Bagaimana Kebiasaan “Google Aja” Perburuk Kemampuan Berpikir Manusia Modern

Lain kali jika teman Anda bertanya tentang sesuatu pada Anda, jangan buru-buru menyarankan mereka untuk menggunakan mesin pencari atau smartphone demi menemukan jawabannya.

Sebuah survei menyimpulkan bahwa bagi sebagian orang, smartphone dapat mendorong orang memiliki pikiran yang malas karena membuat mereka cenderung lebih sering menggunakan komputer daripada menggunakan kekuatan otak sendiri.

Survei ini meneliti 3 studi sebelumnya yang melibatkan 660 peserta yang mencoba mendefinisikan dan menjumlah strategi dan ketrampilan analitis mereka. Para peneliti mencermati gaya-gaya pemikiran dalam sebuah skala yang bervariasi, dari intuitif hingga analitis. Para peserta kemudian diukur ketrampilan numeral dan verbal mereka.

Analisis kebiasaan smartphone peserta menunjukkan para pemikir yang lebih analitis yang menunjukkan kemampuan kognitif yang lebih kuat menghabiskan fungsi mesin pencari lebih jarang di perangkat mereka. Analisis menunjukkan para pemikir intuitif cenderung suka mengambil jalan pintas dalam pemecahan masalah dan cara belajar sebuah pengetahuan. Sementara para pemikir analitis lebih suka menerka sendiri dan mengambil pendekatan kognitif yang lebih logis dan detil.

“Selama beberapa dekade penelitian menunjukkan bahwa manusia ingin tahu bagaimana menghindari kesusahpayahan dalam memecahkan masalah dan tampaknya orang masih akan terus makin sering memakai smartphone sebagai otak cadangan mereka,” ungkap peneliti Nathaniel Barr dari University of Waterloo dalam sebuah pernyataan pers.

Peneliti juga menemukan bahwa penggunaan jejaring sosial yang lebih sering dan aplikasi-aplikasi hiburan berhubungan dengan ketrampilan kognitif yang lebih rendah.

Psikolog Gordon Pennycook menambahkan bahwa riset yag dipublikasikan di jurnal Computers in Human Behavior itu menegaskan adanya hubungan antara penggunaan ponsel cerdas yang terlalu sering dengan kecerdasan yang melorot.

Namun demikian, masih diperlukan penelitian lebih lanjut apakah smartphone bisa menurunkan kecerdasan penggunanya bila dipakai berlebihan.

iPhone dan Android Memang Canggih tapi BlackBerry Lebih Aman dari Peretasan

Anda boleh saja mencibir para pemilik BlackBerry. Mengatai mereka “goblok”, “kuno”, “ketinggalan zaman”, bahkan “alay” sekalipun. Tetapi jangan salah, keamanan perangkat berpapan ketik fisik itu malah lebih baik daripada iPhone dan ponsel Android yang berlayar sentuh lebar dan lapang yang digilai pengguna ponsel saat ini.

Saya juga seorang pengguna BlackBerry. Saya menggunakan perangkat ini setelah tren itu luntur. Saat tak banyak orang memakainya inilah saya justru menemukan kenyamanan menggunakan BlackBerry. Q5 yang saya gunakan memiliki papan ketik yang lebih nyaman dari ponsel pintar lainnya yang sejenis, LG Pro. Kenyamanan papan ketiknya sungguh-sungguh lebih baik dari brand lainnya.

Menurut laman Slate.com, bahkan pejabat negara sekelas Barack Obama pun hanya menggunakan perangkat BlackBerry. Ia tak diizinkan memakai iPhone dan Android. Mengapa? Tentunya Anda amat penasaran.

iPhone yang mengunggulkan ekosistem iOS yang mapan dan telah dilengkapi ratusan ribu aplikasi itu ternyata memiliki kelemahan. Apalagi bagi Anda yang mengutamakan keamanan informasi yang peka dan penting dari pihak ketiga yang tidak diinginkan. Dalam laporan Spiegel, dikatakan bahwa makin banyak sebuah sistem operasi memiliki aplikasi, artinya makin banyak pula celah keamanan yang bisa dimanfaatkan peretas (hackers).

Masih mau pakai iPhone dan Android? Ya, masih. Kan saya bukan Obama.

Update Software Biang Konsumerisme?

IMG_3939.PNG
Apple sial! Hanya dalam waktu 3 tahun, iPhone-nya sudah menjadi barang usang. Bagi Anda yang memiliki iPhone 4, jangan berharap akan ada update iOS 8. Dan bahkan bagi pemilik iPhone 4S, jangan berlega hati dulu! Karena konon meskipun masih memungkinkan untuk mengunduh versi terbaru iOS itu, iPhone Anda akan makin BOROS baterainya dan LAMBAT kinerjanya!!! Bagaimana bisa? Mari salahkan hardwarenya yang kurang mendukung. Lalu solusinya apa? Beli iPhone baru lagi. wtf!!!

Sebetulnya sayang sekali bukan menghambur-hamburkan uang demi membeli perangkat baru yang belum begitu mendesak untuk dimiliki sekaligus membuang perangkat lama yang masih berfungsi baik? Tetapi bagaimana lagi, memang itu yang kerap terjadi di dunia teknologi. Tak ayal sampah makin menggunung saja. Jadi kalau ada anggapan Apple perusahaan yang paling ramah lingkungan, mungkin harus dipertanyakan lagi.

Namun, di balik update software yang membakar semangat konsumerisme itu memang ada sisi positifnya. Keamanan makin yahud. Dengan kemunculan virus Heartbleed yang konon menyebar luas di dunia maya, yang artinya juga bisa menjangkiti perangkat bergerak apapun yang tersambung ke Internet, aspek keamanan berselancar terutama dalam hal transaksi keuangan dan data pribadi semacam surel menjadi melemah. Karenanya, produsen software semacam Apple harus menyempurnakan sistem operasinya lagi agar tidak akan ada lagi insiden memalukan seperti bocornya foto tanpa busana aktris Jennifer Lawrence.

Dunia Android juga setali tiga uang. Saya pernah memiliki Samsung Galaxy Nexus 2 yang diberi gelar sebagai smartphone flagshipnya Google-Samsung. Tahun 2012 Nexus 2 dirilis dan begitu mendapat 2 x update sistem operasi Android secara otomatis via jaringan seluler dalam beberapa bulan berikutnya, tak akan ada lagi update yang bisa dinikmati. Itulah kebijakan Samsung. wtf!!!

Dan kabar buruknya bagi para pengguna smartphone beranggaran cekak (atau yang sengaja membatasi anggaran pembelian perangkat barunya) seperti saya dan mayoritas pengguna ponsel pintar di dunia ini, sisi keamanan harus dikorbankan agar tetap bisa berhemat. Duh!

Live Blogging for Dummies

Live blogging could be distraction to some. Take Steve Jobs as an example. He once made all of the journalists in the room covering the launch of the product ‎put their laptops down, and even better, switch them off. Poor Jobs. He annoyed the journos without remorse. You cannot blame people for doing their job, Jobs!

So apparently live blogging is pretty much a hit maker especially when a hugely impactful event is in progress. Like the last live blog I was writing on that news site I work for. I was on fire writing about the verdict of Prabowo Subianto law suit. As we all know, he sued his opponents, accusing Jokowi and Jusuf Kalla of being tricky and slimy to win over him and Hatta Rajasa. He seemed to do it only to prove he is a loser once again. Another shame he brought for himself. The staunch supporters of Prabowo-Hatta rallied outside the Constitution Court and caused some physical clashes but luckily no one got killed in the process. The army on duty had been instructed to be less agressive (because perhaps Prabowo used to be part of them‎ and is still so no, though informally).

I was NOT there, to be blunt. I was only sitting at my desk, listening to some live streams broadcast on the web. Everyone was curious on what was going on and what was about to happen after the rally. I also summarized longer pieces of news spread on Twitter timeline of some news sites.

Basically this is what I do when I have to live blog indoor. I prepare a web page where I could write a line or two at first, and then as the time goes by, I will add more details chronologically. Mention hours and minutes to give impression you’re continously updating. So when they refresh your page, they can find something new to read, whether it be texts or photos or videos.

Here are some of my insights on live blogging based on my experience.

Focus, focus, focus!
You undoubtedly need to enhance you focus. It’s like listening exams, you listen to sources and process, summarize and publish the information and thoughts almost instantly. Without too long delay, or your readers will be disappointed. It’s very easy when you are in the middle of the quiet room. But when you have to cover outdoor events and liveblog about it, there’s extra mental work to do for you. Never forget to ask a friend or two to be with you to watch your belongings in case you need to use the bathroom for a minute or so. You cannot leave your laptop just like that in an open space where strangers‎ are anywhere to see. That holds true when you already get the right strategic spot to comfortably see and observe a live event and never want to relinquish it to other journos.

Make sure you’re near ‎unused power outlets

‎I cannot stress more on the importance of securing a spot near power outlets.

Make sure the connection works smoothly
After electricity supply is solved, you need to ensure your connection works at the desired speed. Never rely on one modem or one cellular operator. At least, provide two. Otherwise, you’ll cry a river when your favorite operator’s‎ service turn out to suck a lot there.

Get ready with your smartphone
Live blogging could be similar to live tweeting but of course you have to write longer, because you simply CAN. ‎Be more accurate as a reporter than a Twitter user.

And if you are an avid user of WordPress mobile application, you may use the app to live blog. Just add more details on one single blog post with time stamps for each update, with the latest right up there near the title. The app would be such a great tool when you cannot sit there to type on your laptop.

I haven’t given an outdoor live blogging a try. But my hunch is it is going to be a lot more challenging as you will have to deal with more distraction than live blogging indoor.

That said, happy live blogging!

When An Android User Switched to iPhone

Whenever I show a new, non-Android gadget to coworkers who happen to be avid and loyal Android users, I was terribly judged as a traitor. Seriously, why is it so?

Once I got a BlackBerry, they thought it was a total crap. An utter fad I would at last lament with utmost remorse. I don’t.

As I switch to another mobile phone, I learn new things, and that’s particularly good as it stimulates my brain. Learn to use new stuff and your grey cells keep agile and connected to each other, just a way to stay away from premature dementia.

So I switched to the iPhone, after being an Android user for about 3 years. I was just curious why some Apple fanboys and girls are that fanatic. I wish I could feel the enthusiasm, adopt the fanaticism but alas! I never manage to be a staunch fan of any single thing on earth. Just be modest. Anything, anyone has their own strengths and weaknesses so be cool every time possible. Fanaticism has been proved to have a long dark shameful history, and I’m not going to be part of that.

To be blunt, fanaticism never works on me, whether it be politics, education, religion, or technology. I want to be free. And fanaticism won’t let you as free as a bird. It shackles you. It is the cage that never let’s you fly to roam the vast world.

That said, possibly my next gadget is some cool Windows Phone. But definitely not now, when the variety of apps is less than exciting.

Absurditas Abad Internet

Saat ini saya ‘mati gaya’. Kenapa? Karena koneksi Internet semuanya mampet. Saya sengaja meluangkan waktu ke outlet Seven Eleven untuk bisa lebih leluasa menikmati makanan dan berselancar di dunia maya. Tapi koneksi di sini anehnya terdeteksi tetapi saat dikoneksikan..NOL.. Tak terhubung. Karena akhir bulan? Entahlah… Yang jelas saya kecewa.

Ditambah lagi dengan jaringan ponsel Three yang empot-empotan. Padahal beberapa saat tadi sempat lancar jaya. Apa karena hujan deras beberapa saat tadi? Padahal hujan itu sudah berhenti lumayan lama. Dan tidak cukup masuk akal koneksi Internet nirkabel melempem Cuma karena curah hujan yang tinggi. Absurd!

Dan absurditas ini semua menjadi makin absurd saat saya menyadarai bahwa saya masih bisa bekerja tanpa koneksi Internet tetapi pikiran saya terus gelisah. Terus mencari seolah ada yang kurang. “Saya harus terkoneksi. Harus. Tidak bisa tidak!” begitu suara dalam otak saya. Ada apa ini? Saya juga tidak mengerti kenapa saya menjadi seperti ini? Apakah saya akan mati hanya karena tidak bisa terkoneksi ke jaringan Internet beberapa menit saja dalam satu hari. Ini lebih absurd daripada mahalnya tarif dan rendahnya kecepatan koneksi Internet di negeri ini. Dan tebak apa yang baru sjaa saya lakukan? Meski saya sudah tahu koneksi terganggu, saya terus menerus mengecek, memeriksa ulang selang beberapa menit, apakah ada notifikasi di ponsel, seolah ada yang terus mendesak saya,”Tengok lagi, siapa tahu sudah lancar, ayo..” Stop ittt!!!

I  just want to write things and everything’s just gonna be fine. Saya sudah membuka aplikasi pengolah kata dan tetap saja obsesi untuk tetap terhubung terus menggelinjang. Benak saya terus berpikir, Internet adalah produktivitas, kalau saya tidak terkoneksi saya menjadi tidak terhubung, tidak tahu apa yang terjadi di luar sana, saya terkucil, tidak gaul, ketinggalan berita dan sebagainya. Tetapi toh saya memang harus mencari video surya namaskara yang saya harus unduh untuk belajar yoga. Itu tujuan saya di sini. Namun kemudian saya berpikir, apakah ini hari terakhir saya bisa mengakses Internet? Tidak kan? Jadi jangan terlalu gila dengan merasa cemas seperti ini, kata saya pada diri sendiri.

Dan yang paling menakutkan ialah membayangkan hardware penangkap sinyal wi-fi saya rusak. What? Lamunan saya makin liar karena rasa frustrasi tidak bisa terkoneksi ke Internet. Tiba-tiba terlintas dugaan itu, yang jika mema

Internet cafe
Internet cafe (Photo credit: jared)

ng benar terjadi, akan menjadi kiamat kecil bagi dunia saya. Punya laptop tetapi tidak bisa digunakan berselancar di Internet? Seperti hidup tapi tak punya tangan dan kaki saja. Ah, ini bayangan pikiran yang mengerikan. Saya tak sanggup memikirkannya.

Inilah mimpi buruk generasi kita: generasi abad Internet. Sebuah mimpi buruk absurd, konyol, menggelikan yang tidak akan bisa dipahami sepenuhnya oleh generasi pendahulu. Dan saat saya mengatakan ‘generasi pendahulu’, saya tidak mengacu pada generasi kelahiran kronologis manusia, tetapi pada cara berpikir mereka dan sikap serta perilaku mereka terhadap produk teknologi jaman sekarang. Seorang pemuda 20 tahun termasuk generasi pendahulu jika ia masih bersantai-santai saja tak bersentuhan dengan ponsel, Facebook atau PC selama 1 minggu penuh. Dan sebaliknya, seorang kakek berusia 70 tahun bisa jadi termasuk generasi masa kini jika ia terus menerus memeriksa notifikasi smartphone-nya dan mengunggah foto-foto terbarunya ke Facebook begitu bertemu anak cucu yang sudah dirindu.

Apakah Anda juga pernah mengalami hal yang sama dengan saya? Apakah Anda merasa lemah saat koneksi Anda lumpuh, gadget Anda menolak bekerja normal, atau baterai mengering hingga 7% tetapi tak terlihat colokan listrik di sekitar Anda?

Dan, ah akhirnya sinyal Internet ponsel saya pun kembali normal. I am alive again, cyberwise…

5 Langkah Lindungi Smartphone Android dari Serangan Malware

smartphonesSaya masih ingat bagaimana dulu populernya Symbian dalam beberapa jenis ponsel Nokia di pertengahan tahun 2000-an. Saya masih terkesima dengan ponsel-ponsel Nokia berkamera VGA yang saat itu masih tergolong canggih dan terdepan. Sayangnya, satu kelemahan ponsel Nokia yang dijalankan dalam platform Symbian ialah risikonya untuk terjangkit virus dan gangguan keamanan lainnya yang cukup riskan. Sementara di ponsel sederhana seperti Nokia 3315 saya saat itu, data pribadi akan tersimpan dengan aman, karena sederhana saja, ponsel itu tak terhubung dengan dunia maya.

Dan saya sadar bahwa semakin populer sebuah sistem operasi, akan semakin tinggi pula risikonya terkena serangan virus, atau malware. Software jahat ini bisa membuat ponsel mengalami berbagai gangguan dari yang ringan sampai berat. Untungnya saya belum pernah harus mengalami serangan seperti itu yang misalnya bisa menghapus semua data dalam memori ponsel atau membuat ponsel terus menyedot pulsa.

Sebagai jawara dalam dunia smartphone, ponsel-ponsel yang bersistem operasi Android menjadi sasaran empuk bagi pihak-pihak iseng dengan itikad kurang baik. Tidak heran karena jumlah penggunanya makin banyak dari hari ke hari, dan semakin tidak terbendung laju pertambahannya. Malware makin banyak dan payahnya belum banyak orang yang menyadari bahaya di balik malware itu. Apalagi di Indonesia, tempat banyak pengguna ponsel masih begitu abai dengan isu security isi ponselnya yang berharga.

Baru-baru ini IC3, sebuah kemitraan antara FBI dan kelompok pendukung penegakan hukum The National White Collar Crime Center (Pusat Kejahatan Kerah Putih Nasional), telah mengidentifikasi “Loozfon” dan “Finfisher” sebagai versi terbaru jenis malware yang telah diketahui.

Sebagai informasi saja, ‘malware’ ialah software atau piranti lunak seperti program atau dalam konteks smartphone adalah aplikasi mobile yang tersebar melimpah di arena Android Market atau yang sekarang disebut Google Play.

Menurut IC3, satu cara yang digunakan para kriminal untuk menyembunyikan malware Loozfon dari deteksi program antivirus ialah menyamarkannya sebagai sebuah iklan tawaran bekerja di rumah yang menjanjikan uang dalam jumlah menggiurkan hanya dengan mengirim surel. Setelah pengguna klik di iklan yang tampil, mereka akan digiring menuju situs web yang menambahkan malware itu pada smartphone yang digunakan tanpa sepengetahuan pengguna yang awam. Aplikasi ini kemudian mencuri detil kontak dari daftar kontak ponsel pengguna dan nomor ponsel pengguna.

Sementara itu, Finfisher ialah satu jenis spyware, yang artinya software yang berguna untuk memata-matai pengguna ponsel. Spyware sangat berbahaya karena bisa mengambil alih komponen perangkat bergerak. Dengan kata lain, saat ponsel Anda terinfeksi spyware, seketika itu juga ponsel bisa dikendalikan dari jarak jauh oleh si pembuat spyware. Malware ini biasa disamarkan sebagai tautan/ link atau teks mengenai pemutakhiran atau update sistem, kata IC3.

Di samping mengunduh software virus dari vendor yang tepercaya seperti Norton, FBI memberikan 5 kiat dasar agar ponsel Android Anda tetap aman dari serangan malware.

Gunakan enkripsi

Beberapa jenis ponsel Android dilengkapi dengan kemampuan enkripsi. Aktifkan kemampuan itu jika ponsel Android Anda memilikinya. Enkripsi bisa digunakan untuk melindungi data pribadi Anda jika suatu saat ponsel hilang atau dicuri. Jika ponsel tidak memiliki kemampuan enkripsi, jangan cemas karena masih ada alternatif lainnya seperti aplikasi WhisperCore dari Whisper Systems yang diakuisisi oleh Twitter tahun lalu. Juga pertimbangkan untuk menambahkan kata kunci saat harus membuka ponsel.

Ketahui pengembang aplikasi sebelum menginstal

Saat akan menginstal aplikasi dari Google Play / Android Market, cermati dulu baik-baik ulasan/ review pihak pengembang yang membuat aplikasi. Juga pastikan untuk memahami perijinan (permission) yang harus Anda berikan sebelum menggunakan aplikasi. Sejumlah aplikasi meminta akses menuju informasi-informasi sensitif dan pribadi seperti lokasi dan daftar kontak di ponsel.

Pastikan menggunakan jaringan wi-fi yang aman

Jangan menggunakan jaringan wi-fi yang Anda tidak ketahui. Para peretas alias hacker biasa menggunakan jaringan wi-fi yang tidak terlindungi kata kunci untuk mendapatkan informasi yang ditransfer antara perangkat ponsel Anda dan server.

Pertimbangkan masak-masak sebelum melakukan ‘jailbreaking’ atau ‘rooting’ pada ponsel

Setelah Anda melakukan jailbreak dan rooting, ponsel Anda secara otomatis akan lebih berisiko terkena malware karena kedua jenis manipulasi ini akan menghilangkan pembatasan dari pabrikan ponsel. Anda bisa menginstal segala jenis program termasuk aplikasi yang Anda mau. Namun di saat yang sama Anda harus tahu bahwa ponsel juga akan lebih rentan diserang, jelas IC3.

Hapus semua data dan aplikasi sebelum menjual kembali

Siapa tidak pernah menjual kembali ponsel lamanya setelah merasa bosan atau karena berbagai sebab? Nah, jika Anda memutuskan menjual atau menukar ponsel pintar, pastikan Anda tidak lupa melakukan ‘factory reset’ yang biasanya ada di bagian pengaturan ponsel. Setelah ‘factory reset’, ponsel akan kembali seperti baru, dalam arti software dan memorinya bersih sama sekali dari data yang sudah pernah disimpan sebelumnya. Ini bisa menghindarkan Anda dari kerepotan dan insiden penyebarluasan informasi pribadi yang sebenarnya tidak perlu terjadi karena pencegahannya sangat mudah, yakni dengan memulihkan kondisi ponsel ke kondisi semula seperti baru. (Entrepreneur Mag)

Why S-Korean Government is “Afraid” of Single, Tech-Savvy Ladies More than Anything

Song Hye-kyo, that “Full House” k-drama protagonist, spotted showcasing her flawless moist facial skin
Reportedly, the current Korean Government has a growing concern with two things (aside from the North sibling): smartphones and mid-30s single women. If combined, the two are a trigger of a huge revolution. As my tour leader put it, “These erudite, tech savvy spinsters are no stragers to Internet, smartphones, and PCs. Once they complain, it could be the beginning of a riot for the whole country”. “A complaining gentleman is more easily appeased. Liquor will suffice. But women?” she nodded with utmost certainty.

Foto: Song Hye-kyo, that "Full House" k-drama protagonist, spotted  showcasing her flawless moist facial skin<br /><br />
Reportedly, the current Korean Government has a growing concern with two things (aside from the North sibling): smartphones and mid-30s single women. If combined, the two are a trigger of a huge revolution. As my tour leader put it, "These erudite, tech savvy spinsters are no stragers to Internet, smartphones, and PCs. Once they complain, it could be the beginning of a riot for the whole country". "A complaining gentleman is more easily appeased. Liquor will suffice. But women?" she nodded with utmost certainty.