Pandemi Diary: Siap-siap Gelombang Entah ke Berapa…

COVID-19 belum sirna dari muka bumi dan memang takkan pernah musnah.

Alih-alih hilang, ia terus bermutasi, berubah dan beradaptasi dengan lingkungan.

Dan celakanya mungkin ia berubah menjadi lebih kuat daripada sebelumya.

Dikabarkan di media massa akhir-akhir ini jumlah kasus Covid kembali naik.

Tapi apakah itu bisa dipercaya?

Kalau kata salah satu pakar (virologi) Prof. G. N. Mahardika dari Universitas Udayana Bali, jumlah kasus di Indonesia sama sekali tidak bisa dijadikan patokan, guys.

Haha Ya bagaimana lagi kan memang cara pengujian dan jumlah pengujian juga rendah sekali.

Kita masih menggunakan rapid antigen, bukan PCR. 

Rapid antigen ini tingkat sensitivitasnya lebih rendah dan tidak akurat.

Latar belakang / pemicu kenaikan kasus juga belum diketahui dengan akurat. Apakah itu karena peningkatan testing karena makin banyak yang masuk rumah sakit, atau karena ada pasien yang mendapatkan perawatan tertentu atau karena perjalanan yang makin sering akhir-akhir ini terutama di kelompok yang belum divaksinasi booster (ketiga)? Atau apakah memang pemerintah melakukan pengujian secara acak di tempat-tempat umum seperti stasiun kereta?

Dengan kata lain, pernyataan kenaikan jumlah kasus Covid itu tidak bisa diketahui secara akurat.

Yang pasti adalah protein di virus mutasi baru BA 2 hingga BA 5 ini tidak berbeda jauh dari nenek moyangnya. Tidak ada indikasi yang menyatakan bahwa proteinnya berbeda jauh dari Covid Omicron.

Omicron ini bahkan dikatakan sudah menginfeksi 60-80% warga dunia. Jadi sebenarnya kita sudah tervaksinasi secara alami di samping menjalani vaksinasi buatan.

Lalu soal kemampuan virus Covid varian BA 4 dan 5 menghindari vaksin sehingga dikatakan varian ini lebih kuat, kurang beralasan. Kecepatan replikasinya juga tidak banyak berubah dari nenek moyangnya dulu. Makanya kekuatan vaksin menghadapi varian-varian baru ini juga masih bisa diandalkan. Ketakutan bahwa vaksin sudah tidak mempan menghalau varian baru Covid ini tidak beralasan.

Sebagai gantinya, tolok ukur yang bisa digunakan adalah tingkat okupansi rumah sakit saat ini dan juga prevalensi global. Menurut virolog ini, tren prevalensi varian-varian Covid ini menurun juga di seluruh dunia. Hanya saja varian BA2,4, dan 5 ini memiliki tingkat penularan lebih tinggi daripada Omicron.

Jadi ya kembai lagi ke protokol kesehatan yang jadi senjata pusaka kita itu. Haha. 

Kalau ditanya bagaimana bisa varian baru ini menular? Ya karena memang protokol kesehatan sudah diabaikan. Jangankan di ruangan terbuka, di ruangan tertutup juga orang sudah mulai mengabaikan pemakaian masker. 

Mau bagaimana lagi? Karena pemerintah juga sudah mencabut level PPKM dan juga tidak peduli lagi dengan penularan ini. Presiden sudah mengizinkan buka masker di ruang terbuka saat bertemu orang lain. 

Dengan vaksinasi, pemerintah seolah sudah ‘lepas tangan’. Kalau masih tertular itu urusan Anda masing-masing ya. 

Masalah kita dalam penanganan pandemi dari dulu smapai sekarang juga masih sama kok: 100% masyarakat bersama-sama menjalankan protokol kesehatan.

Ini yang dari dulu sulitnya minta ampun! Karena ada saja yang membandel. Entah itu berkerumun, menurunkan masker karena berbagai alasan, dan sebagainya. (*/)



Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: