Pandemic Diary: Apakah Benar Indonesia Sukses Lewati Pandemi Covid-19?

SETELAH presiden Joko Widodo mengumumkan masyarakat boleh copot masker di ruang terbuka beberapa waktu lalu dan penurunan level PPKM ke level terendah serta dibolehkannya mudik Lebaran tahun ini, masyarakat Indonesia seakan tumpah ruah ke berbagai wilayah untuk melampiaskan keterkungkungan mereka selama 2 tahun ini dalam rumah.

Saya sendiri melihat pusat-pusat perekonomian makin menggeliat. Mall mulai ramai lagi, bioskop pun dibuka kembali. Ini bisa dilihat dari berbagai unggahan di media sosial terutama Instagram stories yang menunjukkan kembalinya orang Indonesia ke fasilitas umum, layaknya sebelum pandemi menyerang.

Dan setelah apa yang terjadi selama 2 tahun ini, saya pernah mendengar seseorang bertanya: “Memangnya Covid itu ada ya?”

Haha serius. Saya tidak bohong. Ya begitulah kondisi di lapangan. Sudah dibombardir dengan berbagai berita dan informasi tapi kalau sudah tak percaya dari dalam hatinya, ya sudah. Tidak bisa dipaksa. Bahkan hingga ia sudah terjangkit pun, bisa saja lho masih berkata: “Ini bukan Covid.” Lalu harus bagaimana?

Pengumuman copot masker di ruang terbuka itu sendiri dikatakan sangat terlambat. Bahkan jadi lucu karena sesungguhnya di lapangan masyarakat sudah sejak lama sudah mencopot masker mereka. Imbauan pemerintah untuk selalu pakai masker saat di luar rumah hanya mempan saat di tempat umum dengan kepentingan ekonomi yang tinggi semacam pasar, mall, sekolah, pabrik, stasiun kendaraan umum, dan sebagainya. Tapi di luar itu semua ya masker tak pernah dipakai lagi. Bahkan aparat kalau keluar area kerja juga sudah copot masker meski belum dibolehkan presiden kok. Dan tak perlu ke kampung-kampung, Anda bisa temukan orang tak pakai masker di tengah Jakarta.

Setelah pengumuman presiden ini, masker menjadi semacam pernyataan sikap dan pemikiran seseorang mengenai kesehatan mereka. Mereka yang bersikap waspada dan hati-hati dengan kesehatan, masih memilih untuk mengenakan masker. Apalagi mengingat level pencemaran udara bagi Anda yang tinggal di perkotaan itu tinggi. Masker bisa mengurangi dampak pencemaran pada paru-paru kita. Lalu belum lagi virus selain Covid, misalnya TBC, flu, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) yang bisa menjangkiti kita semua di lingkungan yang makin tak terbendung saja.2

Meski RI ditunjuk menjadi tuan rumah Forum Penanganan Bencana PBB tahun ini, tapi untuk mengatakan RI sukses melewati pandemi ini, rasanya kok terlaku pongah ya.

Kita jangan lupa deh dengan berbagai pekerjaan rumah yang masih terbengkalai di dalam rumah. Termasuk penyesuaian hidup dengan perubahan iklim yang konon juga berkaitan dengan munculnya Covid-19 ini. Penularan virus hewan ke manusia ini awalnya ya dari perambahan hutan dan eksploitasi satwa liar yang seharusnya dibiarkan hidup di hutan, bukan dikonsumsi manusia.

Tapi namanya juga manusia. Makin dilarang, makin bernafsu malahan.

Soal keberhasilan vaksinasi, ada yang mengklaim kita bisa menghasilkan vaksin sendiri dari Biopharma. Tapi nyatanya di lapangan kan stoknya tak bisa mencukupi untuk satu negara. Malahan yang populer dan lebih membanjiri program vaksinasi itu jenis vaksin asing macam Pfizer, Moderna, Astrazeneca, Sinovac, dan sebagainya. Memang vaksinnya gratis tapi kita tidak tahu apa yang harus digadaikan negara demi mendapatkan hibah vaksin ini ya.

Sekarang pemerintah menepuk dada bahwa hasil penanganan pandemi mereka sukses. Hasilnya sekarang masyarakat Indonesia sudah bisa kembali beraktivitas, roda ekonomi kembali berputar, semuanya kembali bekerja seperti sediakala. Ekonomi pun digenjot terus demi mencapai target pertumbuhan di atas 5% tahun ini. Optimisme meluber ke mana-mana dengan dibukanya kran turis baik ke dalam dan ke luar negeri. Pokoknya optimis teruslah ya.

Resiliensi dan daya lenting masyarakat Indonesia memang mencengangkan tapi itu bukan berarti pemerintah bisa mengakuinya sebagian hasil kerja kerasnya selama ini. Itu prestasi milik rakyat. Please jangan diakui sebagai hasil kerja Anda, bapak-bapak birokrat.

Ketangguhan masyarakat ini bukan berarti pemerintah lalu membiarkan masyarakat begitu saja. Tetap dong bapak-bapak harus kerja keras memberikan perlindungan dan kemudahan bagi rakyat yang sudah bekerja membanting tulang begini. Jangan malah tambah dipajaki makin tinggi. (*/)



Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: