Multivitamin, Serius Efektif?

SEORANG teman dulunya menghiasi dinding Twitternya dengan tweet-tweet yang jenaka. Kini ia lebih banyak mewarakan produk multivitamin yang menurutnya ajaib, ampuh, cespleng, manjur dalam mencegah Covid, membangun sistem kekebalan tubuh, dan sederet keunggulan lainnya yang tidak dimiliki produk multivitamin sejenis.

Menghela napas berkali-kali saya membacanya.

Saya bukannya memusuhi multivitamin. Saya di kala sakit juga mengkonsumsi multivitamin kok.

Tapi saat ini, seolah tidak perlu sakit untuk bisa meminum mutivitamin. Kita seolah didorong untuk meminumnya demi mempertahankan atau meningkatkan kesehatan seolah inilah jimat menangkal penyakit terutama Covid yang terus didengung-dengungkan selama pandemi.

Saat saya membaca tweet-tweet promosi multivitamin itu, saya rasanya menangkap pesan bahwa multivitamin itu pengganti makanan yang bergizi. Atau bahkan bisa memberikan manfaat lebih banyak dari semua makanan segar yang disediakan alam.

Karena itu saya berpandangan jika kita kekurangan salah satu vitamin, bisa jadi ada yang salah dengan asupan sehari-hari kita.

Bisa jadi itu karena kurangnya variasi makanan kita, bukan karena tak mengonsumsi multivitamin yang dibanderol ratusan ribu rupiah!

Misalnya saat ini ada kecenderungan orang untuk meminum vitamin C dosis tinggi sehari demi mencegah Covid atau untuk mengobatinya. Demikian juga vitamin D, yang menurut orang bisa dikonsumsi jika kita tak punya waktu berjemur di sinar matahari. Haha, sungguh ironis sih karena kita itu hidup di daerah tropis. Begitu sibuknya kah sampai tak ada waktu berjemur di luar rumah?

Pola pikir yang menyederhanakan ini relatif berbahaya bagi kesehatan. Karena tubuh ini meski katanya didiagnosis kekurangan vitamin C misalnya, juga membutuhkan asupan vitamin dan zat mineral lain agar metabolisme dan penyerapan vitamin C itu berlangsung optimal.

Kecenderungan berpikir secara terpisah-pisah ini sangat ‘lucu’ sekaligus tragis karena sel-sel, jaringan-jaringan, dan organ-organ dalam tubuh manusia sendiri terkait satu sama lain. Kita berpikir bahwa tubuh bisa dipreteli layaknya suku cadang mobil. Kalau ban pecah, ya sudah itu artinya perbaiki ban saja. Setir tidak perlu diurus.

Kita lupa bahwa tubuh manusia adalah sebuah organisme yang membutuhkan tidak cuma satu zat gizi tertentu. Dan jangan lupa bahwa zat gizi apapun jika dosisnya dalam tubuh terlalu banyak atau sedikit juga bakal memicu munculnya penyakit. Karena pada hakikatnya, definisi “sakit” ialah saat seorang manusia mengalami ketidakseimbangan. Dan jor-joran mengonsumsi multivitamin itu menurut saya juga salah satu tindakan yang arogan dari manusia yang sok tahu dengan mekanisme kerja tubuhnya.

Alih-alih memperbanyak konsumsi buah dan sayur yang segar, orang memilih beli vitamin C dosis tinggi saat didera flu. Saat sembelit, orang tidak memperbanyak konsumsi serat dalam buah dan sayur tapi malah pergi ke toko untuk mendapatkan sumplemen serat dalam sachet plastik yang konon kandungan serat pangannya bisa melancarkan pencernaan.

Apakah itu salah? Tidak sepenuhnya kok. Boleh saja memenuhi kebutuhan vitamin dengan konsumsi multivitamin tapi selengkap-lengkapnya multivitamin kita, tidak akan bisa menandingi kekayaan kandungan vitamin dan mineral dalam sayur mayur dan buah-buahan segar.

Misalnya saat alami sariawan yang diduga karena kekurangan vitamin C, lalu kita makan suplemen vitamin C, ya kita cuma dapat vitamin C. Tapi saat seseorang memutuskan memakan pepaya atau jeruk untuk memenuhi kebutuhan vitamin C itu, ia juga tak cuma mendapatkan asupan vitamin C tapi juga berbagai senyawa dan zat gizi lainnya yang bisa membuat tubuh lebih sehat.

Saat ini juga masyarakat saking paranoidnya membeli secara sembarangan suplemen-suplemen multivitamin apapun yang menurut mereka bagus untuk tubuh tanpa berkonsultasi ke dokter.

Kenapa mesti bertanya ke dokter? Karena kita memiliki batas konsumsi maksimal yang jika dilanggara akan ada konsekuensinya terhadap kesehatan.

Dan yang sering membuat saya kurang sreg lagi dengan multivitamin yang terlalu dipertuhankan ini ialah seolah dengan konsumsi multivitamin, kita mendapatkan surat izin untuk ugal-ugalan dalam makan dan minum. Contohnya, begitu minum multivitamin, kita merasa lebih kuat lalu mengabaikan jam tidur di malam hari. Begitu minum multivitamin, kita merasa berhak untuk makan makanan yang tinggi kandungan lemak, gula, garam dan zat-zat pengawet dan aditif yang merugikan kesehatan. Ini semua ada di dalam makanan olahan dan makanan kemasan, minuman ringan dengan kadar gula yang bikin gila.

Kita juga harus mulai menerapkan cara pandang yang holistik atau menyeluruh untuk mengatasi semua masalah kesehatan kita. Jangan separuh-separuh.

Maksudnya, tidak ada satu faktor yang bisa berdiri sendiri membuat kita sehat. Ini banyak ditemui di tengah masyarakat. “Berjemur yuk, nanti sehat, kebal Covid” atau “minum rebusan daun ini yuk, nanti diabetes hilang.”

Pola pikir yang sepotong-sepotong dan memandang kesehatan dari cuilan-cuilan begini justru bisa membawa masalah baru. Dan inilah yang menjadi celah bagi mereka yang bermental dagang dan oportunis untuk mencari untung dari ketakutan dan kecemasan kita terkena penyakit.

Untuk mendapatkan asupan vitamin D yang cukup, misalnya, daripada dengan mudahnya membeli suplemen vitamin D yang dijual bebas, kita bisa berjemur dan itu pun tak perlu terlalu lama juga. Jangan rakus juga. Hindari sinar matahari pukul 11 sampai 3 sore. Pukul 10 pagi masih bisa berjemur tapi 5-10 menit saja. Apalagi di saat cuaca cerah, bukan mendung.

Bagi yang bertubuh kurus dan lemaknya sedikit serta berkulit tipis seperti manula, suplemen vitamin D bisa diberikan agar defisiensi tak terjadi. Karena mereka yang masih memiliki lemak di bawah kulit yang cukup dan kulitnya masih cukup tebal, produksi vitamin D lebih mudah. Bagi manula, proses lebih sulit meski mereka sudah berjemur sekalipun. Itulah kenapa manula rawan menderita osteoporosis. (*/)



3 responses to “Multivitamin, Serius Efektif?”

  1. Dokter guwe: in my line of work, people will try to make you spend a lot of money on unnecessary Multi-vitamin. Abis itu dia kasih 3 yg BASIC dan disuruh beli yg paling murah krn fungsinya sama aja. 🤣

    1. Haha gitu deh. Gimana ya emang lagi pada paranoid aja terus emotional buying multivitamin. Insane

      1. Iya. Di Indonesia kalau jualan multivitamin itu gelo emang ya.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

%d bloggers like this: