiri. Tidak cuma mengekor kedua orang tuanya yang sudah sejak lahir muslim taat.

Sang protagonis juga terus diam saat ia masih dijodohkan ibundanya dengan beragam gadis Pakistan yang diajak mampir si ibu. Begitu seringnya hingga ia sendiri hapal dengan skenario si ibu saat ada gadis Pakistan yang ‘mampir’. Seolah kehadiran mereka cuma kebetulan, padahal sudah direkayasa sedemikian rupa.

Dan sayangnya tidak ada satu gadis Pakistan pilihan ibunya yang ‘sreg’ di hati. Begitu banyaknya gadis yang sudah diajak ke rumah agar bisa bertemu dengan Kumail sampai sebuah kotak penuh dengan foto-foto mereka.

Semua itu terus terjadi dengan pergulatan karier yang dihadapi Kumail juga di kota kecil tempatnya tinggal. Ia belum mendapatkan pekerjaan tetap dan hanya mencari nafkah dengan menjadi pengemudi Uber. Ia terus berusaha mencari celah untuk bisa menjadi bintang comic di panggung standup comedy tapi belum begitu berhasil.

Suatu malam ia bertemu dengan Emily yang sedang studi S2 di bidang psikologi dan merasa cocok. Namun, karena Kumail sendiri sudah apatis dengan cinta, ia ‘berkomitmen’ tidak akan bertemu/ berkencan dengan seorang wanita lebih dari sekali. Mungkin istilahnya yang tepat ialah “one night stand”, suatu konsep berpacaran yang sangat melampaui kaidah syariah yang dianut keluarganya.

Yang saya sangat kagumi dari Kumail ialah keteguhan tekadnya. Begitu ia tahu Emily adalah sosok yang ia cari selama ini sebagai pasangan hidupnya, dengan gigih ia melakukan apapun, termasuk bersikeras menjagainya saat koma.

Konflik tercipta saat ibu Emily tampak tidak menyukainya. Namun, kebencian itu semua lumer begitu kedua ortu Emily menghadiri pentas standup comedy Kumail. Di situ terjadi hal yang mustahil terjadi dalam benak Kumail: ia dibela ibu Emily yang marah melihat ada celetukan rasis dari seorang penonton padahal Kumail sudah berupaya tenang dan tidak terprovokasi. Perlahan ia juga sanggup merebut hati ayah Emily.

Hanya saja, problem sejati biasanya berasal dari dalam, dalam kasus Kumail, ia harus menghadapi ibu dan ayahnya. Mereka berdua akan marah besar jika tahu ia akan menikahi gadis kulit putih yang tidak cuma seagama, tapi juga tidak seras, tidak sebudaya, tidak bisa memenuhi syarat menantu ideal karena ia sudah janda. Emily diketahui kemudian sudah pernah menikah dan gagal.

Hubungan Emily dan Kumail hampir retak. Dan Kumail dengan sabar menunggunya sampai benar-benar pulih dari penyakit langka yang ia derita.

Akhirnya keduanya kembali bertemu dan Emily menerima Kumail. Sebuah akhir yang manis dan bisa ditebak. Tidak tragis dan penuh ‘twist’.

 Until my next podcast, asta la vista akhlicious (harus ada closing line)



Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: