
Sudah bukan rahasia bahwa sebagian masyarakat kita ‘membunuh’ para pasien COVID-19 dengan stigma negatif. Hal inilah yang diserukan seorang mantan penderita COVID-19 yang sudah sembuh.
“Dalam banyak hal justru lingkungan (sosial -pen) itu membunuh pasien COVID-19,” ujar Izak Latu, seorang dosen di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) yang diwawancarai Elshinta pada 8 Mei 2020.
Pernyataan mantan penderita COVID-19 itu tidak berlebihan. Saat ditanya bagaimana dengan dukungan tetangga, apakah penting atau tidak, saat ia menderita COVID-19, Izak berkata ia beruntung para tetangganya memberikan sikap yang suportif. Bukan mengucilkannya.
Izak mungkin beruntung karena tinggal di lingkungan yang cukup terdidik dan mampu berpikir rasional meski berada dalam kondisi maraknya disinformasi saat ini. Tak heran karena ia tinggal di perumahan dosen UKSW yang tentu lebih familiar dengan pendekatan-pendekatan ilmiah dan tidak gegabah, atau mengandalkan prasangka.
Sebagaimana kita ketahui, ada sejumlah kasus yang menunjukkan sikap mengucilkan dan memusuhi pasien COVID-19. Tak cuma itu, mereka yang merawat para pasien COVID-19 juga mendapatkan perlakuan yang sama. Perawat-perawat di rumah sakit sempat dikabarkan ditolak di rumah kos yang mereka tempati karena pemilik kos menduga mereka akan bisa menyebarkan virus tersebut ke penghuni lain. Padahal tentunya sehabis bertugas, para perawat itu sudah melakukan yang terbaik untuk mensterilkan diri mereka dari virus dengan mandi sampai bersih dan berganti pakaian yang bersih.
Juga kita dengar berita penolakan pemakaman jenazah seorang perawat di kabupaten Semarang, Jateng, hingga gubernur Ganjar Pranowo turun tangan menegur kepala RT dan masyarakat sekitar pemakaman yang menolak pemakaman jenazah perawat tersebut meski sudah menerapkan prosedur pemakaman yang ketat agar mencegah penularan.
Masih menurut Izak, stigma tersebut cukup memberikan tekanan psikologis bagi para penderita ini. “Pikiran-pikiran seperti:’Kalau saya meninggal, (jenazah) saya bisa diterima nggak? Atau kalau saya pulang nanti jika sudah sembuh bisa diterima (masyarakat) nggak?” Itu yang menjadi soal. Semua orang harus berpikir positif dan memberikan dukungan bagi pasien COVID-19, karena kita tidak akan pernah tahu siapa saja yang akan terkena COVID-19 dan di mana,” Izak menjelaskan.
Izak sendiri mengaku beruntung para tetangganya menunjukkan dukungan moral agar ia segera sembuh. Dukungan tersebut tentu tidak berupa pelukan fisik atau salam/ jabat tangan. “Saya mendapatkan pesan dari tetangga-tetangga melalui WhatsApp. Saya setuju bahwa dukungan sangat membantu kita (sebagai pasien COVID-19) untuk tetap bahagia dan perasaan positif,” tuturnya penuh syukur. (*/)