Yoga is a Life-long Practice, Says Jois

Practicing yoga is useless unless one does it throughout his or her lifetime.
Practicing yoga is useless unless one does it throughout his or her lifetime.

Yoga means that our mind has the controlling capacity, taking practice. That is yoga, according to the late Shri K.Patthabi Jois. “Yoga is chitta vritti nirodha”, says he. Chitta means mind control, he adds.

Normally people don’t control their mind. Instead, they are controlled by their mind, because the mind is wandering, searching all other places. That is NOT good, Jois says in an interview.

Is this practice(yoga)spiritual or physical? Jois claims that yoga (to him) involves both aspects.

What if we’re not quite into the spiritual aspect? Jois advises that we should just practice regularly. So even of you’re not that spiritual, you may later on become more spiritual as you’re doing more and more practice. “Take practice, and it’s automatically coming,”he adds further. That is the ‘one and only method’ in mastering ashtanga yoga. The emphasis on the importance of practice is just obvious when Jois says:”Don’t ask theory. Theory (I) don’t want.”

Jois explains the 2 methods he employs: the outside and inside method of yoga practice. Outside method, according to him, consists of asanas practice, pranayama, yama, niyama, pranayama. Whereas inside method involves pratyahara, dharana, dhyana, samadhi. “Inside, correcting is possible; outside, correcting is impossible,”Jois elaborates. In other words, when a yogi/ yogini practices yoga, adjusting asanas or pranayama techniques can be a piece of cake. Almost everyone can do that, such as fixing the wrong alignment of feet, position of the palms, etc. However, when it comes to inside practice, others – even the best yoga gurus on earth – cannot fix or adjust what you do wrong. That may be why practicing yoga asanas won’t make one a better person. Becoming bendier, physically healthier is great but it’ll need more efforts to be balanced, both physically and spiritually.

When we follow the practice on a regular basis, eventually when we look inside, we may find God.

To Jois, yoga is not a short-lived fad. It’s a life-long practice and committment as he says,”One month, two months, one year, two years, ten years…No use! (The) whole life!”

Our whole life is practice…

Berapa Kali Idealnya Frekuensi Latihan Yoga?

Pertanyaan ini sebenarnya tidak bisa dijawab dengan satu jawaban yang pasti dan baku karena saya yakin bahwa setiap orang melakukan yoga dengan tujuan dan kebutuhan yang berbeda-beda. Bagi saya, yoga tidak perlu dilakukan setiap hari karena tubuh saya memerlukan istirahat dan meskipun yoga baik untuk tubuh, saya tidak mau sampai berlebihan karena apapun yang berlebihan sekalipun bermanfaat akan memberikan imbas negatif juga. Saya hanya ingin keseimbangan. Jadi saat tubuh saya ‘menjerit’ ingin rehat, saya tidak akan memaksanya ikut kelas yoga yang terlalu menguras tenaga.

Akan tetapi ada juga teman-teman yang berlatih setiap hari, bahkan dua kali sehari untuk mencapai tujuan tertentu, misalnya menyempurnakan pose-pose mereka, berlatih sendiri karena diberi tugas oleh guru saat pelatihan atau setelah workshop, dan sebagainya. Seorang teman, misalnya, sedang berniat membuat headstandnya lebih baik lalu berlatih setiap hari untuk membuat tubuhnya lebih kuat melakukan headstand. Atau satu lagi yang ingin membuat hanumasananya lebih sempurna.

Lalu manakah yang benar? Semua benar menurut kondisi masing-masing. Tidak ada yang bisa mencegah kita melakukan apa yang kita yakini benar, kecuali saat kita sudah merasa nyaman, baik secara fisik (cedera) dan psikologis (iri berlebihan karena seseorang tidak bisa Anda ‘kalahkan’ kelihaian berasananya).

Itu menurut saya. Lain halnya dengan jawaban guru yoga Deera Dewi yang memaparkannya di sela kelas yoganya yang saya ikuti kemarin.

Ia mengatakan latihan yoga bisa dilakukan tiap hari, bahkan dua (2) kali dalam sehari.

Latihan bisa dilakukan di pagi hari dengan meditasi dan pose-pose yang memberikan energi (energizing) pada tubuh kita. Asana-asana jenis backbend bagus untuk memberikan semangat dan membuat kantuk sirna. Inversion efektif untuk membuat peredaran darah di otak bagus. Pose-pose twisting membuat proses detoks lebih lancar di pagi hari saat tubuh harus membuang zat-zat racun. Pose-pose berdiri juga baik untuk dilakukan di pagi hari untuk meningkatkan fokus sebelum memulai kegiatan sehari-hari, misalnya pose pohon (vrksasana/ tree pose).

Sementara itu latihan yoga di sore hari menurut Deera perlu menekankan pose-pose “restorative”, yang artinya asana-asana dan teknik pranayama yang memberikan efek menenangkan tubuh setelah kelelahan seharian beraktivitas sejak pagi.

Jadi berapa sering Anda harus beryoga? Hanya Anda yang bisa menjawabnya. Yang penting, ketahui apa yang Anda butuhkan.

Sitali: Teknik Pernafasan Yoga yang Menyejukkan Badan

Di antara banyak teknik pernafasan, Sitali memiliki manfaat yang spesifik, yakni untuk menyejukkan tubuh. Menurut Mark Stephens (256: 2010), tujuan melakukan pernafasan sitali (sitali pranayama) ialah untuk menyejukkan dan menenangkan badan fisik dan pikiran. Pernafasan ini dapat dilaksanakan kapan saja , termasuk selama melakukan asana dan setelah melakukan teknik pernafasan yang memanaskan seluruh bagian tubuh seperti kapalabhati.

Dalam Sitali breathing, lidah dipanjangkan sedikit keluar bibir dan tepi kiri dan kanan lidah ditekuk ke tengah untuk membentuk sebuah corong atau saluran. Perhatikan bahwa sebagian orang dapat melakukan ini dengan mudah, ada yang agak sukar dan ada yang tidak bisa sama sekali. Banyak faktor menjadi penyebab, misalnya genetik. Jika seorang murid tidak mampu melakukan sama sekali, mintalah ia untuk membayangkan lidahnya sudah tergulung dan lanjutkan latihan sitali agar waktu tidak terbuang untuk menunggunya dapat melakukan dengan baik).

Kita dapat ajarkan sitali pranayama sebagai berikut:

– Duduk dengan nyaman, tutup mata dan rileks.

– Panjangkan lidah dan gulung kedua sisinya untuk membuat sebuah saluran

– Perlahan tarik nafas dalam melalui saluran lidah tersebut, rasakan aliran nafas yang menjadi lembab dan sejuk saat melalui lidah.

– Tutup mulut dan perlahan keluarkan nafas melalui hidung.

– Ulangilah ini sampai 10 kali , kemudian rilekskan tubuh.

– Secara bertahap perpanjang durasi latihan sitali breathing hingga 15 menit.

– Berikan opsi lebih lanjut bagi murid yang sudah pandai sejumlah variasi seperti antara kumbhaka (dengan mula bandha dan jalandhara bandha) dan viloma pranayama.

 

 

Apa Itu Anuloma Biloma Pranayama?

Sebagai orang yang baru mengenal yoga, saya belum pernah mendengar istilah “anuloma biloma pranayama“, bahkan jika saya sudah mendengar pun saya masih belum memahami penerapannya dalam praktik yoga sehari-hari.

Menurut Mark Stephens dalam bukunya “Teaching Yoga”, “anuloma” artinya dengan butiran; mengacu pada gerakan atau pernafasan. Sementara “biloma” yakni berlawanan dengan rambut, berlawanan dengan urutan. Jika digabungkan kedua kata ini juga bisa diartikan sebagai “alternate breathing”, yakni bernafas melalui 2  lubang hidung secara bergantian. Gunanya untuk menyeimbangkan sistem tubuh kita (Asmarani: 9, 2011). Sebagian menyebut anuloma viloma (biloma) pranayama sebagai “nadi shodana”. Nadi maknanya saluran energi dalam badan manusia, sehingga bisa diartikan nadi shodana  bermanfaat untuk membersihkan nadi-nadi dalam badan agar lebih bersih, seperti dikutip dari  buku “Hatha Yoga Pradipika” dan “Shiva Samhita” melalui Devi Asmarani. Menurut Muktibodhananda (166: 1993) melalui Mark Stephens (258: 2010), Praktik pernafasan berganti lubang hidung dikatakan dapat mengaktifkan dan menyeimbangkan ida dan nadi pingala dan menyelaraskan bagian-bagian otak kita.

Kita dapat mengajarkan teknik anuloma viloma pranayama sebagai berikut:

– Duduk dengan tenang dan tegak dan lakukan pernafasan ujayyi selama beberapa menit.

– Lipat jari telunjuk dan tengah sementara 3 jari lain tetap terbuka. Hasilnya tangan kita terlihat seperti capit/ ketam. Gunakan ujung ibu jari dan jari manis ke kedua sisi hidung untuk membuka dan menutup aliran nafas nantinya. Letakkan jari-jari dengan tekanan yang merata pada kedua sisi hidung untuk mempertahankan sentuhan tanpa menutup total kedua lubang hidung.

– Sembari melanjutkan pernafasan ujayyi, variasikan tekanan pada jari-jari. Rasakan sensitivitas yang lebih tinggi pada efek penyesuaian jari jemari yang lebih cermat. Rasakan bahwa dengan perbedaan penekanan yang sedikit saja, perbedaannya terasa pada pernafasan.

Mengenal Nafas Ujayyi (Ujayyi Pranayama) dalam Yoga

“Ujayyi” artinya “victorius”  atau kemenangan. Ada juga yang mengartikannya sebagai nafas penakluk (conqueror breath). Ujayyi pranayama atau ujayyi breathing merupakan salah satu teknik pernapasan dasar dalam beryoga. Teknik ini dilakukan dengan sedikit menekan epiglottis (tempat kita merasakan sensasi batuk atau berkumur) ke langit-langit mulut dan tetap menjaga aliran nafas keluar dan masuk melewati hidung. Jika sudah berhasil, biasanya nafas kita akan terdengar bersuara lembut namun kuat seperti hembusan angin yang melewati dedaunan di tepi pantai. Devi Asmarani dalam bukunya “Yoga untuk Semua” menggambarkan pernafasan ujayyi sebagai “suara berdesir halus dari daerah tenggorokan seperti ketika tidur nyenyak”.

Teknik ini menjadi teknik yang paling umum digunakan dalam Hatha yoga. Ujayyi breathing berguna untuk mempertahankan asana yang sudah dicapai agar lebih kuat dan stabil. Kita akan rasakan dada sedikit menggembung.

Menurut sebagian ajaran yoga, teknik pernafasan ini akan dapat dikuasai dengan sendirinya dari waktu ke waktu, jika yogi/ yogini membiarkan pernafasannya bebas mengalir dalam melakukan praktik asana, bahkan yang paling menantang sekalipun.

Efek ujayyi breathing ada 3 menurut Mark Stephens:

a. Nafas menjadi hangat saat hanya bernafas melalui hidung, paru-paru pun menjadi hangat, darah pun demikian. Sangat berguna untuk membangunkan tubuh dalam melakukan gerakan alaminya dalam melakukan asana.

b. Suara dan sensasi ujayyi membantu mempertahankan kesadaran (awareness) pernafasan agar tetap mengalir konstan, nyaman, dan seimbang.

c. Suara yang ritmis/ berirama dari pernafasan ujayyi membantu menenangkan syaraf yang tegang dan membantu latihan yoga menjadi lebih terfokus pada diri kita sendiri, bukan ke lingkungan eksternal.

Pada intinya, pernafasan ini sangat berguna untuk memantau kualitas dan tekstur nafas kita selama berlatih (Asmarani: 7, 2011).

Cara mengajarkan ujayyi breathing pada murid:

– Duduk dalam posisi yang nyaman di kedua tulang duduk dan batang tubuh tegak, bahu turun, jauh dari telinga. Sikap tubuh rileks. Kedua kaki bersila dengan senyaman mungkin.

– Mulai menutup mata perlahan dan fokus ke nafas tanpa berusaha menguasai keluar masuknya nafas. Nafas rileks.

– Tarik nafas dengan menegangkan tenggorokan dan rasakan pita suara kita bergetar. Inilah yang dikatakan sebagai ‘tekstur nafas’ karena seolah-olah kita dapat meraba nafas dari getaran yang ditimbulkannya.

– Rasakan sensasi bernafas dengan getaran ini di seluruh badan. Konsentrasi penuh ke nafas dan rasakan apa yang tengah terjadi pada tulang belakang. Perubahan panjang pendek tulang belakang saat tarik dan hembuskan nafas menjadi salah satu fokus kesadaran.

– Di antara tarikan dan hembusan nafas, tekan tulang belikat ke arah batang tubuh untuk mengangkat dada. Hembuskan nafas pelan sambil rasakan sensasi memanjang pada tubuh.

– Lakukan smavritti pranayama atau bernafas dengan htungan yang sama dan konstan. Tarik nafas dan hitung dalam hati: 1, 2, 3, 4. Lalu keluarkan nafas dengan hitungan yang sama pula.

– Lanjutkan dengan hitungan yang sama hingga dapat dirasakan perpanjangan hitungan menjadi misalnya 5 banding 5 dan seterusnya. Artinya 5 hitungan/ ketukan nafas masuk dilanjutkan dengan 5 hitungan nafas keluar.

– Fokus pada jeda di antara tarikan dan buangan nafas yang dinamakan “Kumbaka” (retention/ penahanan nafas). Anda bisa memulai jeda 1 sampai 3 ketukan sebelum membuang nafas. Pastikan saat melakukannya badan tetap santai, tidak tegang.

– Setelah beberapa putaran, kembalikan nafas normal kita. Bila kepala terasa pusing atau lelah, berbaring dalam posisi savasana.

Pentingnya Kesabaran dalam Berlatih Pranayama

Dalam sebuah kelas pranayama, seorang teman pernah menanyakan bagaimana ia bisa mengetahui bahwa ia sudah melakukan pranayama dengan benar. Ia dengan blak-blakan mengatakan kebingungannya, “Apa yang bisa saya rasakan untuk mengetahui benar tidaknya saya melakukan teknik pernafasan yang diajarkan ini?”

Ia tidak sendirian. Sebagian besar teman saya, bahkan saya sendiri, juga merasakan kebingungan itu. Tetapi saya berusaha menyikapi kebingungan itu dengan lebih menghayati apa yang terjadi dalam diri saya. Karena dengan mencecar orang lain meski yang sudah berpengalaman dalam pranayama seumur hidupnya sekalipun, saya yakin tidak bisa menjawab dengan tuntas. Rasa penasaran itu akan terus lapar, memburu jawaban. Padahal jawaban itu bisa ditemukan dalam diri sendiri.

Mengapa? Sederhana saja, karena proses-proses dalam tubuh dan pikiran yang terjadi selama berlatih pranayama adalah sesuatu yang begitu pribadi, halus, subtle. Kalimat dan kata yang dipilih dengan paling cermat sekalipun oleh seorang ahli bahasa tidak bisa menggambarkan secara akurat tentang semua proses dan hasil yang dirasakan. Hanya kita sendiri yang bisa mengetahuinya dengan pasti. Jadi menurut saya, saat saya berlatih pranayama, keinginan untuk mengetahui betul tidaknya proses itu perlu sedikit dikendalikan. Berlatih pranayama lain dari latihan asana yang dapat diketahui bentuk fisiknya. Yang lebih penting ialah merasakannya terlebih dahulu. If you feel better, you do it right, and vice versa.

 

Namaste…