PERNAH pastinya kita sebagai orang Indonesia melihat sesama duduk di lantai. Bukannya mencap atau menyudutkan atau misoginis, tapi kebanyakan sih yang saya temui pelakunya ibu-ibu.
Sebenarnya ya tidak ada salahnya sih duduk saat merasa lelah. Tapi saat tidak ada tempat duduk yang pantas, sebagian orang lalu menghalalkan segala tempat termasuk lantai di fasilitas umum seperti stasiun kereta, halte, dan sebagainya untuk jadi tempat duduk seperti di rumah sendiri.
Alasan saya menyebut ‘ngemper’ ini sebagai kebiasaan buruk adalah karena dengan duduk di tempat yang tidak seharusnya, kita sudah merendahkan diri di hadapan orang lain. Bayangkan kita sedang antre di bank lalu seenaknya ngemper dan merasa tidak bersalah. Lalu saat kita duduk di lantai, orang lalu lalang di depan kita. Apakah kita tidak merasa tidak pantas memperlakukan diri kita seperti itu? Mereka yang tidak punya kaki atau lumpuh saja ingin setengah mati untuk bisa berdiri layaknya manusia lain tapi kita kok malah merendahkan diri seperti itu?
Alasan lain kenapa saya tidak bersimpati pada mereka yang ngemper adalah karena kebiasaan ini mengganggu ketertiban. Saat kita ada di sebuah tempat umum dan tiba-tiba ada orang yang terlihat perilakunya menyimpang dan seolah dibiarkan, rasanya itu adalah bibit awal terbentuknya sebuah kebiasaan komunal yang buruk. Satu orang ngemper seenaknya lalu disusul dan ditiru yang lainnya.
Lalu bagaimana dong kalau memang kaki sudah capek banget atau rasanya mau pingsan atau sedang sakit saat naik kendaraan umum atau berada di tempat umum?
Kita bisa minta tempat duduk dengan petugas atau orang di sekitar kita yang lebih muda atau sehat. Jelaskan baik-baik kalau memang sedang tidak fit dan butuh duduk untuk istirahat.
Kalau memang tidak sakit dan cuma malas berdiri, artinya kita mesti menahan diri. Itulah inti kehidupan bermasyarakat, bukan? Kalau semua orang maunya seenaknya dan sampai melanggar hak orang lain, tidak bisa dibiarkan begitu saja kan? (*/)