1. Cobalah menulis secara horisontal.
George Orwell, Mark Twain, Marcel Proust dikenal suka menulis dengan tangan di tempat tidurnya sembari tidur-tiduran. Posisi santai membuat ide mengalir lebih lancar. Jangan lupa dengan begini kita juga siap tidur kapan saja. Tetapi jika kita termasuk orang yang suka tertidur saat harus bekerja di tempat tidur atau bekerja dalam posisi berbaring, lakukan cara-cara lain di bawah ini.
2. Gunakan musik untuk menambah semangat.
Menulis dengan diiringi musik menjadi bagian dari ritual saya juga sehari-hari. Bahkan pilihan musik yang didengar sedikit banyak mempengaruhi suasana hati, yang pada gilirannya mendorong penulis lebih ekspresif.
3. Jalan-jalan atau bersepeda tanpa tujuan jelas.
Aneh mungkin kesannya tetapi kalau kita sedang tidak ada ide atau ingin menyegarkan pikiran, cara ini bisa ditempuh. Charles Dickens dan Henry Miller dulu suka berkelana keliling Eropa hanya untuk tersesat, karena mereka tidak punya tujuan dalam melancong. Saat tersesat dan menemui banyak hal baru inilah ide-ide baru bisa mengalir. Melakukan perjalanan dengan kereta api juga menjadi pemicu keluarnya ide novel bagi JK Rowling. Ia mengaku mendapat ide karakter dan kisah Harry Potter saat berada di stasiun kereta. Jadi kalau merasa suntuk dan buntu, keluarlah, tersesatlah!
4. Tulis di waktu puncak produktivitas.
Waktu puncak ini sangat bervariasi. Dalam kasus saya, saya lebih suka menulis di waktu terjaga yang normal. Dengan kata lain, saya kurang terbiasa dan tidak mau membiasakan diri untuk terjaga di malam hari untuk menulis. Saya memiliki alasan tersendiri, yaitu karena saya juga sudah pernah merasakan pola kerja yang memangkas habis jam tidur, membuat saya seperti kalong. Dan dalam waktu beberapa bulan, tubuh seakan menjerit. Saya tahu pola kerja seperti itu akan lebih banyak membawa derita.
Tak semua penulis bekerja seperti demikian. Honore de Balzac, misalnya, terbiasa terbangun di tengah malam dan minum kopi pahit dan terjaga hingga keesokan harinya. Sementara Flannery O’Connor hanya menulis 2 jam per hari.
5. Santai!
John Cheever yang memenangkan Pulitzer Prize menulis hanya dengan mengenakan pakaian dalam. Dan jurnalis traveling Adam Skolnick merasa nyaman menulis dengan memakai sarung. Jika Anda merasa bosan untuk memakai pakaian resmi saat menulis karena terasa seperti di kantor, cobalah memakai busana apapun yang nyaman. Sebagian orang akan terbantu dalam menulis jika berbusana santai dan sesuai selera. Tentu saja kecuali jika Anda harus menulis di kantor. Tidak mungkin hanya memakai sarung dan singlet!
6. Lakukan ritual spiritual atau mantra.
Steven Pressfield, penulis hebat yang menghasilkan karya “The War of Art” menggunakan mantra Muse yang ditulis sastrawan Homer sebelum mulai menulis. Ia tak sendiri karena Shakespeare, Milton dan Chaucer juga demikian. Entah apa makna dari mantra tersebut tetapi mungkin sugesti positif. Saya tak punya ritual semacam ini karena bagi saya menulis tak mesti diperlakukan sebagai sesuatu yang sakral atau harus dikuduskan tetapi menjadi sarana melepas penat emosional (katarsis) dan melampiaskan ambisi intelektual, serta memupuk kredibilitas profesional.
7. Jika gagal semua, beristirahat sejenak.
Menulis bagi saya bukan proses instan. Ia mirip marathon, bukan sprint. Karena itu, saya cukup terkejut saat pernah membaca seorang penulis yang mengklaim dirinya writerpreneur dan sanggup menulis novel hanya dalam waktu 2 hari. Ya, dua hari! Sangat menggelikan. Bukan karena saya meremehkan kemampuannya tetapi manusia sejenius apapun tidak bisa mencapai karya berkualitas dengan hanya mengerjakan selama 48 jam saja. Entahlah mungkin jika pun itu mungkin, akan dibutuhkan waktu lebih panjang lagi untuk menyuntingnya secara total. Copywriter tersohor nan legendaris David Ogilvy memilih minum rum dan mendengarkan musik dari gramophone kesayangannya.
Karena saya berbaik hati, satu BONUS untuk Anda…
8. Tulis sebebas mungkin, edit dengan ‘kejam’!
JK Rowling mengatakan proses menulis novel realis dan kontemporernya “The Casual Vacancy” diawali dengan menulis sebebas mungkin. “Saya hanya ingin mengetahui apa yang terjadi secara utuh, lalu kembali lagi ke awal untuk memangkas bagian-bagian yang tak perlu,” terangnya dalam sebuah wawancara dengan Anne Patchett tahun lalu saat peluncuran novel barunya di Amerika Serikat. Jadi ia hanya mempertahankan apa yang perlu dibaca oleh audiensnya, bukan dengan hanya menyuguhkan semua bagian kisah begitu saja. Tak heran penulisannya memakan waktu 5 tahun. Dan harus saya akui, bagian terberat ialah merampingkan naskah. Saya merasa kurang rela jika ada bagian yang sudah saya kerjakan dengan susah payah (tetapi kurang serasi) harus dipenggal dan dibuang. Dan ini adalah penyakit! Padahal jika dipertahankan, bagian itu akan mencemari karya secara keseluruhan. Rowling menyingkirkan sebuah bagian tulisannya yang menceritakan proses otopsi protagonisnya karena memiliki alasan kuat untuk itu, padahal ia sudah mencurahkan pikiran selama beberapa hari untuk itu. Ini sangatlah menantang bagi saya karena ide relatif langka (saya masih merasa kurang imajinatif) dan memangkasnya adalah suatu ‘kebodohan’! Namun harus diakui jika mau karya yang lebih berkualitas, ini harus dilakukan tanpa belas kasihan.
9. Oh, did I mention YOGA??? Ya, sedikit peregangan tubuh juga sangat efektif memacu semangat menulis. Setelah melakukan headstand atau kayang, otak lebih segar dan ditambah bermeditasi sebentar, rasanya kepala penuh ide baru. Dan Brown pengarang The Da Vinci Code menggunakan alat tertentu untuk bisa rehat dalam posisi terbalik ( kepala di bawah jantung) jika merasa terkena writer’s block.
Like this:
Like Loading...