Pagi ini saya mendongakkan kepala terus ke angkasa. Bukan karena saya penasaran dengan kondisi cuaca. Apalagi ingin melambaikan tangan pada pesawat yang tengah mengudara bak anak-anak kecil di kampung dahulu kala.
Tapi beberapa hari terakhir ini saya menemukan banyak sekali kupu-kuu di sekitar saya.
Saat saya berolahraga di taman belakang tempat kerja misalnya. Di sana lumayan banyak pohon. Pohon-pohonnya masih kecil-kecil. Banyak yang bahkan masih disangga dengan bambu agar bisa tumbuh lebih tegak dan tidak rubuh terterpa angin.
Saat saya berbaring, ada seekor melintas. Lalu menyusul yang lain. Saya pikir kupu-kupu yang sama dan itu hanya kebetulan. Tetapi tidak. Kemudian satu lagi mencuri perhatian, dan hilang. Lalu lainnya.
Saya tak berniat mengabadikan, mengejar-ngejar semuanya. Hanya ingin menikmati semuanya dengan netra.
Teman saya mengatakan kupu-kupu muncul jika udara sedang bersih. Hmm, entah aakah udara Jakarta sedang lebih bersih tetapi kenyataannya memang pagi ini saya menemukan banyak kuu-kupu.
Sepanjang jalan dari tempat tinggal saya di Kuningan hingga menyusuri Gatot Subroto dan Mampang dan Pancoran, saya terus mengamati pepohonan yang menjulang manugi kepala saya. Ya ya ya, selalu ada. Mereka ada, meski satu dua.
Bahkan ada segerombol di depan gedung di perempatan Mampang yang ramainya bikin gila itu. Bahkan juga ada di persimpangan Pancoran yang menjijikkan sekali kemacetannya di jam-jam sibuk seperti saat tadi melintas.
Saya acuhkan manusia-manusia yang ada di bawah dan melambungkan pandangan saya ke atas. Manusia adalah makhluk terkuat di bumi. Saya tak tertarik lagi dengan kekuatan mereka memanipulasi diri dan lingkungan mereka. Karena itulah, mereka juga tak heran bisa bertahan dari polusi yang mereka citakan sendiri. Mereka bergelimang kesalahan dan kalau mereka mati karena petaka yang mereka ciptakan, tiada banyak simpati yang bisa saya sampaikan.
Namun, kupu-kupu berbeda. Kupu-kupu mana tahu caranya membuat mobil, menyedot minyak bumi dan gas alam lalu mengeksploitasi sumber daya alam demi kepentingan dan kesejahteraan mereka sendiri? Tidak, kupu-kupu tidak seegois itu.
Di tengah deru kehidupan Jakarta yang melulu soal ekonomi, coba tebak berapa orang yang mau menyisihkan waktu untuk sekadar berhenti dalam keheningan barang sedetik dua detik untuk memandangi keindahan kepakan sayap-sayap kupu-kupu? Tidak ada tentu saja. Karena mereka hanya berpikir soal bagaimana caranya sampai di kantor secepatnya, bagaimana nanti pekerjaannya, bagaimana nanti ini itu. Pelikkk!!
Saya sesekali menatap kerumunan manusia di jalan raya saat ojek saya membelah arus ke selatan. Di kanan kiri jalan berdiri pepohonan dan ya ya ya, ada kupu-kupu lagi beterbangan di ubun-ubun dan bahu pepohonan, seolah menjauh dari raihan tangan manusia dan asap buangan mesin-mesin rancangan insinyur-insinyur. (*/)