Kapan Nyusul?

‎”Kapan nyusul” bisa jadi frase yang paling lekat dengan acara pernikahan. Namun, di acara pemakaman kata-kata ini juga bisa dipakai. Bahkan dengan tujuan bercanda. Seperti dalam prosesi pemakaman nenek akhir bulan kemarin. Akhirnya setelah 8 bulan berjuang bertahan di tempat tidur karena stroke, beliau berpulang. Innalillahi. Kami semua mengikhlaskan, yang pasti secara perlahan karena takut…

‎”Kapan nyusul” bisa jadi frase yang paling lekat dengan acara pernikahan. Namun, di acara pemakaman kata-kata ini juga bisa dipakai. Bahkan dengan tujuan bercanda.

Seperti dalam prosesi pemakaman nenek akhir bulan kemarin. Akhirnya setelah 8 bulan berjuang bertahan di tempat tidur karena stroke, beliau berpulang. Innalillahi. Kami semua mengikhlaskan, yang pasti secara perlahan karena takut munafik kalau mengatakan bisa seketika itu juga melapangkan dada atas kehilangan itu. Kami butuh proses.

Lalu‎ setelah beliau dikuburkan, secara tak sengaja saya dengar dua orang mengobrol akrab. Mereka laki-laki dan perempuan. Kelihatannya keduanya bekerja dalam satu instansi selama beberapa lama.

“Kapan nyusul?” celetuk si pria mengawali pembicaraan. Iseng semata, daripada cuma bengong menyaksikan kami berlinang air mata atau memandang layar ponsel yang tidak ada pesan apa-apa.

Si wanita menjawab santai,”Kalau gini aja ngajak-ngajak, nanya kapan nyusul? Kalau yang enak-enak, makan-makan, enggak. Sana aja ajak istri kamu.”

“‎Lho, kan akhirnya juga pasti begini juga. Dikubur.”

“‎Ya mana aku tau? Kalau aku duluan, kamu aku takut-takutin.”

Pria itu menyeringai,”Ah, udah ga takut lagi sama kamu. Percuma juga.”

Entah kenapa saya tidak merasa marah meski saya bisa saja menghardik mereka dengan alasan lelucon kematian itu sungguh tidak peka.

Mungkin karena saya juga sudah lelah. Fisik dan emosi. Lelah antara menunggu nenek sembuh (yang kemungkinannya tipis sekali) atau merelakannya sedikit demi sedikit. Toh kalau saya marah, nenek tak akan hidup lagi. Dan saya hanya akan membuat drama.

Setelah beberapa lama, saya pikir lebih mendalam lagi pertanyaan itu memang sungguh bermakna dan tidak salah situasi. Justru pertanyaan itu harus lebih dilontarkan dalam acara-acara duka.

Agar kita manusia terus ingat kematian…

Agar kita berpikir lebih lama sebelum bertindak yang tak sesuai hati nurani…

Agar‎ kita segera beranjak untuk mewujudkan niat yang sesuai tuntunan hati…

Response to “Kapan Nyusul?”

  1. Ailtje Binibule

    My deepest condolences . Semoga segera bisa mengiklaskan neneknya. I’m sure she is in a better place now.

Leave a comment

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.