3 Cara Bangun Personal Brand di Dunia Digital

Membangun sebuah ‘personal brand’ lain dari ‘corporate brand’. Personal brand mengacu pada pribadi seseorang. Apa yang dijual dalam personal brand bukanlah produk atau jasa seperti perusahaan komersial tetapi skills/ ketrampilan, pengalaman, keahlian, pemikiran dan sebagainya.

Pertama-tama, mungkin kita memiliki pertanyaan: “Mengapa seseorang perlu membangun personal brand dirinya sendiri?” Dalam dunia yang tingkat kompetisinya makin ketat ini, kita harus makin cerdas dan taktis. Saat dunia makin bergeser ke tren online, kita juga harus memanfaatkan fenomena ini dengan mulai membangun personal brand tidak hanya di alam offline, tetapi juga online. Saya sendiri tidak menyarankan sepenuhnya untuk meninggalkan salah satu di antaranya karena keduanya (online dan offline) saling melengkapi.  Namun, biasanya reputasi online kita akan membuka peluang lebih lebar dari jaringan offline kita karena jangkauannya yang luas sekali. Meski begitu, tetap saja reputasi online harus didukung dengan kemampuan kita di dunia nyata/ offline.

cropped-sss1.pngBila Anda seorang yang merasa sudah mapan dalam karir atau sudah memiliki pekerjaan yang berprospek cerah pun masih disarankan untuk membangun personal brand. Mengapa? Sederhananya ini menjadi semacam tali pengaman kedua saat kita suatu saat harus meninggalkan perusahaan atau institusi tempat bekerja karena berbagai alasan. Bisa saja kita terpaksa resign karena sudah merasa buntu suatu saat nanti, atau merasa bosan atau ingin mencoba karir baru, atau dengan cara yang pahit, misalnya karena perusahaan bangkrut sehingga Anda terpaksa dirumahkan, atau karena tiba-tiba divisi Anda secara sepihak dibubarkan perusahaan. Banyak faktor yang bisa membuat semua itu terjadi. Dan saat bencana itu muncul, Anda bisa memanfaatkan personal branding yang sudah Anda bangun sebagai tali penyelamat hidup kedua agar Anda tidak terjun bebas ke dasar jurang. Atau bisa juga suatu saat Anda ingi membangun bisnis sendiri sebagai entrepreneur setelah puas menimba pengalaman dan menabung modal dari bekerja sebagai pegawai, personal brand akan sangat membantu untuk itu.

Untuk memiliki personal brand yang kokoh, bangunlah pondasinya dari sekarang. Langkahnya adapat kita bagi menjadi 3:

  1. Tentukan brand
  2. Buat website/ blog
  3. Gunakan jejaring

Langkah pertama ialah tentukan brand kita. Dalam langkah awal ini, pikirkan 4 poin utama: tujuan, audiens, Unique Selling Point (selanjutnya disingkat UPS), dan identitas visual. Simpelnya kita harus mengetahui arah gerak kita, hal yang mau kita capai. Bisa jadi tujuannya sangat ambisius dan jangka panjang seperti “menjadi seorang desainer web paling terkemuka di dunia” atau yang lebih pragmatis seperti “mendapatkan pekerjaan di perusahaan multinasional bonafide”. Maka berdasarkan tujuan itu, kita bisa selaraskan dengan brand dan blog/ situs yang akan dibangun.

Tentang UPS, kita harus menemukan sesuatu (akan lebih baik jika lebih dari satu) yang membedakan diri kita dari orang lain di luar sana yang juga memiliki tujuan yang sama atau menekuni bidang yang sama. Jika ketiga poin di atas sudah siap, saatnya untuk membentuk sebuah jati diri visual yang dituangkan dalam bentuk pilihan warna khas untuk blog/ situs, logo, kartu nama. Tak banyak yang memikirkan keselarasan antara kesemua hal ini, padahal jika dipikirkan dengan masak, kesan profesional dan elegan akan lebih terpancar.

Langkah kedua ialah membuat situs web atau blog pribadi. Beberapa poin yang perlu diperhatikan ialah halaman depan (homepage), portfolio/ studi kasus, halaman ‘about’, testimonial, dan isi blog. Homepage seolah adalah serambi/ beranda rumah yang memberi kesan tertentu bagi pengunjung. Di halaman depan ini disarankan untuk memajang foto diri kita (dengan wajah yang jelas) dan akan lebih baik jika foto itu juga diseragamkan untuk dipasang di jejaring sosial yang kita punya untuk tujuan personal branding. Jadi, foto yang kita pajang di homepage blog lebih baik sama dengan avatar kita di Twitter, profile picture di Facebook, di browser, profil LinkedIn dan sebagainya. Ini bukannya tanpa sebab, tetapi karena foto yang sama akan menciptakan konsistensi brand yang memudahkan kita untuk dikenali orang lain yang ingin menghubungi kita.

Navigasi situs/ blog juga jangan sembarangan. Jika Anda seorang profesional yang sudah bekerja untuk sejumlah klien atau korporasi, mungkin akan lebih meyakinkan untuk mendapatkan sebuah testimonial dari pihak pemberi kerja yang terdahulu (previous employers/ clients). Ini menjadi semacam referensi bagi orang untuk lebih mempercayai kredibilitas kita.  Di blog, tunjukkan juga bahwa konten blog diperbarui secara rutin. Orang akan lebih meyakini eksistensi personal brand jika blog yang bersangkutan diperbarui secara berkala yang ditandai dengan munculnya tulisan, gambar, atau video yang baru dan relevan dengan isu terkini. Jika sibuk sekali, cobalah memperbarui blog itu di akhir minggu. Jika ada banyak waktu, perbaruilah 2-3 kali seminggu. Makin sering , makin bagus.

Setelah selesai menikmati konten blog, usahakan pula agar si pengunjung tidak begitu saja meninggalkan blog Anda tanpa mengikuti Anda di jejaring sosial (pajang ajakan untuk menjadi follower atau fan/ teman di Twitter dan Facebook), atau berlangganan konten blog terbaru melalui email. Dengan begitu, peluang Anda untuk diingat olehnya lebih tinggi.

Untuk halaman “portfolio”, kita bisa memajang semua hasil karya yang sudah ada hingga saat itu. Jika Anda seorang web designer, pajanglah screenshot situs-situs yang sudah Anda buat dan disukai klien.

Sementara untuk halaman “studi kasus”, kita bisa tunjukkan alur kerja kita saat membuat sebuah karya atau menyelesaikan proyek dari klien. Misalnya, jika Anda seorang praktisi periklanan, Anda bisa tunjukkan bagaimana Anda membangun sebuah brand milik klien. Ungkapkan risetnya, konsep yang diterapkan (sepanjang memungkinkan, kecuali klien mengharuskan Anda menandatangani NDA atau perjanjian menjaga kerahasiaan).

Di halaman “About” (Tentang), jelaskan UPS kita sebagai individu. Berikan penjelasan secara umum dalam bahasa yang segar dan lugas (tak perlu terlalu kaku dan dingin) mengenai perjalanan karir, bidang-bidang keahlian kita, pengalaman, dan sebagainya. Jika Anda seorang pekerja lepas (freelancer) misalnya, kehadiran blog dengan halaman “About” yang informatif akan membantu sekali dalam mendapatkan tawaran pekerjaan berikutnya.

Seperti sudah banyak kita ketahui, dalam halaman “Testimonials” kita akan jumpai kesaksian para klien terdahulu mengenai kualitas pekerjaan kita. Kesaksian yang ada harus pula disertai dengan foto saksi itu. Akan lebih meyakinkan pula jika Anda tambahkan hyperlink (teks dengan tautan/ link di dalamnya) dalam testimoni itu yang bisa diklik untuk menuju ke situs/ blog pemberi testimoni  yang bersangkutan.

Semua halaman di atas adalah halaman statis, yang artinya tidak akan kita perbarui terlalu sering. Lain dari konten blog yang harus kita perbarui secara teratur. Banyak orang yang merasa tidak perlu membuat apalagi menulis blog, apalagi jejaring sosial sekarang tambah menyenangkan dan lebih praktis. Ini keliru. Menulis sebuah blog dengan pemikiran Anda sendiri membuat kita lebih kompeten daripada hanya sekadar memperbarui timeline di jejaring sosial (meski itu ratusan kali sehari). Jejaring sosial memang lebih mudah dan menarik daripada menulis blog, tetapi imbalan yang bisa kita tuai dari blog itu sendiri juga lebih banyak. Tulisan di blog kita lebih terorganisir dan dapat dilacak dengan tag, kategori, dan mesin pencari  saat kelak dibutuhkan. Bandingkan dengan celotehan kita di jejaring sosial yang terkubur begitu cepat meski sudah memakai tagar tertentu.  Aktif di jejaring sosial membuat blogger terlena padahal inti dari berjejaring sosial sebenarnya adalah menarik orang untuk mengetahui lebih jauh tentang diri kita, dan semua itu tidak bisa disampaikan di jejaring sosial dengan panjang lebar. Orang akan bosan. Tetapi blog ibarat sebuah rumah yang menjadi tempat berkumpul setelah Anda menyebarkan informasi diri di jejaring sosial. Di blog, personal brand akan lebih leluasa dibangun. Di blog, diskusi akan lebih mudah terakomodasi dalam komentar. Di blog, konteks juga lebih terjaga sehingga pesan lebih udah dipahami. Bayangkan di jejaring sosial yag ruangnya terbatas, risiko kesalahpahaman lebih tinggi karena konteks tidak utuh lagi, terpotong paksa oleh batasan karakter dan attention span pengguna jejaring sosial yang sangat pendek. Pengguna jejaring sosial cenderung berkunjung karena ingin bersenang-senang dan melihat-lihat tanpa harus mencermati dengan segenap daya pemikiran, yang berbeda dari pengunjung blog yang sudah menyiapkan diri untuk mencerna argumen dan pesan yang lebih panjang dan kompleks dari hanya satu baris tweet atau status.

Langkah ketiga ialah gunakan jejaring yang sudah dibangun untuk mencapai tujuan semula. Kerahkan tenaga, waktu dan pikiran untuk membuat blog, akun jejaring sosial (Twitter, Facebook, LinkedIn) dan sebagainya. Di Indonesia, ketiga jejaring sosial inilah yang paling banyak digunakan. Tentu Anda bisa memperluasnya ke Instagram, Pinterest, dan sebagainya. Namun, pastikan Anda masih bisa menanganinya dengan baik tanpa harus merasa terpaksa. Dan yang lebih penting lagi, sesuaikan dengan kebutuhan, jenis bidang, dan sebagainya. Misalnya jika Anda seorang penulis, membuat akun di Instagram mungkin kurang penting karena di sini interaksinya berbasis gambar bukan teks. Anda akan lebih leluasa di Facebook, Twitter, Tumblr atau LinkedIn.

Sebagai tambahan, saat membuat personal branding di dunia maya, kita perlu pahami bahwa faktor I sangat krusial di sini. Apa itu faktor I? Integritas. Menurut Hermawan Kartajaya, banyak orang memahami dunia maya sebagai sebuah alternatif baru untuk  menyalurkan itikad yang kurang baik. Menipu orang memang lebih mudah melalui Internet. Akan tetapi satu hal yang patut disadari ialah begitu melelahkannya berbuat jahat di Internet karena di sini semua perbuatan kita bisa tercatat dan terlacak secanggih apapun trik yang digunakan. Bagi mereka yang berpikiran pendek, membangun brand apapun di Internet akan sukar sekali. Dibutuhkan konsistensi dan kesabaran dalam membangun personal brand di Internet. Ini bukan proses instan. Dan meskipun terlihat mudah dan instan, itu lebih karena orang tidak melihat proses panjang dan berliku di belakangnya.

Karenanya, bangunlah personal brand dengan mengingat bahwa sikap tulus dalam berinteraksi di dunia maya juga mutlak. Berikan manfaat bagi orang lain, alih-alih memanfaatkan orang lain secara sepihak saja. Dan tak lupa, jadilah seorang sosok/ figur yang mampu membangun budaya dalam sekelompok orang (yang menjadi teman, pengikut atau penggemar kita di jejaring sosial). Tidak ada yang berbeda dengan hubungan antarmanusia di dunia nyata, karena pada hakikatnya dunia digital hanyalah sebuah medium, alat semata. Intisarinya tetap pada bagaimana setiap manusia di dalamnya berhubungan satu sama lain. Jadi, ia bukan sebuah mantra ajaib yang memecahkan semua masalah di dunia nyata!

Efektivitas Buzzer dan influencer di Social Media

noteEndorsement (dukungan) dalam dunia komunikasi dan marketing biasa digunakan untuk meyakinkan calon konsumen.  Mereka yang dianggap mampu memberikan endorsement yang efektif ialah sosok yang memiliki reputasi, kredibilitas di bidang tertentu. Dan mereka (influencer/ sosok berpengaruh) inilah yang biasa dimintai bantuan untuk menjadi buzzer alias tukang koar-koar/ promosi. Kita bisa temukan sosok buzzer di social media (contoh yang paling banyak ada di Twitter, seperti Raditya Dika) yang biasanya memiliki jumlah pengikut ratusan ribu atau sudah jutaan (terlepas dari organik tidaknya cara mendapat pengikut).

Buzzer bisa digunakan untuk membangun viral awareness, yang sangat didambakan oleh para pemilik brand saat ini, entah itu personal brand atau corporate brand. Personal brand berupa sosok seorang manusia yang dianggap sebagai sebuah merek, seperti seorang seniman, pemusik, politikus, dan sebagainya. Sementara corporate brand ialah perusahaan yang ingin mereknya makin dikenal dan akhirnya digunakan masyarakat.

Syarat menjadi buzzer ialah memiliki pemahaman mengenai produk dan target audiens yang dibidik, target campaign (makin dalam engagement yang diharapkan maka pemilihannya akan semakin detil). Syarat lain yang lebih detil pernah saya tulis di “Nukman Luthfie Tentang Nge-Tweet Dapet Duit“.

Namun, penggunaan buzzer jangan dijadikan satu-satunya kanal/ saluran marketing, meski harus diakui kehadirannya sangat penting untuk menggenjot kesadaran publik. Hal lain yang harus dimiliki juga ialah konten yang relevan dengan tema kampanye social media. Konten itu harus diorganisir dalam wadah blog.

Penggunaan buzzer dari sisi brand harus bijak karena belum tentu investasi yang tinggi dalam menyewa jasa buzzer efektif dalam menjaring hasil yang tinggi. Setelah kita membayar si buzzer, jangan lupa perlunya penentuan parameter kesuksesan yang harus dicapai. Jika mau hitungan mudah, bisa diukur melalui kenaikan jumlah pengikut. Tapi itu terlalu dangkal jika dijadikan ukuran satu-satunya, just my two cents.

Perlakuan penggunaan buzzer bisa disamakan dengan divisi komunikasi. Salah satu fungsi digital adalah untuk mendengar konsumen.

Tidak boleh diabaikan pula jenis tujuan kampanye karena ia menentukan perlu tidaknya menggunakan jasa seorang buzzer. Untuk itu, mintalah pertimbangan ke beberapa pihak yang lebih berpengalaman dan yang berkepentingan dalam kampanye ini.

Pemeriksaan latar belakang dilaksanakan oleh pihak brand untuk mengetahui jika si buzzer adalah salah satu pengguna produk yang hendak dikampanyekan atau tidak. Ini untuk mengurangi risiko.

Pendekatan legal (kontrak) atau personal bisa dilakukan oleh agensi untuk menggunakan buzzer. Anda bisa mengajukan semacam surat kontrak kerja pada mereka. Sekali lagi, agar ini menjadi lebih profesional dan jelas sehingga jika ada sesuatu terjadi di kemudian hari akan lebih mudah diantisipasi dan dipecahkan.

Usahakan sebagai pemilik brand, jangan menggunakan jasa buzzer yang tidak pernah membicarakan pesan kunci yang diharapkan. Sederhana saja, karena itu percuma. Pesan kunci itu juga harus disesuaikan dengan bidang kepakaran si buzzer. Inilah seninya memilih buzzer.

Pesan utama yang ingin disebarluaskan harus disampaikan dengan jelas sebelum kampanye oleh si agensi pada pihak buzzer. Jangan sampai ada kesalahpahaman.

Buzzer sebenarnya bisa berkampanye dengan membagikan pengalaman dalam menggunakan produk/ brand yang dimaksud. Sehingga kesan hard selling tidak kentara. Ini masih berkaitan dengan kejelian brand memilih buzzer. Dan cukup susah untuk menemukan sosok buzzer yang klop seperti itu. Kadang ada yang pesan dan temanya konsisten di satu bidang tetapi pengikutnya tidak signifikan, dan di sisi lain ada yang banyak pengikut tetapi kurang sesuai dengan pesan utama tema kampanye yang akan dilontarkan.

Hingga saat ini belum ada aturan khusus yang berlaku untuk sangkalan/ disclaimer dan itu bergantung pada perjanjian kedua belah pihak. Dan itulah kendala sekaligus celah peluang berbisnis di dunia social media, menurut hemat saya. Di sini, standarnya sangat kabur, atau fleksibel. Semuanya tergantung negosiasi. Jadi kalau suka sama suka, ayo. Kalau tidak, ya tidak. Itulah mengapa kadang sangat susah menentukan tarif jasa buzzer.

(Sebagian ide disarikan dari akun Twitter Obrolan Langsat : @obsat)

Kompensasi 1001 Kekurangan Kita dengan Menjadi yang Terbaik di 1-2 Bidang

Bahasa dan yoga: Dua spesialisasi saya

 

Saya masih ingat betapa saya bersedih dan tertekan saat nilai matematika hanya 54. Saat itu saya kelas 4 SD, dan rasanya sudah seperti the end of the world alias kiamat bagi anak 10 tahun. Apa yang harus saya lakukan? Saya butuh keajaiban untuk bisa membuat nilai saya terdongkrak agar orang tua saya yang guru tidak malu. Ahhh!

 

Begitu tertekannya saya sehingga saya lupa bahwa penguasaan saya di IPS lebih tinggi dibandingkan teman-teman sekelas. Saya suka membayangkan berkeliling dunia dan karenanya saya suka membuka-buka atlas, mengetahui nama-nama ibukota setiap negara di dunia. Itu sangat mengasyikkan. Saya bisa lepas dan bersantai di pelajaran IPS.

 

Tetapi begitu pelajaran matematika dimulai saya tercekam. Saya tidak bisa berbuat apa-apa. Kecepatan berhitung saya lumayan payah. Guru yang semula netral di mata saya, begitu saya tersadar saya tidak bisa berhitung sebaik teman-teman lain, saya seolah merasa terongrong, seperti hewan buruan yang senantiasa curiga dengan gerak-gerik hewan buas yang bisa jadi tidak bermaksud memangsanya. Saya merasa tiba-tiba semua perkataannya adalah lecutan cambuk yang melukai. Dan naluri saya adalah bertahan di sepanjang pelajaran. Saya harus tahu  bagaimana caranya ‘selamat’ dari siksaan ini. Siksaan yang datangnya beberapa jam seminggu.

 

Seiring dengan berjalannya waktu, saya kemudian bertanya: Apakah begitu wajibnya bagi saya dan setiap orang di dunia untuk menjadi sempurna dalam segala hal? Apakah tidak cukup saya pandai di satu dan dua hal yang saya sangat sukai dan menjadikannya sebagai permakluman atas ketidakmampuan saya di bidang atau pelajaran lain?

 

Terus terang saya muak untuk memenuhi semua tuntutan menjadi sempurna. Dan saya pikir itulah sumber keruwetan hidup manusia: keinginan untuk menjadi paling sempurna di dalam semua hal. Itu karena kita memang tidak bisa dan tidak akan pernah bisa. Manusia selalu punya keterbatasan dan terimalah itu!

 

Sebagai konsekuensi logis, manusia harus menerima kenyataan bahwa dia boleh saja ‘sempurna’ di beberapa aspek dan payah atau sangat payah di aspek-aspek lain dalam kehidupannya. Itu sangat wajar. Menjadi payah, buruk, tidak kompeten, goblok, suck, adalah hak bagi setiap manusia sepanjang ia masih memiliki spesialisasi yang ia benar-benar kuasai. Saya rasa wajar bila kita temui tukang bangunan yang tidak bisa memasak, atau penari balet yang gagap teknologi, atau mahasiswa teladan Fisika yang tidak tahu menahu tentang anatomi tubuh manusia.

 

Saya biasa-biasa saja, standar… So what?

 

Tidak ada yang perlu diperolok atau dibanggakan jika kita memang tidak sebaik orang lain dalam banyak hal dalam hidup ini. Kepayahan (keadaan payah) yang artinya bisa “pas-pasan”, “biasa”, “standar”, “rata-rata”, bagi banyak orang harus dihindari dengan segala cara. Tampaknya kondisi ini memang mengerikan. Saya juga berpikir saya bersumpah tidak mau menjadi orang-orang kebanyakan yang biasa-biasa saja. Mediocre itu mengerikan! Saya mau menjadi achiever. Apalagi akhir-akhir ini marak berbagai jenis motivator a la Mario Teguh, atau Bong Chandra. Semua orang terpacu untuk menjadi lebih sukses, kaya, bijaksana dengan menuruti semua nasihat dan kata mutiara yang digelontorkan di berbagai media. Tidak ada yang salah. Saya bukan anti motivator. Dan saya sadar kadang kita membutuhkan figur-figur luar biasa seperti mereka yang bisa melejitkan semangat di kala lesu darah. Namun, apa yang saya kurang sukai adalah bagaimana kita terlena dengan menganggap semua itu adalah manual kehidupan. Tidak ada buku petunjuk untuk menjalani kehidupan yang sejelas manual produk elektronik. Kitab-kitab suci pun masih menyimpan banyak gagasan yang multiinterpretatif di dalamnya. Setiap orang bisa memiliki penafsiran sendiri, dan memang kita berhak untuk itu.

 

Kembali ke topik mediocrity (keadaan rata-rata, biasa saja), saya pikir waktu kita di dunia ini adalah aset yang terbatas. Semua yang manusia ‘miliki’ juga terbatas karena pada dasarnya semua adalah pinjaman. Kita bisa bekerja begitu lama dan keras sepanjang hari 24 jam. Namun, sayangnya waktu, energi dan pikiran adalah sumber daya yang sangat terbatas. Kita tidak bisa bekerja terus menerus sepanjang hari dengan tingkat produktivitas yang stabil. Dalam jangka panjang, bekerja terus menerus juga tidak mungkin kecuali kita sudah bosan hidup.

 

Keterbatasan semua hal ini menjadi faktor penting karena itu berarti kita tidak bisa sempurna dalam semua hal. Kita tidak memiliki banyak waktu untuk menjadi koki kelas dunia, pasangan hidup yang hebat, teman yang hangat, pekerja yang sangat produktif, pemain golf yang menjuarai turnamen-turnamen bergengsi dunia dalam sekali waktu. Bahkan kita bisa simpulkan seorang manusia hanya bisa sangat piawai dan menguasai keahlian di 1 hingga 2 bidang saja. Selebih itu hanyalah mitos.

 

Menurut Malcolm Gladwell, pakar psikologi populer, seorang ahli membutuhkan setidaknya 10.000 jam untuk benar-benar menguasai satu bidang. [1] Meski ini bukan acuan yang akurat tetapi intinya adalah untuk menjadi seorang pakar/ ahli dalam sebuah bidang, seseorang perlu bekerja sangat keras dan menghabiskan waktu yang panjang sekali. Dan kita juga masih harus melakukan berbagai kegiatan rutin seperti makan, tidur, menikmati hidup, dan sebagainya. Dengan fokus pada bidang-bidang spesialisasi kita saja, kita tidak perlu mengalami banyak stres dan frustrasi. Semua akan menjadi lebih mudah.

 

Dan untuk menemukan spesialisasi itu, kita perlu banyak bereksperimen dan mendengarkan kata hati. Saya banyak menemukan mahasiswa yang saya ajar berkeluh kesah mengapa kuliah sangat sulit, skripsi sangat susah diselesaikan. Ternyata usut punya usut keluhan itu datang dari motivasi yang rendah, dan pangkalnya adalah karena mereka hanya mendengarkan ‘saran’ koersif orang tua untuk mengambil jurusan itu. Mereka sendiri tidak tahu apa yang mereka sukai dan mereka hanya mengekor orang tua atau malah teman-teman.

 

Untuk orang yang introverted tetapi lumayan asertif dan beruntung memiliki orang tua yang demokratis seperti saya, menemukan minat yang menjadi spesialisasi adalah sebuah perjalanan yang cenderung mulus. Sebagian lainnya menemukan jalan yang lebih terjal dan mereka bisa menaklukkannya. Sebenarnya mudah saja: lihat ke dalam diri sendiri dan temukan prinsip-prinsip, passion (gairah) dan tujuan hidup kita. Terlalu filosofis mungkin bagi anak-anak muda. Tetapi mudahnya, lakukan saja apa yang kita senangi dan nikmati. Jangan ada keterpaksaan. Meski ada keterpaksaan pun kadarnya tidaklah besar dan masih jauh lebih besar passion kita.

 

Dan kita perlu menyerasikan tujuan hidup kita dengan apa yang kita kejar dan ingin sempurnakan. Habiskan waktu dan tenaga untuk memperbaiki hal-hal yang bermakna paling besar bagi diri kita. Misalnya, jika kita memiliki passion di bidang seni dan gembira serta menikmati bekerja menjadi seniman, pada saat yang sama kita tidak perlu memaksa diri menjadi pesenam yang andal, pebisnis unggul dan pemain game berpengalaman. Mengapa? Karena semua itu tidak selaras dengan tujuan hidup kita: seni. Bolehlah menjadi selingan, tetapi sangat tipis kemungkinan Anda bisa memiliki kepakaran yang sama dengan profesi seniman yang menjadi fokus Anda.

 

Karena itu takutlah kita pada mediocrity di bidang yang menjadi fokus kita saja dan terima saja kenyataan bahwa kita payah di bidang-bidang lain.

Nah karena saya ingin menjadi penulis (sekarang baru menulis di dunia online saja), saya ingin mengutip satu penulis buku yang cukup menarik meski saya belum pernah membaca karya-karyanya. Kutipan di bawah ini adalah kalimat Eric Brown, seorang penulis, yang mengatakan dirinya menulis sekitar 5000 kata per hari saat mengerjakan sebuah proyek buku. Sungguh seperti sebuah lomba lari marathon. Untuk cerpen ia hanya menulis 3000 kata per hari (artikel ini saja baru sekitar 1200 kata). Brown juga menyisihkan waktu libur antara proyek menulisnya dengan membaca, berkebun dan mencari inspirasi untuk buku atau kisah berikutnya. Dan satu lagi resepnya untuk mencari inspirasi ialah dengan melancong. Brown sendiri melakukan perjalanan ke Yunani dan sejumlah negara Asia  hingga sekarang. Ah, betapa mengasyikkannya melancong bagi seorang penulis!

 

 

 

12 Langkah Mudah untuk Hemat Energi

Hemat energi itu mudah! “Ah, siapa bilang?” sanggah sebagian orang. Saat dihadapkan dengan isu hemat energi, dahi orang banyak yang berkerut karena berpikir bahwa itu adalah urusan para pembuat kebijakan di level atas. Semuanya bergantung pada sosok pimpinan, begitu paradigma lama yang masih juga bercokol dalam benak rakyat Indonesia sekarang ini. Padahal sudah bukan jamannya lagi menyerahkan masih kita pada segelintir orang saja. Kalau mereka yang harusnya peduli tetap menunjukkan ketidakpedulian, mengapa kita harus ikut-ikutan tidak peduli?

Akan tetapi sekali lagi, yang paling mudah sekalipun jika tidak dilandasi dengan tekad yang tulus dan sepenuh hati untuk melakukannya pastinya akan terasa sulit bukan main. Akan muncul banyak alasan untuk tidak melakukan yang harus dilakukan.

Nah, sudah saatnya kita melepaskan pola pikir seperti itu.  Itu semua diawali dengan langkah-langkah kecil yang dilakukan oleh banyak orang. Mungkin remeh kelihatannya tetapi jika dilakukan secara bersamaan, dampaknya akan luas dan masif.

Langkah 1: Matikan lampu jika tidak diperlukan

Tidak cuma memangkas biaya rekening listrik bulanan kita, mematikan lampu akan memperpanjang umur lampu yang kita pakai di rumah, kantor dan sebagainya.

Langkah 2: Pilih kipas angin daripada AC

Saat memungkinkan (yang semua itu tergantung pada si pemilik), penggunaan kipas angin akan terasa lebih bijak dibandingkan dengan pendingin udara alias AC yang jumlah penggunaan energinya lebih besar. Menurut EECCHI, kipas angin hanya menghabiskan energi sepersepuluh dari AC. Selain menggunakan freon yang berbahaya untuk lapisan ozon di atmosfer kita, AC juga lebih merepotkan pemasangannya. Agar efektif dan terasa, kita harus melakukan penyekatan di sekeliling ruangan yang dipasangi AC. Untuk pemasangan kipas angin, kerepotannya lebih rendah.

Langkah 3: Gunakan kembali botol minum plastik

Membeli air mineral bukan pilihan paling bijak memang, tetapi kita tidak bisa hindai 100%. Namun jika memang terpaksa membeli, jangan buang begitu saja setelah satu kali digunakan. Isi kembali botol air mineral yang sudah kita beli jika membutuhkan saat di perjalanan. Ini memang bukan cara paling sehat karena saya pernah baca menggunakan air di botol plastik seperti itu secara berulang kali akan mengikis lapisan plastiknya dan kandungan plastik itu sedikit demi sedikit bisa terminum oleh kita.   Namun, di sisi lain kita juga perlu mempertimbangkan bahwa 90% dari seluruh botol plastik itu tak didaur ulang dan hanya dibiarkan terserak di tempat penampungan sampah yang akhirnya akan mencemari tanah dan air dan laut kita.

Langkah 4; Cintai produk lokal

Belilah produk lokal saat memugkinkan. Nabi Muhammad juga menyarankan memakan makanan yang jaraknya hanya perjalanan semalam dengan unta, jika tak salah. Kita akan mendukung perekonomian masyarakat lokal sambil berhemat energi dan membantu mengurangi emisi karbon. Masalahnya saat ini masih banyak produk Indonesia yang harus ditingkatkan kualitasnya agar konsumen dalam negeri mau memakai dan meninggalkan produk impor. Ini PR besar untuk pengusaha Indonesia dari yang mikro sampai kelas paus. Bukan hal yang mengherankan jika konsumen lebih memilih produk yang lebih murah atau memiliki selisih harga yang tipis dan lebih berkualitas karena pengusaha kita pun masih banyak yang abai dengan kebersihan, kualitas dan sebagainya. Saya mendengar teman yang lebih memilih berbelanja sayur mayur di supermarket modern yang harganya lebih mahal daripada di pasar tradisional yang lebih murah. Alasannya karena pedagang sayur kita jorok. Bahan makanan ditambah zat-zat yang berbahaya. Siapa yang tidak takut kalau begitu? Urusan makanan kan urusan kesehatan taruhannya. Inilah masalah yang masih perlu dipikirkan solusinya. Bolehlah kampanyekan cintai produk dalam negeri tapi apakah produk dalam negeri itu sudah pantas dicintai atau belum?

Langkah 5: Gunakan tas belanja bukan tas plastik sekali pakai

Ini termasuk yang agak susah dilakukan. Apalagi kalau belanja itu dilakukan secara tak terencana. Tapi untuk ibu-ibu yang biasa berbelanja bulanan, agak keterlaluan rasanya kalau setiap barang yang dibeli di supermarket harus dibungkus plastik, padahal untuk membawanya saja pakai kereta dorong dan langsung dibawa ke mobil. Apa perlunya pakai plastik coba? Yang lebih peduli lingkungan pasti akan lebih memilih menggunakan tas belanja dengan bahan kain atau kertas yang lebih mudah terurai.

Langkah 6: Matikan kran saat menyikat gigi

Dengan mematikan kran air saat menyikat gigi, akan dihemat air bersih tak kurang dari 5 liter per hari. Sama juga halnya dengan mematikan pancuran air saat kita sedang menggosokkan sabun ke badan. Air akan terbuang percuma, di saat kita tidak membutuhkannya. Mubazir!

Langkah 7: Insulasi wajib!

Pastikan pintu dan jendela tertutup rapat saat AC digunakan dalam ruangan apapun. Tak cuma itu, membuka pintu dan jendela terlalu lama juga akan membuat udara dingin keluar dan sia-sia saja energi yang dihabiskan AC untuk mendinginkan udara di dalam. Dan afdolnya, penyekatan ruangan yang menyeluruh harus dilakukan agar udara dingin menyebar lebih efektif tanpa menyalakan AC hingga ke suhu terendah. Jika penyekatan maksimal, dengan dipasang di suhu 23-25 derajat Celcius pun, udara sudah terasa nyaman dan sejuk.

Langkah 8: Naik kendaraan umum

Gunakan transportasi umum (tidak termasuk ojek atau taksi) atau gunakan mobil bersama dengan orang lain.

Langkah 9: Gunakan 2 sisi kertas

Pakai selembar kertas di kedua sisinya untuk menulis dan mencetak. Jika ada kertas bekas yang masih kosong, pakai saja untuk mencetak dokumen tak resmi atau untuk corat-coret.

Langkah 10: Gunakan tisu dengan bijak

Gunakan kertas tisu dengan bijak dan gunakan handuk yang dapat digunakan berulang kali jika memungkinkan.

Langkah 11: Pilih laptop daripada desktop

Energi yang dihabiskan untuk laptop lebih hemat 80% jika dibandingkan dengan desktop. Tentu tidak semua orang harus menggunakan laptop. Jika sangat diperlukan, menggunakan desktop boleh saja.

Langkah 12: Jaga suhu AC di 24-26 derajat

Pastikan suhu AC diatur di antara 24-26 derajat celcius. Ini suhu yang paling sehat. Terlalu dingin akan membuat jari jemari susah mengetik dengan cepat dan benar.

Ternyata Dulu Google Ingin Subsidi Pengguna Android

Screenshot of Android Emulator for SDK (latest...
Screenshot of Android Emulator for SDK (latest version, now v2.3) (Photo credit: Wikipedia)

Fakta masa lalu ini ialah satu bagian dari sejumlah fakta menarik yang bermunculan seputar maraknya perselisihan antara Google dan Oracle yang pada intinya berhubungan dengan tuduhan pelanggaran hak paten dan Android. Ponsel rancangan Google yang direncanakan pada awalnya untuk dijual ke pasar sebenarnya tidak didominasi layar sentuh seperti yang kita ketahui kini.Tak hanya pemerintah kita yang getol menerapkan kebijakan subsidi. Google dulu juga pernah berniat melakukannya pada para pengguna perangkat Android. Namun, itu hanya sebatas wacana karena kita ketahui itu tidak pernah terjadi hingga sekarang.

Jadi, kembali pada soal subsidi tadi. Ternyata Google pernah melemparkan usulan untuk memberikan subsidi. Untuk apa subsidi tersebut? Subsidi itu diberikan bagi para early adopter Android atau mereka yang menggunakan Android pada tahap awal saat sistem operasi ini baru bisa digunakan kalangan terbatas. Alasan Google hendak melakukannya ialah untuk mempromosikan Android sebagai sistem operasi perangkat mobile baru yang belum banyak diadopsi orang.
Menurut detil yang didapat, Google berniat untuk mengucurkan subsidi biaya data dengan T-Mobile untuk pengguna ponsel pintar Android sebanyak 9,99 dollar per bulan. Paket abonemen data ini diperuntukkan bagi Google agar menjual ponsel secara langsung melalui toko dan gerainya sendiri. T-Mobile sendiri rencananya akan memberikan paket tersebut. Jika terealisasi, Google mungkin tidak akan mendapat keuntungan dari T-Mobile atau dari penjualan perangkat Android dan sudah menggunakan uang itu untuk  mengganti biaya paket data bagi pengguna.

Meski tampaknya rencana yang matang dan sesuatu yang akan disambut baik konsumen, sayangnya kesepakatan Google dan T-Mobile urung terealisasi saat T-Mobile tak pernah menawarkan paket data pada kisaran tersebut di atas. Google juga menemukan bahwa menjual ponsel pintar secara langsung tidak terlalu menguntungkan.

Bagaimana pendapat Anda? Apakah Anda sebagai pengguna Android juga masih menginginkan rencana ini diwujudkan oleh Google?
[via SlashGear]