Pandemic Diary: People Wear Masks But Forget to Wash Hands. WTF!

Why is it so important to wash your hands even if you already have worn a mask?

Because the surfactan in the soap/ detergent destroys the coronavirus at a certain extent. This is easy but lots of people are ignorant enough and forgetful enough to do this everytime they have to.

Also, can dogs get infected by Covid-19?

Yes, they can. In Hongkong, dogs get tested positive for Covid-19. But these dogs showed no symptoms. 

Pets like dogs are so far not proven to be the source of Covid-19 infection.

But what do you need to do in case you are tested positive for Covid-19 and thus cannot take care of your pets?

First, as the owner, you must wash the pets’ bodies completely while avoiding any bodily liquid as their body surface may be contaminated.

Once they are washed clean, these pets can be taken care of by friends or family members.

Besides that, people are wondering if Covid-19 can spread in sewage or ditches?

The new coronavirus can live in the respiratory tracts and lungs as well as intestines.

A condominium in Hongkong became an epicentrum of an local outbreak after saliva was alegedly let into the sewage.

This is why people need to close th etoilet lid just before they press that flush button. And after getting done with the toilet, they must wash both hands thoroughly, something that we don’t do rigorously. (*/)

COVID dan Infeksi Paru

Jika Anda pernah menderita infeksi paru-paru, apakah risiko Anda tertular Coronavirus juga semakin tinggi?

Jawabannya tergantung. Tergantung pada tipe infeksi paru yang Anda derita itu.

Infeksi paru bisa dibagi menjadi dua kelompok utama. Yang pertama ialah infeksi paru yang meninggalkan bekas. Infeksi ini misalnya yang disebabkan oleh penyakit tubercolosis (TB). Mereka yang pernah menderita TB biasanya memiliki paru yang lebih lemah akibat infeksi yang pernah mendera sebelumnya meskipun memang sudah sembuh.

Kemudian tipe kedua adalah infeksi yang tidak meninggalkan bekas pada paru-paru. Dengan kata lain, paru-paru masih relatif berfungsi baik sebagaimana sebelumnya. Fungsi paru-parunya bisa kembali ke normal.

Tentu mereka yang pernah menderita infeksi paru jenis pertama akan lebih berisiko saat terkena Coronavirus daripada jenis kedua. (*/)

Industri Kepenulisan di Tengah Pandemi

Ada tiga jenis perusahaan/ bisnis di kala pandemi ini. Pertama, perusahaan yang bisa dilakukan dengan bekerja di rumah. Misalnya, perusahaan yang berbasis digital seperti e-commerce. Kedua, perusahaan yang sebagian bisnisnya bisa dilakukan dengan bekerja di rumah dan sebagian lagi tidak bisa dikerjakan dari rumah. Sementara itu, ketiga ialah perusahaan yang sepenuhnya tidak bisa dilakukan dari rumah karena harus turun ke lapangan.

Masuk golongan yang manakah perusahaan tempat Anda bekerja?

Saya sangat beruntung bekerja di sebuah lembaga yang dengan lincah berpindah ke moda digital begitu pandemi ini benar-benar mencengkeram Jakarta, dan umumnya Indonesia. Ditambah dengan aspek pekerjaan saya yang tidak diharuskan turun ke lapangan, saya pun bisa tetap berkarya di dalam rumah. Kalaupun saya harus melakukan interaksi, saya bisa mengakalinya dengan alat-alat digital yang ada sehingga saya sebenarnya sangat terbantu dengan teknologi informasi dan Internet yang sudah sedemikian canggihnya saat ini. ‘Dapur’ saya tetap ‘ngebul’.

Pekerjaan saya sebagai penulis konten (content writer) atau penulis teks iklan (copywriter) beruntungnya bisa dilakukan di rumah. Dan saya pikir begitu juga dengan profesi-profesi lainnya yang basis keterampilannya adalah bahasa dan kemampuan merangkai dan menyusun kata-kata. Buktinya, teman-teman saya yang bekerja sebagai penerjemah buku, novel, dan sejenisnya masih belum mengunggah keluhan mereka soal surutnya industri mereka.

Namun, bagi para penulis yang harus turun ke lapangan untuk bisa mewawancarai narasumber atau berkeliling ke berbagai tempat seperti penulis perjalanan (travel writer), penulis artikel majalah, dan sebagainya, ternyata pandemi COVID-19 ini sangat signifikan dampaknya bagi ekonomi mereka.

Buktinya, salah seorang teman saya yang kebetulan mengais rezeki dengan menulis di waktu luang untuk sebuah majalah mengaku penyaluran kompensasi finansial ke pundi-pundinya menjadi terhambat karena pandemi ini mencekik Indonesia.

“Wawancara dibatalkan karena narasumber wawancara hanya mau diwawancara secara langsung, tatap muka. Maka dari itu, aku jadi pusing,” keluh teman saya itu. Maklum, ia butuh suntikan dana segera demi membiayai pengeluaran pendidikan anaknya.

Mendengar keluhannya itu, dalam hati saya muncul kegeraman sebetulnya. Mengapa di zaman secanggih sekarang, wawancara saja harus bertatap muka? Bukankah ada berbagai macam alat yang memungkinkan agar wawancara tetap terlaksana tanpa harus melihat batang hidung lawan bicara? Saya sungguh tidak habis pikir dengan kekolotan sebagian orang yang beranggapan bahwa berinteraksi secara daring kurang afdol.

Kekolotan itu mirip sebuah ketololan. Karena bukankah di abad lalu saja orang sudah melakukan wawancara dengan menggunakan telepon??! Lalu buat apakah ponsel cerdas semahal itu kalau tidak dipakai untuk berinteraksi demi menjaga jarak di tengah berkecamuknya pandemi seperti sekarang??!

Mungkin saya terlalu emosi untuk mengutuk tanpa memahami konteks tapi benarkah memang tidak bisa berbicara lewat telepon untuk menjawab pertanyaan wawancara?

Bagi para penulis fiksi,mungkin pandemi ini tidak banyak berpengaruh negatif pada mata pencaharian mereka. Mereka masih bisa memproduksi karya mereka di rumah. Duduk, mengetik, mengirim naskah via surel, pokoknya asal jaringan internet lancar, semua masih normal. Bahkan situasi genting dalam kesehatan publik seperti sekarang bisa memicu inspirasi untuk terus berkarya. Orang-orang makin butuh cerita untuk dikonsumsi demi membunuh waktu dalam masa isolasi fisik ini.

Maka dari itu, saya masih optimis dengan masa depan profesi kepenulisan di seluruh dunia. Umat manusia masih membutuhkan cerita. Apalagi di masa-masa seperti sekarang saat mereka membutuhkan harapan dan pengetahuan agar tetap bisa terus melaju dan menemukan alasan untuk tetap bertahan hidup di tengah absurditas hidup. (*/)