Pengalaman Tinggal di Perumahan Citra Maja Raya, Kab. Lebak Saat Musim Hujan

MUSIM hujan mencapai puncaknya di bulan Kasih Sayang ini tampaknya.

Sudah seminggu lebih curah hujan di kawasan Citra Maja Raya ini melebihi curah hujan sebelumnya.

Hujan, mendung, diselingi dengan terik selalu menghiasi hari-hari di sini.

Kadang saya sampai lelah harus menjemur, lalu mengambil jemuran, lalu saat matahari muncul, mengeluarkannya lagi. Begitu seterusnya.

BACA SEBELUMNYA: “PENGALAMAN MEMBELI RUMAH PERTAMA DAN TINGGAL DI CITRA MAJA RAYA [BAG. 2]”

Syukurnya hujan yang begini derasnya belum bisa membenamkan rumah-rumah di sini.

Hanya saja, sebuah peringatan untuk pihak pengembang Ciputra Group adalah pemeliharaan saluran air/ drainase di jalan-jalan perumahan yang mesti dijaga agar tetap dalam dan tidak tertimbun tanah.

Di klaster saya sendiri untungnya letaknya agak tinggi. Saking tingginya sampai aliran air PDAM saja kembang kempis. Haha.

Saya sempat lewat di depan klaster Cendana, dan menyaksikan jalan di depannya tergenang. Tidak tinggi memang tapi cukup mengkhawatirkan sebab ketinggian air di selokan besar di tengah jalan sudah hampir luber. Anda bisa lihat di foto di atas.

Kemudian saat saya meneruskan perjalanan, saya juga lihat tumpahan air dari selokan air yang lot tanahnya masih kosong alias belum terbangun di dekat klaster Gaharu dan Kantor Marketing Pengembang di Bundaran CMR 2.

Di situ selokan air dibiarkan terisi tanah endapan. Agak disayangkan memang.

Sementara itu, untuk keamanan dan ketahanan bangunan di klaster selama musim hujan sih sudah bagus. Maksudnya, tidak ada berita rumah yang rubuh selama musim hujan ini.

Maklum banyak unit di sini yang tidak pernah dijenguk atau belum terjual sehingga seperti bangunan terlantar. Bagian dalamnya sudah penuh dedaunan tanaman rambat dan reptil. Bisa saja ada kadal dan ular atau biawak masuk dan beranak pinak di dalamnya.

Ngeri, karena sudah ada kejadian di klaster saya, seekor biawak sebesar paha orang dewasa yang bisa masuk ke rumah kosong! Bayangkan jika itu satu keluarga ular piton. Apalagi di musim hujan begini pasti mereka mencari tempat yang kering dan hangat untuk tinggal. Di liang tanah di sawah-sawah sudah penuh dengan air hujan jadi kurang nyaman ditinggali.

Di sini karena ruko belum terbangun semua, berkendara tanpa menyiapkan jas hujan adalah sebuah kebodohan.

Jika hujan sekonyong-konyong turun, bakal susah mencari tempat berteduh.

Meski di Maja bukan daerah pegunungan, udaranya saat musim hujan termasuk dingin bukan main. Saya sampai harus merebus air tiap kali mandi pagi.

Jika Anda punya pertanyaan soal Citra Maja Raya dan pengalaman tinggal di dalamnya, silakan ketikkan di kolom komentar. Akan saya bahas di tulisan berikutnya. (*/)

Ternyata Mikrobiom Usus Pengaruhi Motivasi dan Performa Olahragamu

Mikrobiom kita, yang terdiri dari jutaan mikroorganisme seperti bakteri, virus, dan jamur, memainkan peran penting dalam kesehatan kita. Studi terbaru yang dipublikasikan di jurnal Cell Reports menunjukkan bahwa mengonsumsi makanan kaya serat dapat membantu meningkatkan keanekaragaman mikrobiom kita.

Penelitian ini dilakukan oleh tim ilmuwan dari Universitas Michigan dan meneliti 168 partisipan yang telah menjalani program diet tinggi serat selama enam bulan. Hasilnya, ditemukan bahwa partisipan yang mengonsumsi diet tinggi serat memiliki keanekaragaman mikrobiom yang lebih baik dan jumlah bakteri yang bermanfaat bagi kesehatan lebih tinggi dibandingkan dengan partisipan yang tidak mengonsumsi diet tinggi serat.

Makanan yang tinggi serat dapat ditemukan di sayuran, buah-buahan, biji-bijian, dan kacang-kacangan. Para peneliti merekomendasikan untuk mengonsumsi setidaknya 30 gram serat per hari untuk mendapatkan manfaat kesehatan optimal.

Selain itu, artikel di Science Focus juga memberikan tips dan saran yang dapat membantu meningkatkan kesehatan mikrobiom kita. Salah satunya adalah dengan menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu dan mengonsumsi probiotik, seperti yoghurt dan kefir. Probiotik adalah mikroorganisme hidup yang dapat membantu memperbaiki kesehatan usus dan mikrobiom kita.

Selain itu, penelitian juga menunjukkan bahwa olahraga dan aktivitas fisik secara teratur dapat membantu meningkatkan kesehatan mikrobiom kita. Hal ini dikarenakan olahraga membantu meningkatkan sirkulasi darah, yang dapat membantu memberikan nutrisi dan oksigen ke seluruh tubuh, termasuk mikrobiom.

Kesehatan mikrobiom yang baik juga dapat membantu meningkatkan kesehatan mental kita, seperti mengurangi gejala kecemasan dan depresi. Oleh karena itu, menjaga kesehatan mikrobiom harus menjadi prioritas bagi kita semua.

Dalam kesimpulan, mengonsumsi makanan tinggi serat, menghindari penggunaan antibiotik yang tidak perlu, mengonsumsi probiotik, berolahraga secara teratur, dan menjaga pola hidup sehat secara umum dapat membantu meningkatkan kesehatan mikrobiom kita. Kesehatan mikrobiom yang baik dapat memberikan manfaat kesehatan yang signifikan bagi tubuh dan pikiran kita.

Di Twitter tadi saya menemukan seorang pria yang mencoba menanggapi pertanyaan audiens yang mengatakan lirik lagu Asmarakalibrasi yang dinyanyikan band dari Semarang, Soegi Bornean, terlalu rumit dan susah dipahami.

Maklum ada kosakata yang tak lazim memang di dalamnya. Lihat saja di bawah ini.

Asmara telah terkalibrasi frekuensi yang sama
Saatnya ‘tuk mengikat janji merangkum indahnya

Laras rasa nihil ragu
Biar, biarlah merayu di ruang biru
Bias kita jadi taksu gairah kalbu mendayu
Sabda diramu

Jadikan hanya aku satu-satunya
Sang garwa pambage, sang pelipur lara
Nyanyikan ‘ku kidung setia

Jadikan hanya aku satu-satunya
Sang garwa pambage, sang pelipur lara
Nyanyikan ‘ku kidung setia

Kini saatnya merangkai binar asmara
Melebur ‘tuk satukan ego dalam indahnya

Berdansa dalam bahtera mahligai rasa
Merajut ketulusan jiwa
Mengabdi dalam indahnya kalbu
Mengukir ruang renjana selamanya

Jadikan hanya aku satu-satunya
Sang garwa pambage, sang pelipur lara
Nyanyikan ‘ku kidung setia

Jadikan hanya aku satu-satunya
Sang garwa pambage, sang pelipur lara
Nyanyikan ‘ku kidung setia

Berdansa dalam bahtera mahligai rasa
Merajut ketulusan jiwa
Mengabdi dalam indahnya kalbu
Mengukir ruang renjana selamanya

Jadikan hanya aku satu-satunya
Sang garwa pambage, sang pelipur lara
Nyanyikan ‘ku kidung setia

Jadikan hanya aku satu-satunya
Sang garwa pambage, sang pelipur lara
Nyanyikan ‘ku kidung setia

Asmara telah terkalibrasi
Asmara telah terkalibrasi
Dan jadikan ‘ku kidung setia

Asmara telah terkalibrasi
Asmara telah terkalibrasi
Dan jadikan ‘ku kidung setia

Sebenarnya itu bagus. Karena orang Indonesia terlalu dimanja dengan lirik-lirik lagu yang semakin vulgar, blak-blakan, dan tidak sastrawi sama sekali.

Lain dengan lagu-lagu era 1990-an dulu yang liriknya terasa lebih puitis.

Para penyanyi dan zaman sekarang juga ada sih yang masih memiliki ciri khas puitis begini. Saya sendiri suka lagu-lagu Tulus dan tentu Soegi Bornean ini.

Lagu-lagu beginilah yang berpotensi menjadi timeless nantinya.

Bukan lagu-lagu pop mainstream yang liriknya nakal, penuh maki-makian, dan cuma penuh libido, testosteron dan adrenalin.

Yang terakhir karena serunya deg-degan berselingkuh tentunya. (*/)

Pengalaman Menjajal Pilates Pertama Kali di House of Pilates Bintaro

PILATES sekilas mirip dengan yoga yang sudah saya tekuni sejak 2010. Tapi sebenarnya ada perbedaan yang mendasar di antara kedua jenis olah tubuh ini.

Yoga, meskipun banyak orang modern mencap sebagai “olah raga”, mengandung aspek non-fisik juga. Yang populer saat ini memang latihan fisik (postur-postur yoga) dan beragam teknik olah napasnya. Tapi banyak elemen yoga yang lain yang masuk ke ranah mental, psikologi, metafisik hingga dimensi spiritual. Jadi kompleks sekali.

Sementara itu, pilates lebih dominan sebagai sebuah jenis olah tubuh yang bersifat rehabilitatif, eksklusif, dan urban. Napas memang diajarkan di sini tapi aspek spiritual nihil karena memang sejarah pilates juga tidak mengandung itu.

Ditilik dari sejarah, yoga memang sudah jauh lebih dulu ada daripada pilates. Bahkan Joseph Pilates sebagai pendiri pilates bisa dikatakan ‘terinspirasi’ oleh postur-postur fisik yoga.

Soal citra atau image, entah kenapa keduanya lekat dengan citra “mahal”. Ini benar. Sering saya temui komentar di media sosial yang menyatakan bahwa yoga itu mahal.

Dan saya pikir pilates bahkan lebih mahal dari yoga sebab memerlukan adanya alat-alat khusus yang diimpor dari luar negeri misalnya Cadillac, Reformer, dan sebagainya.

Untuk satu sesi kelas trial di House of Pilates Bintaro yang saya sambangi, tarifnya Rp500.000. Kelas ini berlangsung ‘cuma’ sejam (60 menit).

Kelas ini berada di Kebayoran Arcade, Bintaro. Karena ini area ruko dekat permukiman eksklusif, bisa dimaklumi jika suasananya agak ramai meski tidak bakal sesemrawut tengah Jakarta.

Suasana studio bersih, elegan, dan asri. Di lantai satu ada 2 Reformer, 1 Cadillac, dan beberapa alat lainnya yang belum saya coba di kelas trial ini.

Satu perbedaan antara yoga dan pilates ialah cara napas. Di kelas pilates, saat mengencangkan otot justru kita diharuskan membuang napas, sementara saat merilekskan otot kita mengambil napas. Ini agak membingungkan karena saya terbiasa dalam latihan yoga untu melakukan sebaliknya. Mungkin karena sejak awal saya diajari untuk merilekskan otot saat buang napas.

Kemudian perbedaan lainnya ialah soal presisi gerakan. Semua gerakan pilates cenderung lebih lamban dan menggunakan kontrol penuh atas otot dan sendi. Jadi tidak bisa asal bergerak. Dengan demikian, kesadaran (awareness) terhadap seluruh bagian tubuh harus dijaga selama bergerak. Terlena sedikit saja, kita bakal diperingatkan sang trainer.

Perbedaan lainnya ialah karena banyak gerakan pilates yang menggunakan props atau alat bantu, jadi lebih banyak kekuatan dan koordinasi otot yang dipakai daripada yoga.

Menurut saya, pilates cocok untuk Anda yang ingin menyelaraskan postur tubuh. Bagi mereka yang sudah sering berolahraga lainnya sseperti lari atau angkat beban, pilates bisa menyeimbangkan kedua sisi badan. Bisa dirasakan perubahannya jika Anda memiliki bahu atau pinggul yang tinggi sebelah, skoliosis (tulang belakang yang membengkok secara abnormal), atau kondisi-kondisi postural dan anatomis yang kurang lazim dan perlu diperbaiki secara aman dan efektif.

Cedera-cedera juga biasanya dapat dicegah jika kita bisa meningkatkan awareness saat beraktivitas maupun olahraga apapun.

Bagi Anda yang sudah terbiasa yoga, transisi ke pilates mungkin terasa natural. Tak banyak perbedaan dalam hal gerakan kok. Setidaknya demikian yang saya alami di kelas. (*/)

“No Longer Human”: Komik Jepang Paling Gelap?

BEKERJA dengan anak-anak muda memang berbeda. Tiap hari ada saja cerita-cerita seru yang bikin terpingkal dan kadang syok.

Coba kalau teman-teman kerja saya bapak-bapak atau mama-mama muda, pasti ngobrolnya kalau nggak badan yang mulai jompo dan sakit sana sini, masalah rumah tangga atau anak-anak mereka.

Salah satu yang buat saya syok adalah rekomendasi-rekomendasi konten yang mereka konsumsi setiap harinya. Dari film, lagu, sampai ke komik Jepang.

Nah manga atau komik Jepang yang mereka baca ini juga ternyata bukan berbentuk kertas dan buku kecil tapi file daring yang bisa diakses di website manga4life.

Saya sendiri belum pernah membaca manga secara daring begitu. “Pedas nggak sih di mata kalau baca berjam-jam begitu” pikir saya yang kolot.

Saya pun coba baca di laptop dan lumayan nyaman kok. Asal cahaya birunya dikurangi tentu saja.

Salah satu bawahan saya yang wibu (sebutan untuk penyuka produk budaya negeri matahari terbit) menyarankan bacaan manga No Longer Human karya Junji Ito yang dikenal pengarang bertema horor dan tragis.

Dan memang sangat ‘gelap’ dan fatalistik ceritanya.

Saya sampai tidak bisa berkata-kata lebih lanjut untuk menggambarkan plot yang duh,… bikin mules perut saking nggak tega menggambarkan nasib si tokoh utama Yozo Oba.

Saya nggak akan bocorkan dan Anda harus membaca sendiri lewat tautan yang saya masukkan di judul tadi.

Dan saya pikir kehidupan nyata dan fiksi itu bisa sama-sama tragis dan kejamnya lho.

Kebetulan tadi saya tonton video seorang pengarang yang menceritakan bagaimana dirinya pernah bertemu dengan seorang pelacur lesbian. Lesbian bukan karena maunya sendiri tapi karena dipaksa seorang mucikari. Awalnya mucikari ini baik banget dan mau menampung dirinya sampai anak haramnya lahir. Eh tak disangka-sangka habis lahiran dia ditagih duit 5 juta sebagai utang sejak menumpang. Dari sana ia melunasi utang dengan berhubungan seks dengan para pelanggan si mucikari. Dan mucikari ini begitu kuat pengaruhnya sebagai bagian dari sindikat perdagangan manusia (wanita) di negara ini. Duh, pokoknya sangat deeply unsettling. Bikin batin merana. Kok ya bisa ada manusia sekejam itu dan ada manusia yang hidupnya setragis itu? Saya pun mengucap syukur karena hidup saya tak harus melewati jalur yang serupa. (*/)

Belajar Balet Bikin Bijak?

SATU obsesi yang belum pernah tercapai sekarang adalah mencoba belajar balet.

Alasannya karena saya suka dengan artistry-nya. Karena suka dengan balet inilah, saya kadang ‘mencuri’ sejumlah tekniknya untuk saya terapkan saat berlatih dan mengajar yoga.

Salah satunya adalah aktivasi otot kaki dengan pointed feet dan toe extension dalam berbagai gerakan.

Sebenarnya dulu di Jakarta ada sebuah tempat yang menawarkan kelas balet tapi setelah melihat para pesertanya, ternyata tidak ada prianya. Haha.

Balet juga sangat unik menurut saya karena gabungan dari seni dan olahraga.

Tak cuma itu, balet juga ternyata memiliki manfaat membuat seseorang makin bijak. Setidaknya itu yang dikatakan ilmuwan dalam sebuah studi mengenai hubungan antara latihan somatik (fisik) dan mental yakni balet dan kebijaksanaan.

Disimpulkan bahwa latihan fisik balet klasik bisa mengasah mental kita agar lebih bijak dalam menjalani kehidupan.

Bagaimana bisa ya? Mungkin Anda bertanya. Saya juga ingin tahu, jujur. Karena sekilas ya tampaknya tidak berkaitan langsung.

Dinyatakan oleh Monika Ardelt (dosen sosiologi dari University of Florida) bahwa temuan ini memang menakjubkan. Tapi tentu di balik temuan ini akan ada banyak yang mesti diselidiki lebih lanjut (sumber: University of Chicago).

Pada awalnya tujuan studi ini bukan untuk menguji dugaan bahwa balet memiliki benefit tersebut tapi menggunakan balet sebagai pembanding untuk meditasi yang memang pasti sudah berkaitan erat dengan sikap bijak seseorang.

Dan secara kebetulan, lho balet kok sama bagusnya dengan meditasi!

Kalau dugaan saya sendiri adalah karena olahraga atau latihan fisik apapun termasuk balet dan yoga asana (pose-pose fisik yoga) memang bisa menjadi salah satu jalur untuk meraih pemahaman yang lebih mendalam soal hidup. Jadi yang semula cuma ‘permukaan’ atau raga saja ternyata bisa mengantar kita ke dimensi yang lebih dalam dan halus (subtle).

Dan ini menurut saya juga sejalan kok dengan praktik para yogi kuno yang berlatih pose fisik dahulu sebelum duduk bermeditasi dan para biksu Shaolin yang berlatih beladiri begitu keras saban pagi hari agar tetap bisa sehat dan duduk tegak sembari merapal mantra dan bermeditasi di malam harinya.

Selama ini masyarakat bahkan ilmuwan kurang menganggap latihan fisik sebagai salah satu jalan untuk menjadi pribadi yang lebih bijak.

Hasil studi ini menyatakan mereka yang berlatih meditasi vipassana, latihan kesadaran (mindfulness), dan Buddhisme memiliki level wisdom lebih tinggi dari orang yang latihan balet klasik.

Tapi anehnya, mereka yang latihan balet ini semakin lama berlatih juga bisa mencapai level wisdom yang dimiliki oleh para praktisi meditasi dan kesadaran.

Semoga kapan-kapan bisa menemukan guru balet yang menerima peserta dewasa pria! (*/)

Let’s Talk About Junji Ito

I’m not someone who is addicted to manga or anime but one name caught my attention lately.

Junji Ito is a Japanese horror manga artist, known for his works in the horror genre.

He was born on July 31, 1963, in Gifu Prefecture, Japan. He is best known for his works such as “Uzumaki,” “Tomie,” and “Gyo,” which are known for their frightening and eerie atmosphere.

Ito is known for being a very private person and doesn’t often give interviews or make public appearances. Ito is known for being a very private person and rarely gives interviews or makes public appearances. He has stated in the past that he prefers to focus on his work and does not like to draw attention to himself. He is married to a fellow manga artist and has two children.

DISTINGUISHED STYLE

Ito’s writing style is known for its slow-burning suspense, as he often spends several chapters building up the atmosphere and tension before revealing the horror elements. He also often uses symbolism and metaphor in his storytelling, which adds to the eerie and unsettling feeling of his works.

Junji Ito has stated in the past that he gets his inspiration from various sources, including his own personal experiences and fears, as well as events in the world around him. He has also mentioned that he is inspired by other manga artists, films, and classic horror stories.

Ito has stated that he has always been interested in horror and the supernatural, and this interest has driven him to create his own unique and frightening stories. He has also mentioned that he is inspired by the idea of creating a sense of unease and horror in his readers, and he uses his imagination to create stories that will scare and shock them.

INSPIRATION SOURCES

In terms of specific inspirations, Ito has mentioned that he is influenced by the works of H.P. Lovecraft, Edgar Allan Poe, and other classic horror writers. He has also stated that he is a fan of the works of fellow manga artist Kazuo Umezu, and has been inspired by his unique and imaginative storytelling.

Overall, Junji Ito’s inspiration comes from a combination of his personal interests and fears, events in the world around him, and the works of other manga artists, writers, and filmmakers. He uses his imagination and creativity to craft horror stories that are both suspenseful and frightening.

Ito began his career as a dental technician but eventually left to pursue his passion for manga. He debuted as a manga artist in 1987 with the publication of his one-shot “The Ghost of Snoopy.”

Ito’s work often features psychological horror and body horror elements, and his stories often revolve around themes such as obsession, psychological trauma, and the supernatural. His detailed and imaginative artwork, combined with his suspenseful storytelling, has made him one of the most well-known and respected horror manga artists in Japan.

HOW HE WORKS

He typically starts by coming up with a concept or idea for a story, which he then fleshes out into a full-fledged narrative. He often spends a significant amount of time developing the atmosphere and tension in his stories before revealing the horror elements.

Once he has a solid concept and story, Ito begins the process of creating the artwork. He typically uses pencils and inks to create the illustrations and panels for his manga. He is known for his detailed and imaginative artwork, which contributes greatly to the suspenseful and eerie atmosphere of his works.

Ito works primarily as a self-employed artist, but he has also collaborated with publishers and editors in the past. He is known for his meticulous attention to detail and his commitment to his craft, and he spends a significant amount of time perfecting each panel and page of his manga.

Overall, Junji Ito works by using his imagination and creativity to craft horror stories that are both suspenseful and frightening. He begins by coming up with a concept or idea, and then uses his artistic skills to bring that concept to life through detailed and imaginative illustrations.

BIG THEMES

Junji Ito’s works often explore themes related to fear, anxiety, and the unknown. Many of his stories are centered around characters who are faced with strange and frightening events that they cannot fully understand or control. Through these stories, Ito seeks to explore the human psyche and the fears and anxieties that reside within us all.

One recurring theme in his works is the idea of the “unseen.” Ito often portrays horror elements that are not fully revealed, leaving the reader to imagine what lies beyond the veil of the unknown. This can create a sense of suspense and fear in the reader, as they are left to imagine what might be hiding in the shadows.

Another theme that can be seen in his works is the idea of the consequences of human actions. Ito often explores the idea that our actions can have unintended consequences, and that the things we do can come back to haunt us. This can be seen in stories such as “Uzumaki,” where a town is plagued by spirals that seem to be the result of a curse.

Overall, Junji Ito’s works often explore the darker side of human nature, and the fears and anxieties that can arise from the unknown and the unseen. Through his horror stories, he seeks to explore the human psyche and to create a sense of suspense and fear in his readers.

MOST NOTEWORTHY WORKS

Junji Ito has produced a number of highly acclaimed works throughout his career. Some of his most noteworthy works include:

  1. “Uzumaki” – This manga series is widely considered to be one of Ito’s best works, and is a horror story centered around the town of Kurôzu-cho and its residents, who are plagued by spirals that seem to be the result of a curse.
  2. “Tomie” – This manga series is a collection of horror stories centered around a beautiful and mysterious girl named Tomie, who has the ability to manipulate and control those around her.
  3. “Gyo” – This manga series is a horror story about a mysterious epidemic that spreads throughout Japan, causing fish to become infected with a strange virus that allows them to walk on land.
  4. “The Enigma of Amigara Fault” – This short story is a horror tale about a mysterious fault that appears on the side of a mountain, and the strange figures that seem to be carved into its surface.
  5. “Fragments of Horror” – This collection of short stories is a compilation of some of Ito’s best works, and includes tales that range from creepy and suspenseful to outright frightening.

These are just a few examples of Junji Ito’s most noteworthy works. Throughout his career, he has produced a large body of horror manga that has earned him a reputation as one of the greatest horror manga artists of all time.

COLLABORATION WITH NETFLIX

Junji Ito and Netflix have collaborated on an animated series adaptation of several of Ito’s manga works. The series, which was released in 2021, features adaptations of several of Ito’s most popular and acclaimed stories, including “Uzumaki,” “Tomie,” and “The Enigma of Amigara Fault.”

The series was produced by Studio Deen and was directed by Shinobu Tagashira. It was well-received by audiences and fans of Junji Ito’s work, who praised the series for its accurate representation of Ito’s style and atmosphere.

This collaboration between Junji Ito and Netflix represents a significant moment in the recognition and popularity of horror manga, as well as a recognition of Ito’s status as one of the greatest horror manga artists of all time. The series has helped to introduce Ito’s works to a new audience, and has helped to further solidify his reputation as a master of the horror genre.

Some of his most notable works include “Uzumaki,” a horror story about a town cursed by spirals; “Tomie,” a horror series about a beautiful and mysterious girl who can manipulate those around her; and “Gyo,” a horror story about fish that have developed legs and are walking on land, spreading a foul odor and terrorizing humanity.

In addition to his manga works, Ito has also worked on several anime adaptations of his works, including “Uzumaki” and “Tomie.” He has also influenced a number of horror manga artists and filmmakers and has become a cultural icon in Japan.

Junji Ito’s work has had a significant impact on Japanese popular culture, and he has been credited with popularizing the horror manga genre in Japan. His works have been adapted into several anime and live-action films, and he has inspired many other manga artists and filmmakers.

Overall, Junji Ito’s popularity is due to his unique and captivating style of horror storytelling and his ability to create a suspenseful and frightening atmosphere through his detailed artwork. (*/ credit: ChatGPT)

Keluar Negeri Buat Apa Sih?

@awbimax

Bisa sampai di titik sejauh ini tuh gak gampang, gua emg dari lulus SD udah dibiasakan hidup mandiri. Jadi bagi gua tinggal sendiri tanpa kenal siapapun pas pertama kali tiba di Sydney sudah hal yg biasa bagi gua, bahkan gua juga sempet menyelesaikan Diploma gua di Malaysia dalam kurun waktu 2,5 tahun tepatnya di Kuala Lumpur. Banyak luka-liku yg gua jalani, jam terbang gua udah cukup tinggi dan sekarang tinggal fokus aja menentukan karir kedepan. Dan ada banyak hal yg belum berani gua unggah di social media karena alasan privacy dan security gua. Tujuan awal ngonten emg untuk menginspirasi, siapa tau emg ada yg senasib kyk gua yg gak hoki dapet beasiswa dan ditolak berkali-kali dan akhirnya memutuskan jalur mandiri. Walaupun case setiap orang berbeda-beda, tapi banyak jalan menuju Australia! #kuliahdiluarnegeri #tinggaldiaustralia

♬ Je te laisserai des mots – Patrick Watson

ADA fase di saat dulu berambisi ingin dapat beasiswa ke luar negeri dan belajar di universitas ternama dunia.

Tapi sekali mengirimkan, lamaran ditolak. Entah alasannya apa tapi ya mana mau menjelaskan panjang lebar. Tapi setidaknya sudah dikirimkan surat penolakan itu.

Much appreciated lah ya. Tidak seperti HRD Indonesia yang sering tidak mengabari kalau kandidat pekerja tersingkir di tahap saringan terakhir. Padahal modal email atau pesan WhatsApp saja bisa kok. Apa susahnya?

Ada juga fase saat dulu juga nafsu keliling dunia untuk tahu setiap tempat tersohor yang sudah dipelajari di pelajaran geografi dari SD.

Sejauh ini baru bisa ke seputar Asia Tenggara dan Asia Timur. Tapi ya nggak usah ke luar, wong Indonesia saja masih belum tuntas dijelajahi lho!

Kadang malu sama bule-bule yang sudah ke mana-mana menjelajahi pulau-pulau yang jauh nian dan cuma bisa didengar dari pelajaran IPS dulu.

Tapi ada alhamdulillahnya juga sih tidak ke luar negeri. Jadi terhindar pressure yang tidak perlu untuk membuktikan bahwa kita lebih dari teman-teman sebaya kita. Lebih cerdas, lebih progresif, lebih open-minded, dan sebagainya.

Dan juga tidak merugikan negara dengan belajar ke luar negeri demi cuma memenuhi ego dan prestise yang ingin dicapai.

Sebagaimana yang dikatakan Bima (TikTok: awbimax), ternyata tidak semua dana beasiswa itu tepat sasaran. Ada sebagian penerima beasiswa yang masuk kelompok mampu.

Dan tragisnya, begitu mereka sudah di luar negeri enggan pulang dan berkontribusi mengangkat taraf pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Ya lain cerita kalau dana kuliah itu bukan uang negara tapi dana pribadi. Mau di luar negeri sampai mati juga silakan.

@awbimax

#stitch with @Irwan Prasetiyo Gak semua mahasiswa yg dapet beasiswa dari pemerintah dari golongan kaya, hanya saja ada beberapa kasus yg mana beasiswa itu kurang tepat sasaran.

♬ original sound – Bima | ig: @awbimax

Kalau mau meninggalkan negeri ini, setidaknya gunakan dana pribadi kita lah. Jangan sampai kita yang seharusnya bisa membiayai diri sendiri dan punya otak cerdas (karena tidak semua WNI punya otak cerdas dan bakat akademik) malah ikut menggembosi negara sedemikian rupa.

Sebenarnya kalau membahas soal kebobrokan pengelolaan negara dan kondisi multisektoral masyarakat +62 yang masih acak-acak begini tidak akan ada habisnya.

Ah, daripada capek mengeluh soal negara yang begini, mari mengkhayal mau pindah ke negara mana enaknya kalau ada duit. Karena jujur, mau juga sih cari kesempatan untuk tinggal di luar Indonesia sepanjang sisa hidup tanpa kembali lagi. (*/)

Kalau Bisa Memilih Tempat Lahir

SUDAH sejak lama saya mengikuti kanal YouTube satu ini. Dari saat masih jumlah pengikutnya sedikit sampai sebanyak sekarang ini (128 k).

Yang saya sukai dari vlog Sorekara Melancholy ini adalah fokusnya ke hal-hal kecil. Tidak ada omongan manusia. Suara-suara sih ada tapi bukan dari mulut manusia.

Bahkan naik kereta juga sedikit sekali manusia di dalam gerbongnya. Heran memang.

Dilahirkan di Indonesia memang sebuah anugerah. Sebuah negara yang punya wilayah yang begitu luas sampai dijelajahi pun tak bisa dalam setahun.

Tapi satu yang bikin eneg dari Indonesia adalah kebiasaan buang sampah sembarangan.

Saya sangat menyayangkan hal itu karena seolah kita jadi menyia-nyiakan keindahan alam kita sendiri. Sedih.

Kalau saya naik kereta komuter, trenyuh rasanya kalau di antara sawah hijau dan ladang rimbun, terselip spot-spot penimbunan dan pembakaran sampah plastik milik warga kampung.

Ini sangat amat berbeda dari pengalaman naik kereta di Jepang yang disuguhkan Sorekara Melancholy yang sepanjang jalannya resik tanpa sampah. Ya ada sih daun kering bertebaran tapi itu kan sampah organik. Bisa dimaklumi lah…

Yang saya makin eneg lagi adalah kebiasaan bakar sampah orang Indonesia itu lho. Bahkan ortu saya saja lihat sampah sedikit maunya dibakar. Lho ini tuh di tengah permukiman lho. Masak iya mau meracuni diri sendiri dengan bakar sampah plastik di dekat rumah??? Saya nggak paham bener nalar kebanyakan orang +62. Pusing deh.

Setidaknya kalau nggak bisa mengolah atau daur ulang ya dikumpulkan dengan baik. Jangan dibakar dong!

Kenyataan tragis ini seolah tidak digubris pemerintah juga. Saya pernah baca Maudy Ayunda mengusulkan penanganan sampah yang harusnya makin serius karena Indonesia sudah jadi pencemar lautan dengan sampah plastik kedua terparah di dunia. Tapi Jokowi adem ayem aja tuh. Malah mengalihkan isu.

Menteri Lingkungan Hidup juga kontroversial dengan kebijakan-kebijakannya yang malah merugikan lingkungan. Soal penanganan sampah malah ia menuding pemda gagal (sumber: cnnindonesia). Bukannya beri solusi, malah saling tuding.

Dan secara umum, masyarakat dan pemerintah gagal total sih soal satu ini (sumber: natgeo). Berton-ton sampah plastik itu masuk ke laut juga dan kita disuruh makan ikan yang di perutnya ada mikroplastiknya. Garam apalagi. Jadi tak heran kalau di dalam badan kita juga bakal ada plastik juga sih (Sumber: natgeo).

Ulama-ulama juga mana sih ada yang pernah bahas soal isu lingkungan di khotbah jumat mereka? Nggak ada kayaknya. Kalau ada isu soal selakangan aja baru bereaksi cepat. Capek banget. MiChat jadi aplikasi pelacuran, langsung diharamkan. Tapi isu-isu yang lebih penting soal kemanusiaan malah seolah tenggelam dan diabaikan. Kalaupun ada respon ya paling normatif, lip service belaka. Duh!

Makanya kalau saya diberi pilihan negara tempat saya dilahirkan, mungkin saya akan meminta; “Negara manapun yang nggak jorok dan goblok plis, ya Allah...”

Hush jangan gitu ngatain negara sendiri. Tapi ya buktinya sampe ada yang ngemis halus pakai mandi lumpur di TikTok dan bahkan nggak malu-malu meminta duit 200 juta saat diminta berhenti ngemis. (*/)