Adu MacBook Air Keluaran 2014 & 2020

Atas MacBook Air rilisan 2020 dengan chipset M1 dan bawah MacBook Air awal 2014 dengan prosesor Intel Core. (Foto: Dok. pribadi)

SUDAH beberapa waktu terakhir ini saya mengeluhkan sistem operasi Mac OS yang sudah tak bisa lagi diperbarui di MacBook Air awal 2014 yang saya punya. Memang sih ada update sedikit dari Apple ternyata setelah Monterey rilis tempo hari. Tetap saja ini versi Big Sur yang tak bakal sebaik Monterey yang lebih terkini.

Tapi ya sudahlah. Tujuh tahun memang sudah terbilang awet banget untuk ukuran sebuah laptop ya. Itu tak bisa dipungkiri. Rasanya kok muluk-muluk untuk menuntut bisa pakai OS terbaru sampai 1 dekade masa pemakaian.

Sempat saya terpikir memasang Linux di laptop MBA lama ini tapi sayang banget dengan OS yang masih ada ini. Bagaimanapun OS yang sudah familiar itu susah ditinggalkan.

Inersia atau kelembaman dalam pemakaian gawai memang terasa saat kita mesti beralih dari satu gawai jadul ke gawai terkini. Artinya, sebagai pemakai teknologi kita cenderung susah ‘berpindah ke lain hati’. Ini saya sangat rasakan saat saya kebetulan bisa menggunakan MBA keluaran 2020 yang sudah memakai chipset M1 punya Apple sendiri, bukan milik Intel.

Ucapkan selamat tinggal pada kenyamanan menggunakan tetikus/ mouse dengan sekali colok ke laptop. (Foto: Dok. pribadi)

Satu hal yang paling saya tangisi saat menggunakan MBA tahun 2020 adalah hilangnya colokan untuk flashdrive/ flashdisk dan tetikus berkabel (wired mouse). Bahkan wireless mouse pun masih butuh dongle untuk dicolok ke laptop yang mesti menancap di port ini lho. Setelah dipikir-pikir inilah alasan kenapa teman saya yang sudah pakai MBA keluaran terbaru tak lagi pernah pakai tetikus saat bekerja. Bekerja tanpa tetikus membuat agak ‘kagok’. Terasa kurang lancar. Tanpa memakai tetikus rasanya kurang serius kerja. Menavigasi dengan hanya pakai touchpad rasanya cuma seperti mengelus-elus laptop. Kurang mantap! Haha. Tapi sekali lagi ini tinjauan psikologis saja karena kebiasaan.

MBA 2014 lebih lebar secara keseluruhan tapi touchpad lebih sempit sedikit. Sementara MBA 2020 lebih sempit sedikit panjang dan lebarnya tapi touchpad-nya lebih lapang. (Foto: Dok. pribadi)

Soal baterai tentunya sudah jaminan mutu lah ya. Baterai ini memang salah satu keunggulan produk MacBook Air dari zaman dulu. Selalu bisa tembus 10 jam. Bahkan mungkin kalau saya tidak streaming YouTube atau Spotify sepanjang kerja, daya tahannya bisa mencapai 12 jam. Mungkin saja ya. Tapi kan saya juga ngapain harus seirit itu. Toh saya sedang kerja di rumah dan tak masalah kalau mau mengisi ulang dayanya kapanpun.

Kalau soal bodi, kok saya merasa MBA 2020 lebih solid dan berat ya. Sedikit saja sih selisihnya tapi lumayan terasa. MBA 2014 lebih tipis, lebar dan ringan. Terasa MBA 2020 seperti versi MBA 2014 yang dipadatkan dan disolidkan. Saya tak mau mengecek spesifikasi masing-masing karena saya ingin cuma bersandar pada pengalaman dan perasaan saya sebagai pengguna saja ya. Saya nggak mau repot pusing soal data spesifikasi yang akurat.

MBA 2020 sudah diberi Touch ID. (Foto: Dok. pribadi)

Satu kemajuan yang diberikan di MBA terbaru adalah adanya TouchID di pojok kanan atas laptop. Ini menggantikan tombol POWER di MBA 2014 saya rupanya. Lalu bagaimana menyalakan MBA 2020? Tinggal dibuka saja dan dia nyala sendiri. Sesimpel itu, guys.

Chipset M1 yang lebih efisien membuat MBA 2020 tak sepanas dulu. Jadi masuk akal kalau laptop ini tak pakai kipas lagi. Artinya bisalah diajak ngetik di atas tempat tidur empuk. Kalau yang MBA 2014, didudukkan di bantal bisa menghangat dan meledak. Terutama kalau saya selesai video call, kerja kipas terasa maksimal dan berisik. Kasihan, sepertinya laptop MBA 2014 tak sanggup mengimbangi tuntutan kerja saya sekarang. Karenanya saya harus matikan MBA 2014 dulu habis video call baru menyalakannya lagi supaya suhunya turun dan kipasnya mati. Dengan chipset M1, kebiasaan ini tinggal sejarah. Entahlah mungkin juga bakal sama lagi di masa datang kalau MBA 2020 ini makin uzur di tahun 2027 atau 2028. Haha. Semuanya hanya masalah menunggu waktu ajalnya.

Kualitas layar masih sama kayaknya di MBA 2020. (Foto: Dok. pribadi)

Layar TrueTone masih jadi andalan. Ya nggak sebagus MacBook Pro pastinya. Namanya juga ini versi entry level dari lini MacBook. Tapi sudah memadai kok buat orang yang kerjanya teks seperti saya. Tak perlu lah menggunakan layar yang konsisten warnanya dan mendekati asli. Mata saya masih bisa menolerir ketidakakuratan warna asal pikselnya masih bekerja dan bisa menampilkan teks WhatsApp dan Google Docs. Bisa dikatakan saya memang simple user seperti anak sekolahan. Banyak kerja dengan dokumen. Bukan konten berat macam video dan foto yang high resolution.

Keyboard lebih enak sensasi dan suaranya di MBA 2020. (Foto: Dok. pribadi)

Butterfly keyboard di MBA 2014 memang nyaman dan satisfying suaranya. Tapi suara dan sensasi keyboard MBA 2020 juga ternyata nggak kalah memuaskan. Saya suka keyboardnya. Ini penting karena saya mengutamakan kenyamanan keyboard saat bekerja. Maklum saya bekerja lebih banyak mengetik daripada melihat layar.

Soal ketahanan cat keyboard, kita lihat saja nanti ya. Karena di MBA 2014, Anda bisa lihat huruf N saya sudah terkelupas dan bahkan tutsnya jadi transparan betul. Saya tak tahu apakah itu karena cacat produksi atau memang jari saya yang sangat antusias memukul tuts N tadi. Frekuensi menggunakan huruf N saya juga tidak luar biasa. Aneh memang…

Dead pixel di MBA 2014. Mungkinkah dead pixel bisa dicegah supaya tidak membawa dalam tas yang penuh sesak? (Foto: Dok. pribadi penulis)

Saya juga suka ukuran chargernya MBA 2020 yang sudah mengecil. Mungkin sepertiganya. Lumayanlah kalau Anda sangat mengutamakan portabilitas saat bepergian sambil kerja.

Buat yang tertarik memboyong pulang MBA 2020, rasanya bisa lihat di sejumlah marketplace Indonesia semacam Tokopedia, Blibli, Shopee, dan sebagainya. Harganya sudah turun kok dari 15-16 jutaan ke 13 jutaan karena ini sudah tahun 2022. Artinya MBA 2020 ini sudah lumayan nggak fresh. Haha begitulah cepatnya dunia teknologi bergerak ya.

Memang kalau sudah ngomong rencana beli produk teknologi, yang terbaik pasti adalah menundanya sampai besok, besok dan besok sampai benar-benar tak bisa kerja dengan perangkat yang sekarang. (*/)

Charger MBA 2020 lebih mungil dan ringkas. Enak dibawa di tas tapi dengan panjang ala kadarnya ini kita harus duduk dekat colokan kalau sedang isi daya sambil kerja. (Foto: Dok. pribadi)