





DALAM rangka mudik, Jumat malam pekan lalu saya menginap di DIGITAL AIRPORT HOTEL.
Megah dan modern serta futuristik memang namanya. Pokoknya memukau dan yang penting murah meriah karena tarifnya cuma Rp300.000-an lebih sedikit.
Konon inilah akomodasi ‘merakyat’ yang ada di lingkungan bandara Soekarno Hatta (CGK). Alternatif yang lebih borjuis yakni Anara Airport Hotel yang tarif termurahnya konon Rp700.000-an. Bisa sih bayarnya tapi kok sayang banget uang sebanyak itu dihambur-hamburkan demi menginap kurang dari 12 jam saja.
Saya memang cuma menginap semalam di bandara ini karena takut terlambat naik pesawat. Jarak rumah ke bandara Soetta cukup jauh dan transportasi kurang bisa diandalkan. Maklum bukan Jakarta. Jadi akses ini masih agak memprihatinkan.
Akhirnya saya naik taksi online ke bandara dari rumah. Meski bisa naik komuter ke Jakarta lalu ke bandara dengan kereta khusus bandara, rasanya bakal bisa menghemat waktu dan tenaga dengan langsung dari rumah ke bandara. Inilah dilemanya: kalau hemat waktu, boros uang. Kalau hemat duit, boros waktu.
Jiwa proletar ini ingin menjerit rasanya tatkala mengetahui tarif yang dipatok sekali jalan ke bandara Rp300.000an. Mau tak mau ya harus mau kalau tak mau telat boarding pesawat. Ikhlaslah saya melepas duit segitu demi ketepatan waktu esok hari. Saya tak mau stres puasa begini gara-gara lalu lintas atau terlambat karena keteledoran sendiri. Apalagi dipelototi orang sepesawat karena naik terlambat. Ugh malu-maluin!
Saya akan naik pesawat Citilink di Terminal 3 Domestik sehingga pas sekali kalau saya menginap di hotel ini. Bayangkan saja, tinggal turun satu lantai dengan lift, saya bisa tidur.
Inilah suasana pintu masuk terminal 3 domestik Jumat malam. Agak lengang karena gerai-gerai tutup meski yang masih buka juga ada seperti Alfa Express dan sejumlah tempat makan.
Jadi hati sudah tenteram karena risiko terlambat naik pesawat sudah berkurang mungkin 99%. Sisanya adalah kedisiplinan bangun pagi sehabis sahur untuk mengantre check-in dan boarding. Proses paling merepotkan bagi penumpang pesawat. Entah kapan bisa sepraktis penumpang bus atau kereta.

Setelah bertanya ke seorang petugas, saya diantar ke lantai bawah. Ternyata kantornya petugas tadi juga di sebelah hotel tujuan saya.
Saya pun akhirnya menemukan hotel tersebut. Tak lalu lalang orang di depannya. Apakah di dalamnya sepi?? Saya berharap demikian.
Eh ternyata salah besar. “Hampir full mas,” kata si resepsionis laki-laki.
Masak sih, gumam saya. Karena di lobinya saja sepi. Di ruang lounge untuk bersantai dan membuka laptop untuk sekadar bermain wifi gratisan pun juga cuma 2 orang tampak duduk manis dengan menjaga jarak.
Saya merasa agak tertipu karena di aplikasi Tiket.com saya melihat hotel kapsul ini punya jenis kamar yang terpisah, bukan kapsul. Apakah saya yang terlalu naif atau kurang teliti atau bagaimana ya? Tapi seingat saya memang ada yang mirip kamar hotel begitu. Tapi mas resepsionis menekankan bahwa tidak ada kamar yang saya minta. Sebenarnya saya tak masalah tambah barang Rp100.000 untuk bisa mendapatkan kamar kecil terpisah. Eh malah ternyata tak ada. Ya sudahlah.

Saya bayar uang deposit Rp50.000 sebagai jaminan jika kartu akses hilang. Duit ini bakal dikembalikan jika kartu utuh dikembalikan esok hari padanya.
Lalu saya bayar sesuai tarif resmi dan masuk ke dalam koridornya.
Sebenarnya bukan kali pertama saya menginap di hotel kapsul begini. Di Bandung saya juga pernah di hotel berkonsep sama. Agak kapok karena berisik akibat suara orang check in pagi buta. Tapi mau bagaimana? Murah sih.
Begitu juga di sini. Saya cuma bisa tidur menutup telinga dengan bantal saat jengkel dengan suara buka tutup loker dan pod tidur di sekeliling saya.
Intinya tidak nyaman memang tidur di sini. Saya tak mau berbohong. Tapi buat Anda yang merasa ketepatan waktu dan harga murah adalah prioritas ya tidak ada pilihan lain.
Untuk mandi dan ke kamar kecil, Anda mesti jalan ke luar hotel dan di koridor bisa bertemu para petugas kebersihan bandara sedang apel ganti shift kerja.

Kamar mandi sih standar saja. Tidak buruk dan setidaknya terpisah dan ukurannya besar. Tak bakal ada yang mengintip kok. Karena ruangannya terpisah oleh tembok bak kamar hotel. Tapi tidak ada shampoo. Cuma sabun cair.
Lalu saat sahur, saya ke lantai atas dan membeli makanan siap santap di Alfa Express yang masih buka entah sampai jam berapa. Pukul 22.30 saya ke sana dan mereka masih melayani.
Karena esoknya masih puasa, saya bangun sahur dan makan di dalam pod tidur ini sembari menikmati tayangan TV.
Soal kenyamanan tidur di sini, saya bisa katakan baik dan standar. Tapi bakal lebih bagus lagi kalau pod ini kedap suara. Untuk orang yang tidur terbiasa dalam kondisi sunyi, saya tak bisa nyenyak tidur dalam kondisi berisik.
Untuk suhu udara dalam pod, cukup dingin. Sekitar 22 derajat celcius. Ada beberapa lubang angin yang terus berputar menjaga sirkulasi udara. Suhunya seharusnya bisa diatur di panel tapi entahlah saya kok tidak bisa mengaturnya agar lebih hangat karena saya tak bisa tidur dalam kondisi terlalu dingin.
TV dan audionya berfungsi baik tapi saya tak begitu peduli itu. Tidak ada pun saya masih ada ponsel.
Ambiance dalam pod bisa diatur dengan mengganti warna lampunya. Tapi saya tak peduli juga karena saya biasa tidur dalam kondisi gelap total. Saya tak takut kegelapan.
Untuk keempukan bantal dan tempat tidur, saya bisa katakan lumayan. Selimut agak tipis untuk orang yang suka tidur dalam kondisi hangat.
Seprai dan sarung bantal diganti tiap kali tamu baru datang jadi risiko penularan atau infeksi penyakit bisa ditekan.
Secara keseluruhan, saya bisa katakan hotel ini pantas untuk harga selevel ini dan lokasinya yang ada di bandara. Ini poin super plus.
Tapi selain itu, tidak ada kelebihan lain. Semuanya standar. Keamanan juga relatif bagus karena kuncinya digital jadi kartu mesti di-tap ke detektor pod dan loker agar bisa mengakses. Tapi kalau Anda orang yang ceroboh dan sering menghilangkan barang setipis kartu, hati-hati saja. Kalau Anda teledor, orang bisa menyalahgunakan kartu akses yang ditemukan untuk mengambil barang Anda tanpa izin.
Yang bisa diperbaiki lagi tentunya adalah lokasi kamar mandi dan toilet yang terpisah dari ruangan pod tidur semua tamu. Cukup repot kalau sudah tidur tapi harus ke toilet. Mengantuk dan harus jalan jauh itu menyiksa sekali. Swear! (*/)