
LAYAR tancap jadi satu kenangan masa lampau yang sering diromantisasi.
Bioskop masa pandemi sudah dibuka tapi dengan protokol kesehatan yang membikin mereka yang hipokondriak tak kunjung mereda kecemasannya. Mereka bertanya bagaimana jika virus beredar di dalam bersama hembusan AC.
Di sini layar tancap menjadi suatu solusi jitu sebenarnya lho tapi masalahnya siapa yang punya lahan terbuka seluas bioskop dengan atap dan layar proyektor segede itu?
Ah, tapi di masa pancaroba yang membingungkan seperti Mei 2021 ini, menonton di luar ruangan malam hari juga bikin badan rusak. Hujan turun sekonyong-konyong kalau sore.
Lagi lagi hiburan berupa konten digital yang dipancarkan melalui sambungan internet jadi pemecah kebekuan akibat sunyi yang mencekam. Lumayan lah.
Setidaknya saya kini bisa memutar ulang adegan yang saya sukai, melompati yang saya benci, memutar lagi dialog-dialog yang membingungkan, mencerna adegan-adegan yang butuh kekuatan intelejensia berlebih.
Leave a Reply