
SAYA baru tahu hari ini itu diperingati sebagai “World Book and Copyright Day“. Entah siapa yang mencanangkan tapi pastinya bukan orang Indonesia.
Ya karena Indonesia bukan negara yang patut dicontoh soal penegakan hukum kekayaan intelektual dan penerbitan pastinya. Di sini para penulis masih melarat rat rat. Kecuali yang sudah punya nama besar dan bisa mendiversifikasi pemasukan dengan mendapatkan kontrak film, iklan, merchandise dan sebagainya. Tapi buat yang masih emerging dan kurang terkenal, please jangan berharap banyak.
Tapi jangankan di Indonesia tempat pembajakan buku terjadi secara blak-blakan di marketplace semacam Shopee dan Tokopedia, di Amerika sana saja masih keluar keluhan dari para penulis buku lho.
Penulis novel thriller hukum John Grisham bahkan menulis sebuah artikel yang mencurahkan kekesalannya soal budaya pembajakan buku di dunia maya yang seakan tidak bisa dihentikan (sumber: thehill.com). Sekelas Grisham saja yang seharusnya sudah bisa dikatakan makmur dan tak perlu memusingkan soal pendapatan masih membahas soal ini lho. Gila nggak sih?
Di artikelnya, Grisham merasa tak berdaya meski dia sendiri seorang pengacara juga kalau dihadapkan dengan pembajakan bukunya yang terjadi secara masif di internet. Ia mengeluhkan susahnya menuntut Kiss Library, sebuah perpustakaan digital yang berbasis di Ukraina yang menjadi jejaring pembajakan e-book yang ia estimasi sudah merugikan industri penerbitan AS sebanyak ratusan ribu dollar.
Perpustakaan digital ini susah dibasmi karena domainnya banyak sekali. Dari kisslibrary.net, kissly.net, thekissly.net, libly.net, cheap-library.com, dan masih banyak lagi. Jadi diblokir satu domain bisa pindah dan menjelma menjadi domain lain. Masih ada juga Z-Library dan LibGen yang sama saja menyediakan unduhan gratis e-book banyak jenis. Pokoknya mirip permainan Tom-Jerry. Capek.
Grisham menjelaskan bahwa meski sudah memiliki pasukan penuntut hukum yang digawangi Amazon dan Penguin Random House, dua korporasi raksasa dalam dunia penerbitan, mereka masih kewalahan untuk menyeret para pelaku dan mendapatkan ganjaran yang setimpal atas kerugian yang diderita. Biaya meluncurkan tuntutan hukum ini saja sudah selangit.
Mereka menemukan 2 nama besar yang bisa dikatakan sebagai dalang di balik ini semua: Rodion Vynnychenko and Artem Besshapochny. Mereka warga Ukraina, negara yang sekarang sedang dibombardir Putin.
Singkat cerita, mereka kemudian terlacak pemerintah setempat dan dipanggil untuk pemeriksaan tapi tak mau muncul ke pengadilan. Tentu saja. Masak maling mengaku.
Grisham kesal karena dengan sistem yang ada sekarang ini, biaya untuk menuntut pihak-pihak pembajak buku tak sebanding dengan kerugian. Dengan kata lain, biayanya begitu tinggi sehingga para penulis buku harus pasrah menjadi korban terus-menerus. Ini seperti menjadi korban pencurian dan pihak berwajib diam saja. Begitu korban melapor, malah ditarik biaya oleh pihak berwajib. Mirip situasi penegakan hukum di negara kita. Haha. Makanya pada malas melapor dan menuntut pelaku kejahatan. Diam saja dan bisanya cuma mendendam dan berkata-kata pedas.
Perkumpulan penulis di AS The Authors Guild dikatakan terus melobi Kongres AS agar masalah ini segera diatasi. Mereka juga mendesak pemerintah AS agar mengubah hukum supaya menekan mesin pencari untuk memblokir situs-situs pembajakan buku. Sehingga kalau ada yang mencari link Kiss Library, mereka tak bakal bisa menemukannya dengan mudah.
====
Lalu mengapa sih fenomena pembajakan buku masih terus marak terjadi?
Mungkin kita bisa menilik dari sisi psikologisnya nih.
Sebuah penelitian oleh Joe Cox dari University of Portsmouth Business School menguak bahwa fenomena penyebaran file digital termasuk e-book ini didasari oleh sebuah mentalitas “Robin Hood”.
Berdasarkan data survei nasional Finlandia yang mencatat kebiasaan berbagi file, status sosial ekonomi dan sikap mengenai penyebaran file secara legal dan ilegal pada 6103 responden dari berbagai kelas ekonomi, ditemukan bahwa ada pandangan bahwa para penyebar file secara ilegal menganggap dirinya sebagai Robin Hood bagi orang lain. Mereka para dermawan yang merampok dari orang kaya yang menindas.
Dalam perspektif Cox, ada dua jenis penyebar file ilegal ini: leechers dan seeders. Leechers adalah para lintah yang menyedot file. Mereka mengunduh file dari pihak lain tapi tidak secara eksplisit menyediakan konten bagi orang lain. Seeders adalah mereka yang mendapatkan file untuk disebarkan ke leechers.
Seeders ini kalau dipikir-pikir tak menikmati kekayaan atau keuntungan dari aktivitas ilegal mereka tapi mereka terus melakukannya karena merasa terdorong oleh semangat solidaritas ala komunitas dan ingin mendapatkan pengakuan di antara yang lain. Mereka merasa ‘di atas angin’ karena sanggup mengakali sistem yang ada. (*/)
Leave a Reply