Yang Lebih Penting dari Nasihat, Saran, dan Rekomendasi Orang Lain

SEBUAH entri yang mengejutkan saya temukan di website sebuah portal berita online yang ternyata memuat nama saya. Unggahan tertanggal 26 Agustus 2009 itu begini isinya:

Assalamualaikum wr. wb.,

Saya lulusan S2 bahasa Inggris yg ingin membuat lapangan kerja sendiri. Selama ini sudah mengajar tapi merasa monoton dan kurang bervariasi. Saya suka menulis dan terpikir untuk mendapat penghasilan dari menulis di internet. Saya juga sudah mulai menulis blog tapi masih agak buta dengan apa yg harus saya lakukan agar mendapat penghasilan seperti yang diharapkan. Banyak blogger yang konon bisa mencetak penghasilan hingga melimpah ruah namun sebagai pemula saya benar-benar memerlukan mentor yang dapat  memberi saran dan kritik. Kira-kira, menurut bapak, apa yang harus saya lakukan? Terimakasih.

Wassalamualakum wr. wb,

Akhlis Purnomo

————

Untuk saudara Akhlis,

Saya senang anda clear dengan potensi dan keinginan yang ingin dilakukan terutama tentang menulis, mengajar dan mendapatkan income lebih, pertanyaannya sekarang adalah bagaimana memulainya. Saran saya:

1. Jadikan keahlian mengajar dan menulis sebagai salah satu keahlian yang benar-benar dikuasai, caranya adalah dengan banyak melakukan “Practice & Improve”

2. Magang! Belajarlah pada orang yang sudah berhasil, yang anda kagumi dan banyak menghasilkan uang dari keahlian seperti yang anda miliki.

3. Dengan keahlian anda, ciptakan uang melalui berbagai cara, bukan satu cara saja. Contoh: menulis buku, menulis buku orang lain, menjadi dosen, menjadi trainer, menjual seminar, dsb

Semoga bermanfaat, salam Indonesia!

HT

Haha saya sungguh lupa dengan siapa saya melontarkan pertanyaan ini. Serius. Inilah kelebihan menulis di Internet. Tidak akan terhapus meski si pemilik sudah lupa atau tak menyimpan di komputer. Tapi juga menjadi sebuah potensi bahaya yang bisa disalahgunakan orang, terutama jika informasi di dalamnya sangat kurang elok dipertontonkan ke orang lain. Katakanlah konten atau tulisan yang memalukan kita sendiri di masa datang, memalukan bagi keluarga dan teman kita sendiri dan merongrong nama baik yang berusaha kita bangun dan pertahankan dengan segala cara.

Di tahun 2009 itu, saya memang masih di kota asal dan ingin sekali bekerja dari rumah (ya saat itu saya sudah sangat berambisi untuk mencari nafkah dari rumah saja tanpa capek-capek berangkat kerja yang kemudian terwujud di masa pandemi ini). Internet saat itu masih sangat mahal. Saya ingat harus membeli sebuah modem dari M2 Indosat yang harga pulsanya duhhh, bisa bikin kantong bolong karena mahal dan baru dibuat berselancar di dunia maya beberapa menit saja sudah habis. Tandasss! *menangis*

Jadi kalau dibandingkan dengan kondisi sekarang, saya sudah sangat sangat bersyukur karena sudah bisa menulis dengan nyaman dengan jaringan wifi di rumah yang murah (biaya abonemen koneksi Indihome bulanan saya pilih termurah Rp340.000an) dan kecepatannya sudah lebih memuaskan daripada 13 tahun lalu di sana.

Dari poin-poin nasihat pak HT (yang entah siapa kepanjangannya), saya mendapati bahwa sekarang saya sudah berhasil mencapai beberapa poin tadi.

Saya masih tetap mengajar meski bukan sebagai dosen tapi mengajar les menulis bahasa Inggris dan yoga secara partikelir serta bahkan mengajari sejumlah pegawai di birokrasi mengenai keterampilan bermedia sosial. Saya juga mengikuti kursus media sosial bersama Virtual Consulting yang digawaingi Iim Fahima dan alm. Nukman Luthfie. Dari bidang menulis tadi saya mencoba memperluas cakupan keterampilan saya ke dunia digital yang sangat booming saat awal tahun 2010-an. Saya juga bergabung dengan komunitas blogging Kompasiana untuk mengasah terus keterampilan ini dan sekarang saya bisa menulis artikel yang kemudian menjadi headline. Ini sebuah pencapaian yang menurut saya tak bisa dikecilkan maknanya.

Untuk nasihat magang, saya berkesempatan bekerja dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dalam sebuah tim yang solid. Saya kini memiliki koneksi ke dunia penerbitan, sastra, agensi periklanan, dan sebagainya yang masih berkaitan erat dengan dunia kepenulisan.

Soal nasihat ketiga, ciptakan uang melalui berbagai metode, saya bisa katakan saya sudah mencoba menghasilkan uang dari kemampuan menulis ini. Saya sudah pernah mengerjakan proses penulisan sebuah buku berbahasa Inggris, mengerjakan risetnya, mewawancarai orang-orang yang menjadi narasumber dalam buku tersebut.

Bahkan saya juga sudah mencoba sebagai penulis bayangan (ghostwriter) dengan menuliskan draft autobiografi/ memoar seseorang, kemudian saya juga menulis naskah pidato untuk klien korporat dalam bahasa Indonesia dan Inggris. Saya juga pernah menerjemahkan sebuah ensiklopedia dari bahasa Indonesia ke bahasa Inggris yang diterbitkan penerbit Singapura Springer.

Anehnya saya sendiri lupa sudah meminta nasihat ini dan secara alami saya mengikuti alur hidup saja dan semua ini bisa tercapai dengan ‘sendirinya’ (meski juga ada intervensi banyak pihak tentunya).

Ini jadi sebuah pengingat bagi diri saya sendiri agar saat merasa kebingungan dan tak pasti dalam menapaki kehidupan, just do it. Teruslah bergerak. Mau 1 langkah, 2 langkah tak masalah asal masih terus bergerak maju. Tidak tetap mematung di titik yang sama.

Saya harap saya akan masih bisa membaca refleksi/ renungan ini satu dekade mendatang dan mengatakan dalam hati: “Kamu sudah berada di jalur yang benar kok. Asal tetap mendengarkan kata hatimu. Bukan kata orang di sekitarmu…” (*/)



Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: