
SEBUAH seri Netflix berjudul Physical Baek (Physical 100) yang beberapa hari lalu berakhir cukup menyita perhatian saya.
Alasannya karena saya juga tertarik dan terlibat dalam budaya fisik dan olahraga.
Sebagai seorang pengajar yoga, praktisi calisthenics dan gymnastics dan pelaku amatir angkat beban (haha), saya sangat menikmati setiap episodenya.
Kalau ditanya soal jagoan saya di acara tersebut, tentu saya akan jawab atlet yang memiliki kesamaan dengan minat saya sendiri, yakni atlet senam artistik Yang Hak -seon, yang sayangnya tersingkir sebelum babak 20 besar.
Tapi di babak awal (saat semua orang wajib bergantung selama mungkin di batang logam), Yang sangat unggul karena ia jadi juara.
Namun, di babak berikutnya, ia harus berjuang keras agar tidak terdepak sebab tinggi badannya cuma 160-an cm dan beratnya 53 kg. Terbilang mungil jika disandingkan dengan para peserta lain yang 180-200 cm dengan berat yang bisa 2 kali lipat.

Woo Jin-yong, atlet Crossfit dan snowboarder menang dan berhak atas 300 juta won. (Foto: Netflix)
Saya kemudian mengunggulkan Yoon Sung-bin yang relatif masih muda dan kuat serta punya tekad baja. Tapi di Hukuman Sisifus, ia tumbang. Sangat disayangkan tapi yang kelihatan kuat sekalipun pun pasti ada masih kelemahannya.

Yoon Sung-bin
Ada juga pegulat Nam Kyung-jin yang sangat kuat dan berpotensi menang tapi sayangnya tumbang di tantangan tim yang diharuskan berlomba mengangkat pasir.
Di dalam acara ini, menurut pengamatan saya ada beberapa tipe atlet di Physical 100:
- Atlet yang badannya dilatih untuk estetika. Mereka adalah bodybuilders dan aktor/ model. Mereka bagus sekali dalam mengangkat, mendorong benda berat, mengintimidasi lawan karena ukuran otot mereka.
- Atlet yang badannya dilatih untuk skills tertentu. Mereka adalah penari pesenam, stuntmen, kontorsionis, serta cheerleader. Mereka cenderung berbadan proporsional dan otot mereka berukuran sedang atau malah kecil karena mereka harus bergerak efisien. Otot besar justru menghambat mereka melakukan skills.
- Atlet yang badannya dilatih untuk media sosial. Mereka adalah influencers pemilik kanal di YouTube dan akun Instagram. Secara fisik, mereka adalah body goals kebanyakan netizens. Mereka mungkin kuat atau lentur tapi tidak the best atau finest specimen.
- Atlet yang badannya dilatih untuk ketahanan/ endurance. Mereka adalah atlet CrossFit, strongmen. Mereka terbiasa berolahraga keras, intensitas tinggi dalam waktu lama, tekad mereka seperti baja, lincah dalam bergerak dan tahan lama saat harus mengeksekusi sebuah tugas fisik.
- Atlet yang badannya terlatih untuk keterampilan di dunia nyata. Misalnya tim SAR, polisi, agen rahasia, pekerja konstruksi. Mereka lebih lean atau berotot sedang. Karena jika terlalu kecil ototnya, mereka akan lemah. Tapi jika terlalu besar ototnya, mereka juga akan susah bergerak di saat melakukan tugas. Efisiensi gerak dan teknik yang terasah di lapangan menjadi kelebihan mereka.
Jadi kalau dikatakan olahraga terbaik adalah CrossFit karena atletnya menang di kontes ini, bisa jadi ada benarnya.
Konon si jawara Woo Jin-yong menang karena rajin melakukan Murph exercise ini sebagai persiapan saat akan menjalani syuting Physical 100.
Menu Murph exercise ini lari 1 mil, 100 kali pull up, 200 kali push up, 300 squat, lari 1 mil. Gila sih karena ini menu sekali sesi latihan. Bukan menu seminggu yaaaa. Dan saat melakukannya ia memakai rompi beban (weight vest). Tentu buat kita yang masih awam, pakai badan sendiri saja sudah kepayahan.
Tapi patut dicamkan juga bahwa tantangan-tantangan di acara ini juga bukan soal kekuatan otot semata-mata tapi juga banyak aspek lainnya. Misalnya kelincahan gerak, mobilitas, mentalitas pribadi, karakter, strategi permainan, dan keberuntungan.
Saya sendiri tidak sepakat jika satu olahraga dianggap terbaik di segala situasi dan kondisi karena badan kita seiring waktu juga akan membutuhkan berbagai jenis latihan. Tak cuma satu menu latihan tapi harusnya bervariasi. Karena ketidakseimbangan akan membuat cedera dan penyakit. (*/)