Blog sebagai Pusara Digital

Ridwan Kamil dan Emeril Kahn anak sulungnya. (Foto: https://sumbar.suara.com)

UNTUK apa menulis blog?

Bagi orang awam mungkin tidak ada arti yang signifikan ya.

Blog buat sebagian orang untuk menumpahkan uneg-uneg, mirip diare kata-kata. Tidak jelas isi pesannya apa tapi pokoknya asal banyak dan keluar setiap hari. Begitulah, seperti membuang kotoran tiap hari.

Tapi tidak semua orang harus menikmati ‘kotoran’ tadi.

Kita bisa seleksi agar blog kita berisi hal-hal yang indah dan baik serta menenteramkan hati juga lho.

Kenapa begitu?

Ya karena nantinya kita semua bakal mati.

Dan blog adalah salah satu peninggalan yang berupa jejak digital kita yang bisa jadi lebih abadi daripada jejak kita di dunia nyata.

Hal ini baru saya sadari setelah ada berita soal blog almarhum Emeril Kahn, anak gubernur Jabar Ridwan Kamil yang beberapa waktu lalu meninggal dunia tenggelam di sungai Are, Eropa sana. Tenggelam di awal musim panas saat semua es melebur sehingga air sungai melimpah ruah.

Blog milik Emeril sebenarnya bukan blog yang wow banget. Bahkan blog ini terkesan apa adanya, blak-blakan, amatiran, karena inilah pemikiran-pemikiran anak muda seusianya.

Meski bahasa Inggris yang dituliskan Emeril di situ kurang tertata secara gramatikal, saya maklumi saja karena dia anak Bandung, bukan London atau New York.

Artikel-artikel di situ juga beragam topiknya, dari sebuah pembukaan restoran pizza di Bandung bernama Papa Jabroni’s Pizza hingga catatan soal class meeting khas anak SMA. Sungguh khas anak muda.

Tapi satu tulisan menurut saya cukup berisi dan bisa jadi dikatakan sebagai tulisan unggulan di blog itu, yakni sebuah artikel berjudul “Interview” yang Emeril publikasikan tanggal 27 Mei 2015.

Isinya soal pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan pada sang ayah soal apa dan mengapa ayahnya bersedia menjadi walikota Bandung saat itu mengingat Ridwan sudah mengecap kesuksesan besar dengan menjadi arsitek yang termasyhur di mana-mana.

Di sini saya kagum bahwa Eril di usia yang begitu muda sudah lumayan bisa mengendalikan caranya menggunakan media sosial dan internet. Itu artinya ada peran orang tuanya yang mendidiknya supaya memelihara etika dan sopan santun di dunia maya.

Jika kita bisa runut ke belakang, tidak pernah ada satu pun berita buruk soal Eril. Bandingkan dengan anak-anak muda yang seolah berlomba membuat sensasi dan berita tak peduli baik atau buruk demi bisa viral di media sosial.

Ini menandakan sebuah keluarga yang orang tuanya tidak disfungsional. Baik Ridwan dan istrinya mampu mendidik Eril sedemikian rupa sehingga ia bertindak tanduk baik selama hidupnya yang relatif singkat itu.

Jadi ini menjadi semacam teguran bagi kita agar mencatatkan hal-hal baik di akun media sosial dan blog kita.

Agar saat kita meninggalkan dunia ini, orang bisa melihat dan mengenang sisi baik kita. Bukan sisi buruk dan gelap kita. (*/)

Published by

akhlis

Writer & yogi

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.