Dari sejarah, Rusia lebih dekat dengan Kristen Ortodoks bahkan saat mereka masih berbentuk Uni Soviet. Tapi sejak lama agama Islam juga sudah hadir di sana.
Citra Muslim Rusia lekat dengan Chechnya. Dan kita tahu riwayat pemberontak Muslim Chechnya di wilayah pegunungan Kaukasus. Mereka adalah suku pemeluk Islam dan sempat terlibat perseteruan yang mirip penyakit laten. Kadang hilang, kadang kambuh. Tidak sepenuhnya sembuh dan masih ada di dalam tubuh.
Posisi umat Muslim di Rusia memang bukan mayoritas sehingga lebih rawan terhadap penindasan Negara. Kebijakan-kebijakan Persatuan Ulama Islam di Rusia dan pemerintahan Rusia dianggap mengancam perdamaian kaum muslim baik Chechnya dan non-Chechnya juga di negara itu.
Jumlah pemeluk Islam di Rusia dikatakan mencapai sekitar 17 juta jiwa saja menurut Ravil Bukharev dalam buku Islam in Russia: The Four Season terbitan tahun 2000 ini. Sangat kecil, mengingat populasi Rusia saja sekarang 144 juta jiwa. Jadi ada kemungkinan jumlahnya sudah tumbuh secara eksponensial juga.
Mereka ini tersebar di berbagai bagian Rusia, tidak cuma di Chechnya dan Daghestan yang dianggap ‘sarang’ muslim.
Beberapa karya tulis dan buku mengenai perkembangan umat muslim di Rusia pernah diterbitkan tapi kebanyakan sayangnya berbalut nuansa politis. Bukan objektif akademis yang bisa memberikan fakta bagi para pembaca.
Bukharev menyebutkan bahwa umat muslim kerap diabaikan dalam pembahasan Rusia. Sampai ia menyebutnya sebagai “umat yang tak diketahui” padahal umat muslim punya sejarah panjang di negara itu. Lebih dari 1000 tahun bahkan jika dilacak dalam catatan sejarah. Dan umat muslim juga bukan warga negara Rusia yang pasif dan reklusif (mengasingkan diri). Mereka terlibat aktif dalam perjalanan politik dan sejarah pan-Rusia (Rusia secara umum dan menyeluruh).
Muslim-muslim Rusia memiliki akar sejarah yang panjang di wilayah Republik Tatarstan dan Bashkortostan, Siberia yang dikenal sebagai tempat pembuangan, wilayah pegunungan Ural, distrik-distrik federal di wilayah Volga Bawah, dan bahkan mereka juga tinggal dan berkembang di kota-kota besar Rusia macam St. Petersburg dan ibukota Moskow.
Bukharev mencatat bahwa umat muslim Rusia bersamaan dengan umat Kristen Ortodoks di sana ikut membentuk peradaban tersendiri yang tangguh dan maju di jantung Rusia. Ia juga menjelaskan adanya peran penting Ulama dalam proses panjang ini.
Judul buku ini mencerminkan 4 periode besar yang menyusun perjalanan sejarah umat Islam Rusia, yakni:
- Musim semi (922-1229 M): Periode kedatangan Islam di tepi sungai Volga hingga penyerangan dan penghancuran pasukan Genghis Khan.
- Musim panas (1229-1400an M): Periode sejarah Pasukan Emas sampai keruntuhannya menjadi sejumlah pemerintahan otonom Muslim.
- Musim gugur (1400an-1583 M): Periode saat muslim berkembang di Kazan, Astrakhan, Kasimov dan Siberian Khanate hingga jatuhnya Siberian Khanate ke tangan Rusia.
- Musim dingin (1583-1800an M): Masa umat muslim Rusia bertahan dalam penindasan hingga dekrit Ratu Katerina yang Agung yang mengembalikan hak memeluk agama Islam secara terang-terangan pada umat muslim (karena sebelumnya mereka tidak diizinkan mengaku sebagai muslim dan beribadah dengan leluasa) dan menghapus larangan pencetakan buku-buku Islam di Rusia.
Bukharev sendiri bukan sejarawan atau akademisi. Ia mengaku menulis buku ini selama 20 tahun sebagai seorang penulis kreatif dan mantan matematikawan yang secara gigih merangkai bukti-bukti sejarah dan esai soal Muslim Rusia, sebuah topik yang menjadi ketertarikannya sejak lama.
Memiliki akar keturunan dan budaya dari masyarakat Kazan Tatar, Bukharev merasa gemas dan jengkel saat mengetahui bahwa peradaban Muslim di kota Ufa milik nenek moyangnya itu tenggelam di balik sejarah Rusia yang menundukkan mereka sejak 4 abad lalu itu. Masyarakat dunia tersedot perhatiannya ke Moskow dan lupa bahwa ada wilayah yang dinamai “Idel-Ural” yang permai dan sejahtera tapi secara historis memiliki budaya Islam yang aneh dan seakan terpatah akibat invasi Rusia. Dan kini peninggalan budaya Muslim itu masih terus membayangi masyarakat sana yang dikelilingi lingkungan yang kental dengan ajaran Kristen Ortodoks, yang lebih disokong Moskow.
Kalau dianalogikan dengan konteks Indonesia, masyarakat Kazan Tatar mirip dengan Timor Timur yang merasa terjajah, bukannya terlindungi, oleh Indonesia. Indonesia menjadikan Timor Timur sebagai salah satu provinsinya. Demikian juga Rusia yang mencaplok wilayah Kazan Tatar. Bedanya Rusia begitu kuat sehingga Kazan Tatar belum bisa memisahkan diri.
Hebatnya orang Rusia adalah kemampuan mereka memelintir sejarah. Saat menaklukkan masyarakat Kazan Tartar, Rusia menggunakan taktik sejarah dengan mengorek trauma masa lalu orang Kazan Tartar dan membuat mereka berpikir bahwa Rusia adalah teman. Caranya adalah dengan mengatakan pada orang Kazan Tartar bahwa Rusia tidak ada hubungannya dengan Genghis Khan yang dulu memporakporandakan mereka dan Rusia adalah keturunan orang Volga Bulgar yang notabene Muslim Turki. Padahal Rusia itu orang Slavic yang beragama Kristen Ortodoks.
Sejarah muslim Rusia berawal dari sejarah Volga Bulgar yang membentang dari abad ke-10 hingga 12 Masehi. Di tahun 1989 menjadi perayaan ke 1100 kedatangan resmi Islam ke tepi Sungai Volga dan menjadi awal mula perjalanan Bukharev meluruskan sejarah leluhurnya.
Kata PM Inggris Winston Churchill, makin jauh kita memandang ke belakang, makin jauh kita bisa melihat ke depan. Bukharev menggunakan kutipan ini sebagai penyemangat bagi dirinya dalam mengurai sejarah nenek moyangnya yang seolah terkubur sejak kedatangan Rusia.
Kalau ditanya: “Apa gunanya belajar sejarah tentang bagaimana Rusia memperlakukan umat Muslim di negaranya?” Ya jawaban simpelnya supaya kita bisa setidaknya memprediksi strategi yang mereka terapkan pada kita sebagai bangsa dengan populasi Muslim terbesar di dunia.
Sekarang Rusia masih memandang dan memperlakukan kita sebagai teman. Kita pun demikian. Tapi sampai kapan pertemanan ini akan bisa bertahan? Haruskah ada yang kita waspadai dari Rusia? That’s the question.
Umat Muslim Rusia tak pernah dianggap penting karena jumlahnya terlalu kecil untuk bisa mempengaruhi jalannya pengambilan keputusan Negara dan arah pemerintahan. Dunia penelitian juga ikut meremehkan peran umat Muslim Rusia, yang dibuktikan dengan langkanya penelitian soal kelompok ini. Intinya, buat apa meneliti hal yang tidak punya efek apa-apa? Ada atau tidak, tidak ada bedanya. (bersambung)