Ide Konyol Pelonggaran Aturan PSBB

Di masa pandemi ini, tidak ada pihak yang bisa menjamin keamanan dan kesehatan kita agar senantiasa terlindung dari serangan Coronavirus (COVID-19).

Bahkan pemerintah sekalipun.

Kenapa? Karena pemerintah menurut anggota DPR ini tidak memiliki grand design yang baik dalam menghadapi pandemi. Pemerintah juga tidak melaksanakan tes secara massal bagi masyarakat. Sehingga kita hanya bisa menduga-duga dalam kecemasan. Fenomena Orang Tanpa Gejala (OTG) bagaikan momok bagi kita semua karena mereka tidak bisa diketahui sejelas ODP (Orang dalam Pemantauan) atau PDP (Pasien dalam Pemantauan) yang sudah menunjukkan gejala dan sudah dites.

Dr. Neti Prasetyani, M.Si., anggota komisi IX DPR, mengatakan pemerintah harus menunjukkan bukti dan dukungan berupa fakta ilmiah menyangkut usulan pelonggaran aturan PSBB di masyarakat Indonesia. Jangan hanya menggunakan asumsi-asumsi karena kita berurusan dengan nyawa manusia, tegasnya. Jangan karena alasannya supaya masyarakat tidak stres. “Itu menunjukkan ketidaksiapan pemerintah,” cetusnya.

Saya sendiri sudah tidak heran dengan ide pelonggaran itu. Bahkan dulu sebelum PSBB diberlakukan semarak sekarang, presiden kita masih belum bersikap tegas soal diperbolehkannya mudik atau tidak. Berkali-kali ia menyampaikan pesan lewat bawahannya di Gugus Tugas, tapi yang ada malah memberikan kebingungan. Pertama hanya imbauan. Namun, lama-lama imbauan itu makin tegas, hingga sekarang menjadi larangan. Dan larangan itu ditegakkan secara malu-malu dan setengah hati. Tidak ada hukuman. Tidak ada sanksi bagi pelanggar. Ya, mungkin karena alasannya sekali lagi agar masyarakat tidak stres. Padahal justru yang membuat stres itu adalah ketidakpastian sikap pemerintah yang makin memperburuk ketidakpastian kondisi akibat serangan COVID-19.

Masyarakat yang mana? Siapa yang dimaksud dengan masyarakat ini? Yang dimaksud “stres” ini apa? Indikator stres itu apa?

Untuk bisa memutuskan sudah bisa dilakukan pelonggaran atau relaksasi aturan PSBB, kita harus mengacu pada perlambatan tingkat pertambahan kasus positif COVID-19. Tren perlambatan ini tidak bisa diketahui dalam satu atau dua hari sehingga pengambilan keputusan relaksasi aturan PSBB juga tidka bisa instan. Butuh waktu yang tidak sebentar agar memastikan masyarakat sudah benar-benar aman dari penularan virus antarsesama manusia. Bisa jadi dbutuhkan waktu berminggu-minggu dan diselidiki juga korelasinya antarwilayah. Karena satu wilayah berkaitan dengan yang lain juga , mengingat masyarakat kita mobilitas dan persaudaraannya sangat tinggi. “Maka tidak mungkin melonggarkan aturan di satu wilayah tetapi tidak diiringi dengan aturan yang serupa di daerah lainnya di sekitarnya.

Dilema soal PSBB ini memang sudah muncul sejak awal. Sikap pemerintah memang terkesan lamban karena satu persatu pemerintah daerah harus mengajukan dulu usulan PSBB di wilayah mereka baru kemudian dilakukan pengkajian dan baru disetujui pemerintah pusat. Padahal menurut Neti sekarang pelacakan sudah tak mungkin dilakukan karena sudah terlambat. Setiap warga Indonesia berpeluang mengidap covid dan menularkannya atau tertular juga. Di sinilah kita semestinya mengevaluasi dan bila perlu mengetatkan aturan PSBB, bukan malah terlalu cepat mengendurkannya sebelum waktunya.

Saya sendiri sependapat dengan Neti karena seharusnyalah pemerintah menempatkan nyawa rakyatnya dahulu. Setelah nyawa terselamatkan, pemuihan ekonomi akan bisa dilakukan dengan maksimal. Dengan melakukan penerapan PSBB secara setengah-setengah, kita justru akan mengulur-ulur waktu untuk membasmi coronavirus baru ini dari Indonesia. (*/)

Published by

akhlis

Writer & yogi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.